3

12 0 0
                                    

Pagi yang mendung membuat tubuhku semakin lemas. Setelah selesai aku mandi, aku langsung menarik benda kotak berwarna hitam dari bawah kasurku. Aku naiki benda itu dengan harap-harap cemas. Tertulis dengan angka digital berwarna putih itu 56.3kg. Yang artinya hari ini berat badanku berkurang. Tinggiku yang mencapai 170cm yang berarti berat badanku normal cenderung kurang.

Tiba-tiba moodku meningkat drastis. Aku menyapa mamaku dan memakan nasi goreng yang dibuatnya dengan senang hati. Walaupun, aku hanya memakannya sebanyak 3 suap.

Mamaku tidak tahu bahwa sampai hari ini aku masih melakukan bulimia. Dua tahun lalu aku pernah dibawa ke psikolog karena berat badanku yang mencapai 50kg. Aku kurus kering tidak mau makan bahkan hampir anorexia. Farhan selalu mensupportku waktu itu walaupun dia masih sekolah untuk mendapatkan lisensi spesialisnya waktu itu. Dia selalu mendampingiku setiap ke psikolog.

Sampai akhirnya berat badanku bertambah 10kg. Aku melakukan bulimia kalau aku merasa stress dan tidak ada yang bisa menenangkanku selain membersihkan isi perutku.

"Farhan apa kabar?" Tanya mamaku basa-basi kepada Farhan saat tiba dirumahku.

"Baik tante" jawab Farhan dengan sopan. Aku buru buru mengambil tasku dan merapihkan pakaianku untuk menemui Farhan. Dia tersenyum lebar saat melihatku diambang pintu.

"Hai" sapanya dengan bibir tersenyum lebar. Aku membalasnya dengan sikap yang sama.

"Mah aku berangkat ya" kataku ke mamaku sambil mencium punggung tanganny yang diikuti oleh Farhan.

Mobil honda H-RV berwarna putihnya dengan pengharum vanilla kesukaanku sangatlah bersih.

"Bagaimana semalam ? Dhika ?" Tanya Farhan dengan berhati-hati.

"Uhm.. seperti biasa dia cerita yang tidak aku tanggapi kami ke sebuah mall lalu makan di restoran seafood" jelasku panjang

"And you do 'it' again ?" Tanyannya sambil memanglingkan matanya dari jalan dan melihat lurus kearah mataku.

"Uh .. um .. no" jawabku gelisah karena aku tidak ingin dia tau

"Liar" jawabnya sambil kembali memfokuskan matanya pada jalan. Aku hanya bisa menghela nafasku.

Lalu dia mengambil tanganku dari atas pahaku. Dia menggenggamnya.

"Babe, sabtu kita ke dokter Okto lagi ya.. cuma kontrol rutin kok " bujuknya agar aku mau kembali ke psikolog.

Aku tidak ingin ke psikolog lagi karena takut untuk di suruh menambah berat badanku lagi. I really love my body. By doing 'it'.

"Babe, i'm okay no need to" jawabku santai tapi berusaha meyakinkannya.

"Sore ini Dhika jemput kamu ?" Tanya Farhan mengalihkan pembicaraan. Seorang dokter spesialis penyakit dalam ini memang sangatlah baik.

"Kayaknya engga deh. Soalnya dia mau rapat sama keluarganya. katanya dia mau mulai serius untuk memegang saham" kataku sambil mengakhiri kalimatnya dengan mengangkat bahu.

"Tapi sore ini aku juga ga bisa jemput kamu babe" jawab Farhan sambil membuat raut muka menyesal.

"Gak apa apa. Aku juga mau jalan sama Dinda nemenin dia beli make up" kataku menenangkannya.

"Sorry babe. Tetap kabarin aku ya." Pintanya dengan sangat halus. Aku menganggukan kepalaku untuk jawabannya.

Sesampainya aku di gedung bergerbang hijau dengan dua satpam berbaju hitam sebagai penjaganya.

"Disini aja babe. Nanti kamu telat lagi" kataku. Mobil Farhan langsung melipir kesebelah kiri untuk berhenti.

"Thanks babe. Love you" kataku lalu mencium pipi kirinya. Aku buru-buru keluar dari mobil untuk bergegas masuk ke ruangan guru.

Mengajar di TK yang berbasis internasional sangatlah sulit. Apalagi, semua muridnya berasal dari kalangan keluarga kaya. Sangat disayangkan mereka hanya didampingi nanny dan driver. Orang tua mereka sibuk kerja sangat jarang sekali aku bertemu langsung dengan orang tua murid-muridku kecuali saat ada rapat. Itu juga sambil memamerkan kekayaan masing-masing.

Berbeda jauh dengan keadaan aku TK dahulu. Ibuku mengantarku setiap hari walau harus mengayuh sepedah butut sambil memboncengi anak bungsunya yang bertubuh gempal. Sayup suara nafas yang tersegal karena lelah masih aku ingat. Senyum selalu terukir di bibirnya dan tak lupa pula bekal enak yang dia masak di dalam kotak makan Barbie kesayanganku. Ditambah, aku merengek untuk selalu meminum jamu buyung upi coklat di mba Nartih tukang jamu yang mangkal dan akrab dengan warga sekolah.

Nafsu makanku yang sangatlah tinggi membuat tubuhku semakin besar. Cemoohan dan cacian sudah sangat akrab di kupingku. Gajah, baboon sampai truk gandeng sangatlah erat pada diriku. Aku yang ceria berusaha mengabaikan semua perkataan mereka walau hatiku tetap sangatlah sakit. Farhan adalah anak laki-laki terbaik yang tidak pernah mencaciku. Dia malah menjadi sahabatku dan berjanji akan masuk ke SD yang sama denganku.

Tetapi kenyataannya tidaklah begitu. Orang tuanya lebih memilih menyekolahkannya di SD swasta. Sedangkan orang tua ku tidak akan mampu membiayaiku untuk sekolah di SD swasta karena kakakku juga akan melanjutkan sekolahnya ke SMP tahun berikutnya.

Mengingat kesedihanku karena harus berpisah dengan Farhan sangatlah menyayat hatiku. Rasa nyeri dalam hatiku membuatku meringis ngilu.

'It's time to begin the first lesson all students should enter their class room now'

Bunyi bel masuk yang menbuyarkan lamunanku. Semua teman-teman ku langsung bergegas untuk masuk ke dalam ruang kelas begitu juga dengan ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulimia Nervosa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang