Qathia berjalan di koridor dengan tangan yang memegang tas nya erat-erat. Semua orang menatap dirinya, apakah penampilannya ada yang salah?
Matanya memperhatikan tubuhnya sendiri dari atas sampai bawah. Sepertinya tidak ada yang salah, Qathia meneruskan jalannya tanpa memperdulikan tatapan orang-orang di sekitarnya. Sesungguhnya Qathia menyesal karena menolak tawaran Adrian untuk mengantarnya sampai dalam.
Qathia mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan Afifah kemarin. Bahwa dia harus menemui guru bk terlebih dahulu. tapi keberuntungan lagi-lagi tidak ada di pihaknya. Qathia sendiri tidak tahu dimana ruang bk berada.
Kepalanya menegok ke kanan kiri, berharap ada guru yang lewat. Tapi nihil, tidak ada guru yang lewat sama sekali. Apakah ini masih terlalu pagi?
Merasa ada yang menepuk bahunya, Qathia menoleh ke belakang. Disana sudah ada gadis yang juga memakai seragam yang sama sepertinya. “Lagi cari sesuatu?.”
Qathia langsung mengangguk cepat. “Ruang bk dimana ya?.”
Gadis itu langsung menunujukkan arah ke ruang bk. Lalu Qathia langsung pergi setelah mengucapkan terimakasih. Qathia sangat bersyukur, setidaknya disini masih ada orang yang mau menolongnya.
Setelah sampai di depan ruang bk, Qathia segera masuk. Menemui Bu Farah, selaku guru bk di sekolah ini. Qathia hanya mengenal nama kepala sekolah, guru bk, dan walikelas nya nanti. Karena Afifah yang menyuruhnya mengingat 3 nama itu.
Mamanya itu benar-benar menepati janjinya. Qathia sama sekali tidak melakukan apa-apa untuk pindahan kaili ini, semuanya sudah diatur secara sempurna oleh Afifah.
Setelah berbincang dengan Bu Farah, Qathia langsung diantar ke kelas baru nya. Jantungnya berdetak lebih cepat saat sudah berada di depan kelas. Bu farah sudah masuk terlebih dahulu, tapi Qathia masih diam di tempat. Suara kegaduhan dari siswa dan siswi mulai terdengar. Qathia tersadar saat Bu Farah memanggil namanya, kakinya segera melangkah masuk.
Tangannya semakin berkeringat, karena semua mata menatap nya saat ini. Untuk menutupi rasa gugup, Qathia mencoba tersenyum di hadapan teman-teman barunya.
Tapi bisa dilihat bahwa Qathia tidak nyaman dengan situasi seperti ini, daridulu Qathia tidak suka menjadi bahan perhatian.
Suara Bu Farah mulai menginterupsi. Semuanya langsung diam.
“Ini dia Bu Yanti, guru bahasa indonesia sekaligus wali kelasmu.” Jelas Bu Farah.
Qathia mengangguk, lalu menyalami Bu Yanti. “Silahkan perkenalkan dirimu, nak.”
Qathia menarik nafas nya dalam-dalam lalu membuangnya. “Halo semua, nama saya Qathia Chavila. Panggil saja Qathia.”
Seisi kelas menyapa dirinya. Qathia tersenyum, setidaknya teman barunya bisa menerima dirinya untuk saat ini. Qathia langsung dipersilahkan duduk di tempat yang kosong.
Sebenarnya Qathia tidak pandai berbasa-basi. Itu tadi hanya untuk perkenalan saja, selanjutnya dia tidak akan melakukan itu lagi.
“Hai, kita ketemu lagi.”
Qathia menoleh, matanya terbuka lebar. Ternyata gadis yang memberi tahu arah ruang bk tadi adalah teman sebangkunya saat ini. Qathia tersenyum canggung. Qathia tidak tahu harus membalas apa, apakah dia harus mengajaknya berkenalan lebih dahulu?
“Kenalin, nama gue Sheila Rayshiva.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan. Ah ternyata teman sebangku nya ini peka sekali! Qathia langsung menyambut uluran tangan itu. “Qathia Chavila.”
Sheila melepaskan tangan mereka, lalu sedikit berbisik agar tidak ketahuan Bu Yanti bahwa dirinya sedang mengobrol. “Semoga kita bisa jadi sahabat.”
Qathia terdiam saat mendengar bisikan Sheila. Apa Sheila baru saja menawarkan sebuah persahabatan? Qathia tidak terbiasa dengan ikatan itu, karena di sekolah lama nya dulu Qathia juga sama sekali tidak mempunyai sahabat. Hanya sekedar teman, Qathia tidak pernah benar-benar menganggap mereka sahabat. Karena dirinya sendiri belum benar-benar tahu apa arti sahabat itu.
Qathia membalasnya dengan tersenyum. “Semoga.”
<|>
Dua mangkuk bakso panas sudah berada di depan mereka sejak tadi. Tapi sedari tadi keduanya masih sibuk dengan ponselnya masing-masing. Bella melirik Yusuf yang ada didepannya. “Lo gak makan?”“Lo sendiri? Kenapa gak makan?”
“Yee, malah nanya balik.”
Yusuf menaruh ponselnya, lalu mengambil satu mangkuk bakso di depannya. “Makan.”
Bella juga ikut menaruh ponselnya, dan makan bersama Yusuf. Bella tahu bahwa Yusuf pasti masih memikirkan gadis yang sering diceritakannya itu. Karena sedari tadi Yusuf hanya diam saja, saat menjemputnya tadi pagi juga ekspresi wajahnya masih tetap sama seperti malam kemarin.
“Lo lagi kenapa, sih?.”
Yusuf menaruh sendoknya. Lalu menatap Bella. “Lo tahu semua Bel, apa perlu gue ceritain lagi?.”
Ya, Bella memang tahu. Tapi setidaknya jangan mendiamkan Bella. Bella tidak suka jika Yusuf berubah hanya karena gadis itu. “Jadi, lo berubah karena dia?.”
Yusuf mengusap wajahnya kasar. “Gue gak berubah Bella, gue cuma masih kepikiran aja. Lo tahu ‘kan seberapa pentingnya dia buat gue?.”
Hatinya terasa diremas saat Yusuf mengatakan itu. Ya, Bella tahu seberapa pentingnya gadis itu bagi Yusuf. Selama apapun Bella bersama Yusuf, itu tidak akan mengubah arti dari gadis itu di kehidupan Yusuf. Gadis itu masih jauh lebih penting dari Bella, ya Bella tahu itu. Tapi mengapa hatinya merasa sakit saat Yusuf mengatakan itu dengan lugas?
Bella tersenyum lalu mengangguk. “Gue tahu, maaf kalau gue gak bisa ngertiin lo. Gue ke kelas duluan.”
Yusuf diam, mencoba mengingat kata-kata yang diucapkannya kepada Bella. Apakah kata-kata nya ada yang salah? Sial! Yusuf baru menyadari, tidak seharusnya dia mendiamkan Bellla seperti itu. Karena Bella tidak ada hubungan apapun dengan masalah ini.
Yusuf menatap punggung Bella yang semakin menjauh dari kantin. Setelah Bella sudah tidak terlihat, ada dua gadis yang baru saja memasuki kantin. Yusuf menajamkan matanya. Apakah dia salah lihat?
Dua gadis itu semakin mendekat. Dan Yusuf sangat yakin bahwa yang dilihatnya itu benar. Yusuf segera berdiri, lalu keluar meninggalkan kantin.
“Loh kok dia lari?.” Tanya Qathia.
Sheila menolehkan kepalanya ke kanan-kiri. “Dia siapa?.”
Qathia menggeleng cepat. “Bukan siapa-siapa.”
Qathia sangat yakin alasan pria itu berlari karena melihatnya mendekat. Kenapa dia berlari? Wajahnya tidak terlalu asing. Apakah mereka pernah bertemu? Ah sial! Qathia sangat benci dengan sifatnya yang pelupa ini!
Jangan lupa vomment!💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Choice
Teen FictionCOVER BY : JELITA PUSTIANI Pernah merasa kehilangan? Dan bagaimana perasaanmu saat merasa ada separuh dari dirimu yang hilang? -Qathia Chavila Btw ini revisi ya, cerita ini udah ending sebenernya. Cuma aku mau revisi aja, dan di cerita ini bakal be...