TWELVETH

1K 192 3
                                    

Jaerin membuka matanya perlahan. Pemandangan asing menyapanya kala dirinya mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan.

Kim Jungwoo.

Ya, pria itu adalah orang terakhir yang ia lihat sebelum dirinya tak sadarkan diri. Jika ia tidak salah tebak, pasti kamar dengan aroma maskulin itu adalah kamar Jungwoo.

Ia mendesis seraya memegang kepalanya yang sedikit berputar kala ia mencoba untuk bangun. Ia harus menemui Jungwoo. Pria itu pasti kebingungan dengan sikapnya tadi. Apalagi ketika tiba-tiba ia memeluk Jungwoo. Betapa memalukannya ia.

Jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 11 malam. Itu artinya kemungkinan besar Jungwoo sudah tidur. Tetapi, mendengar sayup-sayup suara musik di luar kamar membuatnya yakin Jungwoo masih terjaga.

Dengan hati-hati, ia melangkah. Kakinya masih cukup lemas, tetapi dirinya sudah bisa menjaga keseimbangan. Ia perlahan membuka pintu kamar tersebut dan melongokkan kepalanya keluar.

"Direktur–"

Jungwoo yang semula tengah menghadap laptopnya dengan posisi setengah tidur di sofa panjang itu lantas menoleh. Tersenyum simpul pada Jaerin seraya menegakkan badannya. "Oh, kau terbangun?" tanyanya retoris.

Gadis itu menipiskan bibirnya menanggapi sikap Jungwoo yang selalu hangat padanya. Membuatnya merasa malu saat mengingat dirinya begitu bar-bar menyambar Jungwoo– ah, lupakan saja.

"Apa musiknya mengganggumu? Aku akan mematikannya," ujar Jungwoo cepat saat tak mendapatkan respon apapun dari Jaerin. Dengan cekatan ia melangkah menuju music player di sudut ruangan.

"Tidak, tidak." Ucapan Jaerin sontak menghentikan langkah Jungwoo. Pria itu menoleh ke arah Jaerin yang sedang menatapnya kikuk. "Lanjutkan saja pekerjaan Anda," lanjut Jaerin seraya mendekati Jungwoo.

Jungwoo meringis kemudian kembali ke sofa panjangnya. "Aku cukup risih mendengar kau memanggilku dengan begitu formal," keluhnya pada Jaerin yang kini sudah duduk di sofa tunggal di hadapannya. Dengan tatapan teduh, ia menatap lurus ke arah Jaerin. "Panggil saja Jungwoo. Aku tidak terlalu suka senioritas."

Apa itu? Baru saja Jungwoo memintanya untuk tidak terlalu formal padanya? Bukan kah jika di drama-drama hal ini merupakan permulaan hubungan spesial antara seorang berjabatan tinggi dengan sekretarisnya? Oh, sepertinya Jaerin harus kembali ke dunia nyata. Mana mungkin seorang Jungwoo menyukainya, 'kan?

"Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Jaerin pada akhirnya ketika Jungwoo kembali memangku laptopnya hingga cahaya dari layar laptop itu memantul di wajah rupawannya.

Pria itu mendongak dan menatap Jaerin dengan senyuman andalannya. "Kau ingat Consydith Corp yang beberapa minggu yang lalu membatalkan kontrak dengan kita?" Dirinya lantas kembali mengalihkan pandangannya ke layar laptopnya. Tangannya kini sibuk di atas keyboard laptop seolah-olah ada hal yang menarik yang ingin ia tunjukkan pada Jaerin.

Gadis itu hanya menatap raut bahagia Jungwoo dengan kebingungan. Jelas ia mengerti pembicaraan ini. Ia cukup sering dimintai pendapat mengenai ini oleh Johnny. "Apa mereka akhirnya memutuskan untuk bekerja dengan kita?"

Pria itu menggeleng kuat sebelum kemudian menyerahkan laptopnya pada Jaerin yang masih terpaku di tempatnya. "Mereka tidak cukup kuat ternyata. Lihat, bahkan saham mereka turun drastis minggu ini."

Kedua mata Jaerin mengamati grafik yang terpapar di layar laptop milik Jungwoo setelah dirinya menerima benda tipis itu. Sesekali dia mengamati bagian lainnya sebelum kemudian mengangguk setuju. Grafik itu tidak bercanda. Saham Consydith memang jatuh.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang