Banyak sekali alasan mengapa aku membenci Ibuku. Aku tau di yang melahirkanku dan mempertaruhkan nyawanya. Tapi beda hal dengan hal aku alami, dan hal tersebut karena Ibuku sendiri.
Seharian sudah aku duduk di bangku meja belajar, Ibu memberi hukuman mengurungku di kamar. Ia menyuruhku untuk mengerjakan buku buku soal sampai habis, hanya karena nilai ku tidak sempurna.
Hal ini sudah ku alami dari dulu jika nilai ku kurang. Ibu selalu menuntutku untuk menjadi juara. Setiap hari Ibu menyuruh untuk belajar, waktu untuk bermain tidak pernah ada, bahkan ia tidak segan memukulku jika aku tidak menurutinya.
Darah menetes dari hidung, segera kuambil tisu untuk menghetikan pendarahan. Jam sudah menujukkan jam 9 malam, aku lapar.
Aku mengintip dari lubang kunci, sudah tidak ada Ibu, mungkin sudah tidur. Saat membuka pintu kamar, aku mengintip ke arah dapur untuk memastikan, dan ternyata tidak ada Ibu disana.
Aku berencana untuk mengambil beberapa lembar roti dan air putih, setelah itu kembali ke kamar. Dan rencana itu pun hilang, saat aku merasakan ada seseorang di belakang ku, aku tau itu Ibu. Dengan perasaan takut dan gemetar aku membalikkan badan. Kulihatnya ia membawa rotan, aku takut.
"Anak nakal! Sudah kubilang kamu tak boleh keluar dari kamar sebelum buku itu selesai", marah nya dan satu pukulan rotan mengenai tanganku. Tidak hanya sekali, punggung menjadi korban pukulan rotan.
Di dalam kamar aku tidak langsung mengerjakan buku, aku menangis sesegukan sambil membersihkan luka di tangan. Aku rindu Ayah. Biasanya di saat aku terpuruk selalu ada Ayah yang menemaniku. Tak terasa 5 tahun di tinggal selamanya oleh Ayah, dan sejak itu pula Ibu mulai berubah. Aku tidak tau mengapa, yang jelas disaat Ibu memarahiku, ia selalu berkata, "Contoh Ayah mu! Dia pintar, selalu juara dikelasnya".
Aku tau Ayah seorang yang pintar, jenius, sang juara kelas, prestasi yang menumpuk, aku kagum padanya. Tapi tidak dengan cara yang Ibu lakukan padaku.
1 jam sudah kuhabiskan dengan menangis, setelah itu aku melanjutkan apa yang Ibu suruh.
