Goresan Dua

4 1 0
                                    

Hari-hari selanjutnya berjalan monoton bagi Senja.
Sekolah-sekolah-sekolah. Semua terasa hambar setelah warna di hidupnya hilang terkubur bersama kenangan beberapa tahun silam.

"Habiskan sarapanmu!" Itu suara ayahnya. Senja hanya diam menganggukkan kepala. Memangnya, Ia bisa apa?

Perjalanan menuju sekolah diisi oleh diam. Senja terlalu malas memulai pembicaraan dan ayahnya pun masa bodoh dengan itu

"Bagaimana sekolahmu?"

"Sejauh ini nilai bagus. Ayah nggak perlu khawatir" Senja menjawab acuh kembali fokus pada jalanan basah yang mereka lewati

"Harusnya memang seperti itu, ayah membayar mahal sekolahku agar kamu sungguh-sungguh, setidaknya hanya itu yang bisa kamu lakukan untuk balas budi."

Sakit

Senja mengepalkan tangannya mencoba menetralisir raut wajahnya agar tetap datar
Ini bukan pertama kalinya ayahnya berkata setajam itu, tapi mengapa rasanya tetap sama?

Senja merasa kehilangan

Ayahnya berubah total

Dulu ayahnya adalah seseorang yang lembut, bijaksana dan baik hati. Senja yang masih kecil menganggap ayahnya adalah seorang super hero layaknya tokoh pahlawan yang sering ia tonton.

Hidupnya sempurna

Memiliki kelurga bahagia yang selalu menyayanginya

Namun, saat menganjak remaja semua sirnah

Kini ayahnya hanya peduli pada masa depannya tanpa mempedulikan dirinya suka atau tidak. Yang terpenting bagi ayahnya adalah menjadi sosok yang bisa dibanggakan kepada rekan bisnisnya. Itu saja

"Kamu cuma perlu belajar, buang semua harapan kamu yang nggak penting itu, karena ayah udah nentuin semuanya. Cukup turuti kata ayah."

Ya...ayahnya memang seegois itu

"Tentu saja..." Senja berkata lirih "...karena pada dasarnya aku nggak berhak untuk memilih, kan?

Senja berlalu memasuki gerbang sekolah yang membosankan baginya

buliran  bening berhasil menyusuri pipinya

"Lo cengeng banget sih..."

Gadis itu tersenyum simpul mendengar gerutuan itu

"...tapi Nggak pa-pa sih, kalau habis itu bakal buat Lo senyum lagi. Ikhlas mah gue. Tapi jangan sering-sering nangisnya. Tambah jelek loh nanti."

Gadis itu hanya terkekeh kemudian mengangguk

Mereka kemudian diam, membiarkan hening mengambil alih. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu cowok disebelahnya. Rasanya nyaman

"Gue rindu lo, Angkasa. Kenapa lo nggak ngajak gue waktu lo pergi dulu." lirihnya sendu

      ******

"Kenalin gue Langit Aditya Putra...kalian boleh manggil gue langit."

Perkenalan singkat itu membungkam seisi kelas.
Seseorang dihadapan dua puluh satu orang memberikan efek berbeda, seperti gravitasi yang terlalu berlebihan, tarikannya terlalu kuat.

"Ada yang ingin kalian tanyakan?" Instrupsi dari bu Manda -sang wali kelas- memecah keheningan.
Seluruh siswa saling melirik hingga seseorang dengan berani mengacungkan tangan

"Lo pindahan dari mana?"

"Inggris." Jawaban itu sarat akan ketegasan yang menghadirkan keterkejutan yang sangat kentara.

Antara Langit dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang