Entah mendapat dorongan darimana, pria bertubuh jangkung ini berlari ke arah seorang gadis di pinggir jalan yang nampak diam saja. Padahal ada sebuah mobil putih yang hilang kendali melaju ke arahnya. Gadis itu hanya diam saja. Tidak bergerak sama sekali.
Semua orang hanya berteriak melihat kejadian itu, tapi tidak ada inisiatif sama sekali untuk menolong. Saat sudah berada dekat dengan wanita itu, pria ini segera menariknya ke tepi. Untung saja mobil itu belum menabrak gadis ini.
Bisa dirasakan bahwa gadis ini menabrak dadanya. Dia sadar bahwa tarikannya sangat kencang, hingga membuat gadis di depannya hilang keseimbangan dan menabraknya.
Nafasnya tersengal, gadis di depannya ini bisa saja mati jika ia terlambat menariknya tadi.
"Lo gila?!"Qathia menjauhkan tubuhnya dari pria ini. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap lawan bicaranya. Karena pria jangkung yang berada di hadapannya ini sedang bertanya dengan nada membentak. Jujur, dirinya masih terkejut. Ditambah lagi dengan bentakan yang tiba-tiba ini. Jantungnya masih berdetak dengan cepat, dan masih tidak percaya bahwa dia masih hidup sekarang.
"Selain gila lo bisu juga ternyata."
Qathia spontan menggeleng, mulutnya tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya mulai berkaca-kaca. Entah kenapa rasa sakit ini selalu muncul jika ia dihadapkan dengan situasi kecelakaan seperti ini. Kepalanya akan terasa pusing jika dipaksa untuk mengingat.
Dirinya tidak merasa sakit karena mendengar ucapan pria ini, tapi rasa sakit itu disebabkan karena kecelakaan ini. Otaknya menolak untuk mengingat apapun yang berbau dengan hal kecelakaan. Yang bisa dirasakan adalah dia pernah mengalami hal seperti ini, tapi dimana? Dan kapan dia pernah mengalami ini? Pikirannya melayang, tidak bisa mengingat kecelakaan itu secara detail.
Kepalanya tiba-tiba pusing, tidak mau memikirkan hal yang membuatnya sakit. Lalu matanya beralih pada jam yang melingkar di tangannya. Qathia harus pulang sekarang, pasti semua orang di rumah sedang menunggunya.
Qathia memberanikan diri untuk menatap pria di hadapannya ini, karena sedari tadi kepalanya menunduk. Dapat dilihat ekspresi wajah pria itu sangat khawatir sekaligus marah. Qathia tidak mengenalnya, tapi kenapa wajahnya sangat familiar? Dan mengapa pria ini terlihat sangat khawatir. Padahal mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
"Thank's udah nolong gue. Maaf, gue harus pulang sekarang." Ucapnya sambil tersenyum tulus, langkahnya terhenti saat merasakan ada yang menahan tangannya.
"Gue anterin pulang."
Qathia menggeleng. "Gue udah dijemput, jadi nggak perlu repot-repot." Tolaknya secara halus. Padahal fakta nya tidak ada yang menjemputnya, ini hanya alibi agar dia tidak merepotkan pria yang tidak dikenalnya lagi.
"Lain kali hati-hati."
Qathia tersenyum mendengar itu, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
<|>
"Lo kenapa lagi sih?"Yang ditanya hanya diam, ia masih memikirkan gadis yang ditolongnya tadi. Wajah mereka benar-benar mirip. Apa mereka orang yang sama? Memikirkan itu membuatnya hampir gila. Sudah lama sekali berusaha untuk melupakannya, tapi sekarang gadis itu berada disini. Rasa bersalah itu kembali muncul ketika mengingat kejadian 11 tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Choice
Teen FictionCOVER BY : JELITA PUSTIANI Pernah merasa kehilangan? Dan bagaimana perasaanmu saat merasa ada separuh dari dirimu yang hilang? -Qathia Chavila Btw ini revisi ya, cerita ini udah ending sebenernya. Cuma aku mau revisi aja, dan di cerita ini bakal be...