FOURTY SEVENTH - Case

710 142 10
                                    

Malam ini rembulan nampaknya enggan untuk menemani bumi. Awan-awan tebal menutup eksistensinya sehingga bumi terasa lebih gelap apabila tidak ditemani oleh lampu dan alat penerangan lain.

Dan yang paling merasakannya adalah pria yang kini tengah menatap kosong langit kelam itu. Suasana malam ini sama persis dengan suasana hatinya. Kalut dan begitu gelap.

Jung Jaehyun, pria yang kini duduk di taman di rumahnya itu sudah beberapa kali menghela napas. Hatinya tak tenang sama sekali. Bukan baru-baru ini ia merasakan seperti itu. Bahkan sejak awal ia sudah merasa resah.

Satu hal yang belum pernah diketahui oleh siapa pun adalah fakta bahwa dirinya merupakan salah satu orang yang mengincar Mark. Tak ada yang tahu bahwa ia adalah mata-mata sejak pertama kali Mark datang ke Korea.

Bukan, ia bukan seorang polisi atau detektif. Ia benar adalah lulusan psikologi dan merupakan adik kelas Taeyong. Benar jika Taeyong yang memintanya untuk bekerja di kliniknya. Dan menjadi seorang mata-mata adalah sebuah kebetulan setelah ia bekerja selama hampir 1 tahun bersama Taeyong.

Hal ini ia lakoni selama hampir 3 tahun dan di antara Taeyong atau Mark tidak ada yang pernah menyadarinya. Bahwa ada penghianat di antara mereka.

Ya, katakan saja ia adalah pengkhianat selama ini. Karena itu lah 3 tahunnya ini dipenuhi oleh perasaan bersalah dan takut.

Dengan gusar, Jaehyun membuka satu bungkus rokok. Menempatkan satu batang beracun itu di bibirnya dan membakar ujungnya. Saat asap sudah mengepul di ujungnya, ia menghembuskan napas dari mulutnya. Otomatis asap putih keluar dari bibir dan hidungnya.

Jaehyun mengernyit saat merasakan sedikit sesak di paru-parunya. Setelah sekian lama ia tak merokok membuatnya merasa tak nyaman. Tetapi, ia tak menyangkal jika nikotin itu membuatnya sedikit lebih tenang.

Tidak sama rasanya ketika ayahnya memintanya untuk menyelidiki Mark. Sama sekali tidak ada tenang-tenangnya. Setiap hari ia selalu merasa tertekan dan diawasi.

Sebenarnya bukan Mark tujuannya, melainkan ayah Mark. Sebelum anaknya kini menjadi buronan, Tuan Lee telah lebih dahulu buronan polisi. Tidak hanya di Korea Selatan saja, tetapi juga di negara asalnya, Kanada.

Masalahnya adalah Tuan Lee merupakan salah satu penyebar ajaran sesat yang meresahkan masyarakat di Kanada. Sudah ada beberapa korban yang berjatuhan karena ajarannya itu, termasuk istrinya– ibu Mark.

Setelah Tuan Lee mendapat beberapa ancaman dari kepolisian Kanada, ia akhirnya pergi ke Korea bersama dengan Mark. Membawa serta seluruh pengikutnya dan membangun kembali kuil di Korea. Dan hal ini lah yang membuat kepolisian Korea Selatan sepakat untuk bekerja sama dengan kepolisian Kanada mencari tahu motif Tuan Lee.

Jung Yunho, ayah Jaehyun, kebetulan saat itu merupakan salah satu detektif kepolisian yang ditunjuk oleh kepolisian pusat untuk membantu mengusut kasus ini. Bukan hal yang baru baginya untuk mengusut kasus seperti ini.

Dan gerakan penggrebekan langsung pada penganut sekte bukan lah caranya. Mereka, bersama seluruh jajaran polisi mengambil cara bawah tanah untuk mengetahui latar belakang Tuan Lee membentuk sekte tersebut. Dengan penggrebekan sama saja memperkeruh masalah karena penganut sekte itu tidak main-main banyaknya.

Alasan mengapa Jaehyun terseret dalam pengusutan kasus ini adalah karena keinginan Jung Yunho untuk mengetes kecakapan anaknya. Pihak kepolisian Kanada telah menjanjikan penghargaan bagi siapa pun yang berhasil mengusut tuntas kasus ini. Dan Jaehyun berkesempatan besar untuk menempuh pelatihan detektif di sana jika berhasil membantu.

Sesuai dengan cita-cita Jaehyun– menjadi detektif.

"Sejak kapan anakku merokok?"

Jaehyun terpekik saat mendengar suara berat ayahnya di belakangnya. Ia menoleh ke belakang dan segera melepaskan rokok dari bibirnya. "Ayah?"

Wajah tegas ayah Jaehyun nampak tak menyukai pemandangan di hadapannya.  "Matikan rokokmu. Ayah ingin bicara," ujarnya kemudian berjalan masuk menuju ruang tamu.

Sepeninggal ayahnya, Jaehyun segera menginjak rokoknya dan menyusul. Ia tahu apa yang akan ayahnya bicarakan. Dan ia sudah siap menerima segala amukan dari sang ayah.

"Sampai kapan kau terus menyembunyikan Mark dari polisi? Kau tahu ini adalah ujianmu dari Ayah. Ayah bisa kapan saja membatalkan pelatihanmu di Rusia jika kau seperti ini terus."

Jaehyun menghela napas. Ini bukan pertama kali ayahnya memperingatkan. Tetapi, semakin kesini, ia semakin sadar apa alasannya ia tetap mempertahankan Mark.

Anak itu tidak salah apa-apa dan tidak pantas disalahkan dalam kasus ayahnya.

"Sudah sangat lama, ya, Ayah," ujarnya seraya menatap ke arah lain. "Sejak pertama kali aku menjadi asisten Taeyong Hyung dan memata-matai ayah Mark."

Jung Yunho mengernyit, tak mengerti arah pembicaraan Jaehyun.

Jaehyun kemudian menatap ayahnya dan tersenyum simpul. "Sejak saat itu pula aku merasakan makna keluarga yang tak pernah ku rasakan selama ini. Bersama Taeyong Hyung dan Mark," lanjutnya kemudian membalas tatapan tajam ayahnya.

"Jung Jaehyun, jangan bodoh. Sekte itu sangat berbahaya dan akan mencelakai orang di sekitarnya."

Gertakan sang ayah tak membuat Jaehyun gentar. Bahkan urat-urat di keningnya sudah mulai terlihat menantang pelototan ayahnya. "Lalu, Ayah menangkap anaknya yang sama sekali tak tahu apa-apa tentang sekte itu?"

"Dia juga membunuh ayahnya, Jaehyun. Ayah harap kau ingat itu."

"Ayah ingat aku pernah berkata jika itu bukan murni kesalahan Mark? Ia sedang di bawah pengaruh iblis!" Nadanya mulai meninggi. Sejenak ia melupakan fakta bahwa ia sedang berhadapan dengan ayahnya sendiri. "Mark adalah korbannya, Ayah! Ia tak tahu apa-apa jika ayahnya membangun sekte terlarang dan menjadikan istri dan anaknya menjadi tumbal!"

Sebuah tamparan keras melayang ke pipi berlesung itu. Sang pelaku menatap sinis orang yang ditamparnya seolah hal itu sangat pantas diterima.

"Apa kepolisian akan menerima dongeng seperti itu?" serunya seraya menatap Jaehyun yang tengah menutup pipinya yang memerah akibat tamparannya.

Rahang Jaehyun mengeras. Tak hanya pipinya saja yang memanas, tetapi juga hatinya. "Ternyata semua polisi tak memiliki hati. Aku akan memikirkan ulang cita-citaku," cicitnya seraya menyipitkan kedua mata tajamnya.

Kedua tangan Yunho mengepal kuat. Menahan agar tamparan kedua tak mendarat di pipi Jaehyun yang lain.

"Cukup! Ayah tidak mau tahu. Kau sendiri yang tahu bagaimana caranya menggapai cita-citamu. Ayah sudah mengatur kemudahan bagimu untuk menjadi detektif. Sekarang kau yang menentukan."

Jaehyun menatap kepergian ayahnya dengan tatapan nanar. Ia menahan air matanya yang hampir keluar dari pelupuk matanya. Demi Tuhan, ia hanya ingin menjadi orang jujur yang membela kebenaran. Kenapa itu terasa begitu sulit?

Mark Lee. Anak itu benar-benar di hadapkan oleh dua bahaya yang berbeda.

























TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SCHICKSAL - Lee Taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang