The Last Bento

26 4 1
                                    



Aku menengadah meresapi butir-butir salju yang terjatuh sambil memegang erat kotak makan atau bento yang selama ini menghubungkan kita

Dia yang selalu tersenyum ketika aku menyodorkannya. Dan dengan antusias dia akan bertanya padaku "Apa menu hari ini? Kau bereksperimen lagi dengan tofu? Atau membuatkan makanan khas indonesia lagi?" 

Aku suka. Tak masalah jika diriku harus terbangun ekstra pagi untuk menyiapkannya. Mendengar ocehan Okaa-san yang melihat aku memberantakan dapur karena hasil eksperimenku. Aku sudah terbiasa. Bahkan diam-diam selalu menghabiskan jatah bahan-bahan makanan kami di rumah. 

Bulan desember menjadi bulan yang selalu aku nantikan. Terutama saat turun salju. Tokyo jarang sekali turun salju di musim dingin. Hanya beberapa hari saja di bulan desember. Biasanya mendekati pergantian tahun dan itu menjadi moment yang sangat aku tunggu. Aku ingat pertama kali menginjakkan kakiku di Jepang saat umurku masih 12 tahun dan itu pada bulan desember.

Aku membencinya. Membencinya dengan sangat karena terlalu dingin. Terbiasa dengan hawa panas dan hangat di Jakarta membuatku tak begitu nyaman berada disini. Aku bahkan tak pernah beranjak untuk keluar rumah meskipun Ayah merayuku dengan berbagai cara. Sampai saat itu tiba, dimana aku pertama kali bertemu dengannya. Ryo Yoshizawa. Namanya bahkan sama dengan aktor Jepang kesukaanku. Tetapi dia selalu bilang "Aku bahkan jauh lebih tampan dari dia." Dengan cengiran khasnya dan lesung pipi di sudut kanannya. 

Saat itu Ryo datang ke rumah karena ayahnya sedang ada tugas dinas di luar negeri untuk beberapa hari dan meminta Okaa-san untuk menjaganya sementara waktu. Aku bertemu dengan Ryo, anak yang begitu periang, suka tertawa dan selalu blak-blak dalam berbicara. Dia mengingatkanku pada tokoh utama dalam serial anime One Piece. Sangat mirip sampai hal makananpun mereka sama. Ryo sangat senang makan terutama daging sampai akhirnya aku bersikeras agar dia memakan makanan lain selain daging. Aku belajar memasak bahkan sering sekali meminta resep makanan pada Nenekku di Jakarta agar bisa membuatnya. Waktu kecil aku suka memasak dengan nenek hingga aku punya impian ingin menjadi seorang chef. Saat pertama kali Ryo datang ke rumah, aku dan Okaa-san sedang memasak tempe mendoan kesukaan ayah. Ayah sendirilah yang membawa bahannya dari Jakarta. Ayahku seorang konsultan di kedutaan Indonesia untuk Jepang, dia masih sering bolak-balik Indonesia-Jepang untuk bertugas. Tetapi saat bulan desember terutama menjelang akhir desember dia akan ada di Tokyo untuk menghabiskan tahun baru bersamaku dan Okaa-san

"Hello, i'm Ryo Yoshizawa desu, nice to meet you" Kata Ryo saat pertama kali bertemu denganku. Aku terkikik mendengar aksennya yang berusaha menggunakan bahasa inggris saat menyapaku. Dia hanya memandangku dengan bingung sambil menggaruk kepalanya. 

"Doumo, Yuuki Airisha-desu" Kataku dan dia terkejut mendengar aku bisa menggunakan bahas Jepang. Sejak kecil Ayah dan Okaa-san mengajarkanku dua bahasa. 

Sejak pertemuan itu Ryo mengajarkanku berbagai hal. Mengajarkanku cara memakai sumpit yang benar, cara minum teh ala orang Jepang yang membuatku tak sabar karena terlalu kecilnya gelas yang digunakan, sampai membolos sekolah dia juga yang mengajariku. Hahaha. Dan kecintaanku akan bulan desember juga berkat dirinya. Aku punya janji dengannya. Saat bulan desember, aku akan bertemu dengannya saat salju pertama kali turun di Tokyo dan membawakan makanan khas indonesia yang belum pernah dia makan. Aku ingat saat dua tahun yang lalu, Ryo tidak bisa ikut pergi bersama kami menghabiskan malam tahun baru di rumah Rieka karena sakit perut yang dideritanya. Karena malam sebelumnya aku bertemu dengannya membawakan balado kentang dan hati ayam yang pedas. Bagiku tidak terlalu pedas. Hanya saja Ryo memakannya terlalu banyak. Padahal aku bilang untuk memakannya bertahap dan jangan sekali-kali memakannya saat sarapan. Namun Ryo tak mengindahkannya.

Salju di Bulan DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang