Setelah sehari penuh berpindah pindah lokasi, akhirnya ku pulang dengan tangan hampa. Dengan wajah penuh debu bercampur peluh kusesali kelalaian yang sudah terjadi.
Penundaan penundaan yang kulakukan ku kutuki sendiri dengan penuh amarah. Teringat suara ibuku yang berharap aku pulang karena kerinduan beliau padaku. Dan selalu ku jawab dengan penolakan halus yang berarti sama dengan "TIDAK".
Dan deringan telepon adikku menamparku hingga terjerembab dalam keheningan yang menyesahkan dada.
Kata kata nya menenggelamkan ku dalam lubang dalam tak berujung, "Mas pulang, Ibu sudah tidak sadar!" Ucapnya tak jelas antara sedih dan amarah.Malam terasa panjang. Pagi yang kuharap tak kunjung tiba. Setiap detik merambat semalam menekan dada ini kuat kuat, menyulitkan ku bernafas.
Mencoba merebahkan tubuh adalah kesia siaan tak sedikitpun mata ini terpejam.
Menunggu sang pemilik cahaya muncul menjadi waktu penyiksaan yang sangat ampun menyakiti hati ku.Setiap helaan nafas berlantun doa agar di sempatkan bertemu perempuan yang berbelas tahun kuabaikan.
Entah berapa SMS, telepon sudah kuabaikan. Entah berupa penolakan sudah kuucapkan pada perempuan yang kupanggil "Ibu".
Dan sore ini aku hanya termangu menatap kosong, karena tak sehelai tiket pun ku dapat, untuk pergi menemui Ibu.
Di setiap loket yang kudatangi jawabannya hampir sama "Habis Mas, ini musim liburan".Terbayang di pelupuk mata Ibu terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang dan alat medis lainnya melekat di tubuhnya yang ringkih.
"Duh Ibu, ampuni aku, maafkan aku..", ratapku tak berkesudahan, berseling doa penuh harap dapat menemui Ibuku meski untuk yang terakhir kalinya.
Dalam keputus asaanku, tiba tiba Hpku berbunyi, tampak dilayar nomor adikku, denga penuh ketakutan dan kekhawatiran kuterima telepon dari adikku.
Terdengar di ujung sana suaranya menanyakan rencana kepulanganku. Dengan berat kukatakan kalau aku tak mendapat sehelai tiket pun untuk bisa pulang menemui Ibu.
Lalu Dina, adikku mengatakan kalau ada temannya yang akan pulang kampung dengan mengendarai mobil, aku bisa ikut mobilnya tanpa harus membayar, hanya saja dalam waktu setengah jam harua sudah sampai di rumahnya Firman (temannya) akan segera berangkat supaya terhindar dari kemacetan liburan.Akhirnya setelah terjebak di kemacetan, aku berhasil mencapai rumah Firman tepat waktu. Firman pun sudah siap untuk berangkat.
Setelah berbasa basi ala kadarnya berangkatlah kami.Dalam keheningan kupanjatkan rasa syukur yang dalam atas perjalanan yang baru ku mulai ini, sambil terus berharap kesempatan baik masih bisa bertemu Ibu.
Sepanjang jalan lebih banyak keheningan, Firman seperti mengerti kesedihanku. Hanya sesekali dia menanyakan kondisi ku.
