1- Rindu

1.9K 203 17
                                    

Peti dengan cat putih, terukir ranting-ranting pohon dengan kain sutera lembut hampir menutupi seperempatnya.

Jungkook duduk dengan setelan mantel hitam dan syal abu melilit lehernya. Memandang sayu rangka kayu berisi dihadapannya dengan pandangan sendu, sisa air mata menjejak dipipi tirusnya.

Sosok lain berdiri dibelakangnya. Menatap punggung bocah berumur empat belas itu dengan sorot mata tidak kalah sendu, sedikit iba karena dihari sulitnya ia hanya sendirian. Setetes air mata turun lantas dihapusnya.

Tidak ingin mengejutkan, Seokjin menekuk kaki disamping kursi roda yang Jungkook gunakan. Jemarinya meremat pelan punggung tangan Jungkook yang mendingin, karena musim dan ketakutan.

"J-Jungkook-ah " berniat kuat, tetapi otaknya tidak selaras dengan bibir. Suara Seokjin malah bergetar.

Jungkook berbalik menatap mata berkaca orang disampingnya dengan mata sayu setengah membengkak. "Hyung.. " kentara kesedihan dibalik kata yang terlontar dari mulutnya, Seokjin membalikan tubuh adik kecilnya lalu menjatuhkannya kedalam dekapan hangat.

Isakkan kecil yang memilukan terdengar didalam ruang petak kecil itu, diluar riuh pelayat terdengar sayup-sayup. Salah satunya masuk dan memberikan tepukan pelan dibahu bergetar Jungkook sedangkan Seokjin tersenyum lembut.

"Mau Hyung temani makan?"

Seokjin melepas pelukannya, dan menghapus anak sungai dipipi putih kemerahan anak itu.

Jungkook menggeleng kecil, Seokjin menghela napas meremat jemari kecil bergetar dalam genggamannya pelan lantas tersenyum.

"Yunan bilang kamu belum mengisi perut sejak Hyung tinggal tadi pagi, ini sudah hampir tengah hari dan keadaanmu sedang tidak baik. " Seokjin dapat melihat Jungkook yang menunduk dan memainkan jari Seokjin dipahanya.

"Nenek akan sedih jika melihatmu sakit seperti ini. "

Jungkook memalingkan wajahnya menatap peti putih disamping tubuhnya.

"Makan?" tanya Seokjin lagi. Kali ini Jungkook mengangguk.

***

Deru mesin pesawat memekakkan telinga. Pria itu beranjak dari duduknya saat mesin terbang yang ditumpanginya benar-benar menapak tanah.

Senyumnya memikat saat salah satu awak kapal menyapa. Menuruni tangga berjalan dengan cepat tergesa-gesa menuju mobil Sedan hitam yang telah menunggunya.

"Selamat siang Tuan Kim. "

Sapaan lelaki tua dibalik kemudi itu dibalas senyuman hangat hingga lekukak didua belah pipinya terlihat.

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ramai kota Busan.

"Bagaimana keadaan Jungkook Paman?"

Paman Na tersenyum, dapat dilihat dari kaca tengah mobil raut cemas majikannya. Meninggalkan anaknya dalam keadaan yang cukup sulit membuat hati Tuan besarnya gusar. Apalagi minggu-minggu terakhir ini rentetan masalah rumit yang berkepanjangan berdatangan, membuat atmosfer dalam keluarga yang telah ia bantu selama hampir lima belas tahun ini memanas.

"Saat Tuan Namjoon pergi, sehari setelahnya Tuan muda sakit dan dirawat dirumah sakit yang sama dengan Nyonya, tapi Tuan muda melarang kami memberitahu Tuan tentang keadaannya. "

Namjoon menghela napas, sedikit mengernyitkan alisnya merasa tiba-tiba pening mendera.

"Dan setelah diberitahu Tuan Seokjin bahwa Nyonya telah tiada, tubuh Tuan muda gemetar hingga jatuh pingsan. Dan sampai saat ini ia masih menggunakan kursi roda. "

Namjoon menghela nafas, menangkup sebagian wajahnya dan setitik air mata meluncur dari pelupuk matanya.

"Percepat mobilnya paman. "

Sesampainya dirumah sakit, yang pertama muncul diotaknya adalah Jungkook. Setelah melihat peti mati Ibunya, dan sedikit menyalami tamu Namjoon menghidupkan ponsel yang ia sadari belum tersentuh sejak keberangkatannya dari negeri seberang.

Ada banyak sekali pesan dan pemberitahuan masuk. Apalagi dari Seokjin-sahabat yang juga dokter pribadi keluarganya-orang terakhir yang ia Hubungi.

From: Kim SeokJin
Jika sudah sampai, temui aku dan Jungkook di Kantin Rumah sakit.

Namjoon dengan jelas melihat Seokjin sedang menyuapi Seorang anak diatas kursi roda yang ia kenali adalah putranya, Namjoon mendekat dengan langkah kaki memberat. Dapat diingat bagaimana penolakan Jungkook saat sebelum dirinya pergi.

"Jungkook-ah"

Seokjin memandang Namjoon lalu beralih ke anak yang menunduk dalam dihadapannya, tangan Jungkook kembali bergetar kentara keengganan untuk menemui Ayahnya.

"Hai Joon, kita berbicara setelah Jungkook makan? Lebih baik temui tamu-tamu didepan. "

"Hyung, biar aku saja yang menyuapi Jungkookie. " baru saja sendok itu berpindah tangan; "aku kenyang, Ingin ke nenek saja. "

Namjoon dan Seokjin saling berpandangan, lantas Seokjin beranjak dan menepuk pelan pundak lelah sahabatnya. "Tunggulah sebentar. " tak lama kemudian kursi roda yang membawa Jungkook didorong pergi, bersamaan sebuah helaan nafas kasar dari sang Ayah.



***

Upacara pemakaman akan dimulai tiga puluh menit yang lagi. Lelaki berlesung pipi itu malah mengasingkan dirinya disebuah kursi taman besi yang terasa dingin dibelakang rumahnya. Memandangi pantulan dirinya sendiri yang mengambang di permukaan kolam renang.

Disebelah kanannya terpasang pita putih tanda yang berduka.

Ibunya pergi.

Meninggalkan sebuah tanggung jawab besar dipundaknya.

Anak.

Dua minggu berlalu setelah Namjoon berpisah dengan sang Istri. Dua minggu itupula Namjoon menjadi orang yang tidak dikenal, bekerja seperti orang gila, mengambil perjalanan penelitian kemana-mana bahkan sampai keluar negeri. Kiat cepat menghilangkan luka dalam hatinya, hingga lupa ada sosok lain yang lebih dalam lukanya dibanding dia sendiri.

Namjoon menjadi buta akan keadaan.

Jungkook hanya butuh kamu dan ibunya Joon.

Setelah keluarganya rusak, Jungkook bersama Neneknya---Ibu Namjoon---bersama limpahan kasih sayang yang sebenarnya Jungkook butuhkan untuk sekedar lupa akan kejadian buruk yang terjadi.

Ibunya pergi, ayahnya bertingkah tidak peduli, keluarganya rusak, Jungkook ketakutan dalam sedihnya. Kau buta Namjoon-ah. []




















Fun fact: Aku reflek nempatin Seokjin jadi dokter di setiap cerita aku hehe.

Patah;JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang