FOURTH - Fate

1.4K 241 15
                                    

"Membunuh?"

Taeyong mendesis dengan telunjuk menempel di depan bibirnya. Dengan was-was, ia melirik ke arah ruang periksa, tepat di ujung tangga yang menuju ke atas. Di sana ada Mark, sang topik pembicaraannya dengan Jaehyun.

"Kecilkan volume suaramu," desisnya sedikit kesal pada Jaehyun yang nampaknya tidak merasa bersalah sedikit pun.

"What the hell! Hyung, seharusnya kau melaporkannya!" Kini suaranya lebih ia kontrol. Terpaksa, karena dirinya pun masih merasa tak terima dengan tindakan Taeyong itu.

Dengusan terdengar dari hidung bangir Taeyong. Jika saja bisa, ia tentu saja sudah melaporkan Mark. Namun, sayangnya, ia benar-benar tidak bisa melakukannya. "Itu melanggar etika seorang dokter. Seharusnya dokter melindungi pasiennya."

Pria pemilik wajah tampan dan lesung pipi itu mengusak rambutnya frustasi. "Shit! Dia membunuh, Hyung! Membunuh! Jika polisi menangkapnya, kau mungkin juga akan tertangkap karena telah menyembunyikannya," jelasnya menggebu-gebu. Sungguh, jika saja Taeyong bukan sahabatnya, ia sudah menampar pipi tirus itu untuk menyadarkannya.

"Aku tahu." Taeyong mendesah kecil seraya menunduk. Kenyataannya, dirinya memang takut saat ini. Ia terus-terusan menyangkal bahwa dirinya akan baik-baik saja. Tangannya bergerak menyisir anak rambutnya ke belakang. "Tetapi, dia tidak bersalah. Dia sakit, Jae," ujarnya lemah.

"Tetap saja, Hyung-"

Brak!

Perkataan Jaehyun terhenti saat tiba-tiba suara benda terjatuh dari dalam ruang periksa menginterupsi. Sontak saja pandangan Taeyong dan Jaehyun beralih ke arah pintu yang tertutup rapat itu. Tanpa mengingat lagi pembicaraan mereka, keduanya segera berlari saling mendahului menuju ruang periksa.

Dan benar apa yang mereka cemaskan. Kini terlihat Mark tengah meringkuk di samping sofa dengan kursi putar yang tergeletak tepat di depannya. Wajahnya terlihat sangat pucat saat mengetahui Jaehyun baru saja membuka pintu tersebut dengan bar-bar. "Hyung!" teriaknya dengan suara serak.

Taeyong yang berada di belakang Jaehyun hanya bisa mengeratkan rahangnya. Mark benar-benar masih membutuhkannya. Dirinya tidak bisa menyerahkan Mark yang seperti ini pada polisi. Tangannya mengepal kuat.

Jaehyun sudah terlebih dahulu menghampiri Mark dan mengamati tubuh itu. Mendeteksi adanya luka baru. "Kau tidak apa-apa Mark?" tanyanya dengan cukup tenang. Atau mungkin lebih tepatnya berusaha untuk terlihat tenang.

Bibir Mark terlipat ke dalam ketika ia menggeleng. Telunjuknya menunjuk ke arah kursi putar yang tak berdaya di posisi tumbangnya. Dilihat dari jari telunjuknya, dapat dirasakan jika tubuh Mark bergetar hebat. "Mereka hampir memukulku dengan kursi," ujarnya dengan napas tersenggal.

Tangan Jaehyun beralih untuk merangkul Mark dan membawa kepala itu agar terbenam di dadanya. "It's okay, Mark. Kami ada di sini," ucapnya. Dia mulai menimbang perkataan Taeyong tentang menyembunyikan Mark. Memang tidak buruk, tetapi begitu berisiko.

Mark menolak dekapan Jaehyun. Dia menatap nanar Taeyong yang hanya bisa terdiam menatapnya dari depan pintu. "Jaerin. Aku butuh Jaerin. Dia bisa melihat mereka. Aku butuh Jaerin," ujarnya penuh keyakinan. Selama ini memang ia tahu baik

Taeyong maupun Jaehyun hanya menenangkannya saja. Mereka sama sekali tidak pernah melihat tiga sosok yang selama ini mereka anggap sebagai pribadi lain darinya. Ia hanya ingin membuktikan bahwa Ace, James, dan Aaron adalah nyata.

Mendengarnya, Taeyong mengerutkan keningnya. Mark tidak boleh banyak berinteraksi dengan orang asing jika tidak ingin diketahui oleh polisi. Namun, menolak permintaan Mark hanyalah sebuah kesia-siaan. Mark pasti akan berontak dan bersikap gegabah. Itu justru semakin membahayakannya.

SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang