Meet Her Again

551 33 0
                                    

Ke-esokan harinya dan lusa, Abigail tidak masuk. Aku benar-benar gila dibuatnya. Karena tahu kondisiku memburuk  Lovely menjengukku. Aku mengacuhkannya dan lebih memilih menyendiri di kamar. Lovely memaksaku bercerita, dan akhirnya dia memaksaku untuk keluar dari rumah.

Ke taman yang biasa kami gunakan untuk membagi cerita, dan dia berhasi memaksaku untuk bercerita, Aku menceritakan seluruh kisahku dengan Abigail dengan sangat detail. Dia mendengarkannya dengan seksama. Dia memikirkan kenapa Abigail bisa marah, dan itu juga pertanyaan yang sama dan belum terjawab olehku.

Aku merenung dengan Lovely, dan saat aku mengadah aku melihat Abigail menatap nanar, awalnya aku pikir itu adalah ilusi. Karena Lovely juga melihat aku sadar itu nyata, dan aku berlari, karena tidak ada larangan ‘dilarang lari-larian untuk mengejar pacar ataupun mantan’ disini aku berlari sekencang-kencangnya.

Mungkin kalian berfikir aku mendapatkannya dan memeluknya didepan umum. Seperti di dalam film sinetron, komik, ataupun novel. Tetapi kalian salah, aku kembali ke cerita awal saat aku bertemu dengannya. Aku sama-sama terjatuh, perbedaanya hanya paha kakiku tidak terkena apa-apa, dan ini bukan di lapangan sekolah.

BUKK!! Aku meringis karena setiap kali berurusan dengan Abigail aku selalu jatuh. Dan Abigail berhenti dan berbalik badan untuk melihat. Karena kakiku hanya jatuh tersandung batu, aku dengan cepat berdiri dan memeluknya.

“Seperti mimpi melihatmu lagi.” Aku sangat gembira melihat dan bahkan bisa memeluknya.

“Sudah selesai? Aku benci jadi bahan gossip terutama di olok-olok karena merusak hubungan orang. Jadi lepaskan” ucapannya sangat dingin.

“Perusak? Aku tidak berhubungan dengan siapa-siapa selain kamu, jadi dimana unsur perusaknya?” tanyaku bingung.

“Sekali-sekali pintar dong, jangan pura-pura bodoh terus!” dia meronta-ronta untuk di lepaskan olehku.

“Kalau di banding nilai-nilai sempurnamu itu, aku jauh lebih bodoh tanpa berpura-pura.” Ucapku polos tanpa melepas pelukanku.

“Yang kakak maksud itu aku ya?” tanya Lovely yang entah kapan sudah ada di samping Abigail.

“Siapa lagi? Maaf ya, aku pergi.” Abigail mengentakkan badannya, dan itu membuat pelukanku terlepas, tetapi dengan sigap aku memeluknya kembali. Dan dia hanya melotot marah.

“Kak Abigail, aku itu hanya sepupu dekatnya kak Christ. Jangan salah paham, yang 2 hari sebelum 1 bulan itu karena aku paksa kak Christ cerita tentang kakak.” Lovely membeberkan semuanya dan itu membuat Abigail malu karena salah paham. Dan aku membalikan tubuh Abigail dengan paksa untuk melihat wajahnya. Dan itu membuat wajahnya makin memerah.

“Hei, putri cemburuan. Seharusnya kamu bertanya langsung denganku, jangan mengambil kesimpulan sendiri.” Ucapku meledek dan Abigail membuang wajahnya ke arah lain.

“Hei! Lebih baik jika wajahmu itu hanya untukku, dari pada harus di buang-buang.” Ucapku menggodanya. Dan wajahnya masih memerah. Aku dengan cepat mengambil ponselku dan memotretnya. Hasilnya sangat bagus.

“Christ! Hapus sekarang! Aku tidak terlalu suka di foto. Dan itu adalah wajah yang sangat memalukan!” Abigail berjinjit-jinjit untuk mengambil ponsel yang sengaja aku tinggikan.

“Cium pipi?” Aku iseng ingin tahu keberaniannya sampai mana.

“Oke, tapi hapus ya?” tanpa di jawab oleh ku dia benar-benar mencium pipiku. Wajahnya benar-benar lucu. Dan wajahnya kali ini pun aku potret.

“Kok di foto lagi? Yang tadi udah di hapus kan?” wajah Abigail memelas.

“Iseng, yang tadi belom kok. Tenang.” Jawaban yang sangat jujur.

“Eeh! Kan kalo aku cium di hapus.” protes Abigail.

“Emang aku bilang ‘iya’? kayaknya aku tidak bilang apa-apa,” aku benar-benar menikmati wajah Abigail yang malu bercampur kesal.

“Iya! Kak Christ tidak bilang apa-apa!” tanpa di minta Lovely langsung memihak padaku. Abigail menunduk malu, wajahnya yang memerah itu ingin aku ambil gambarnya. Tetapi Abigail berjalan mudur menghindariku dan akhirnya dia terpleset dan terjatuh ke kolam yang ada di taman.

Baju Abigail basah semua, sampai tembus pandang ke dalamannya. Beruntung aku membawa jaket, aku memakaikannya ke Abigail dan membawanya ke rumahku. Karena ini hari libur, kakak perempuanku biasanya pergi ke rumah pacarnya, dan lagi orang tuaku belum pulang dari perjalanan bisnisnya di Eropa.

Jadi setiap hari libur, rumah ini hanya di huni oleh aku dan pembantu keluargaku. Dan akhirnya Abigail memakai pakaian kakak perempuanku. Sambil menunggu baju Abigail kering, aku mengajaknya keliling melihat-lihat rumahku yang tergolong besar.

You're My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang