Part 1

58 15 14
                                    

"Ijinkan aku mengenalmu lebih jauh, biarkan aku menjadi teman spesialmu" Radit Devano-

Kia pov

"Mau mampir nggak Dit? Mumpung hari ini mama masak banyak, masakan mamaku paling enak deh" ujarku menawarkan.

"Gimana ya Ra, udah malam juga, kapan-kapan aja deh ya" menolak halus.

"Oh, iya deh Dit, by the way  makasih banyak ya, kamu udah repot ngantar aku pulang" duh, aku nggak bisa kontrol, mana deg-degan lagi.

"Iya Ara sama-sama, nggak merasa direpotkan kok. Lagian kita searah kok"

"Kiaa, ada siapa nak di luar? ajak temannya masuk dulu, nanti kita makan sama-sama" aku mendengar suara mama.

"Iya Ma, ada temen Kia"

"Ayo Dit, Mamaku udah suruh masuk"

"Iya deh ayo, tapi aku cuma ketemu Mama kamu terus pulang ya" Ucap Radit sembari memarkir kan motornya di halaman rumah Kia.

"Assalamualaikum Tante Rosa"

"Waalaikumsallam, eh Nak Radit, sini duduk dulu, Tante ambilkan cemilan yaa"
Aku sungguh penasaran, kenapa Mama bisa mengenal Radit, apa aku memang tidak tau apa-apa?

"Tidak usah Tante, Radit mau terusan, takut ditunggu Ibu di rumah" ucap Radit sopan.

"Ohh, ya sudah, salam ya untuk Ibu kamu"

"Oke Tante Radit permisi ya, Ara aku duluan
ya, sampai jumpa besok" Radit tampak tersenyum manis.

Mendadak aku tersadar dari lamunanku.

"Eh, iya, hati-hati ya di jalan" sembari mengamati punggung tegap Radit yang terbalut jaket almamater sekolahku dan ransel hitam terlihat berat.

......

Aku sudah selesai melakukan ritual sore, seperti mandi, sholat, dan makan malam. Kini aku sedang duduk di balkon menikmati hembusan angin malam, yang meniup daun-daun pohon di seberang kamarku. Malam ini bulan begitu elok untuk kupandangi. Entah karena memang bulannya atau aku yang sedang bahagia. Aku tidak benar-benar tau. Bintang pun tampak begitu bahagia mengedipkan pesan-pesan yang sarat akan makna. Sulit dipahami. Seperti perasaanku kini.

Radit, dia itu laki-laki yang baik. Tubuhnya tinggi, tegap. Kulitnya tidak putih, tidak hitam juga, ya bisa disebut langsat. Aku suka matanya, sorotnya tajam. Hidung yang tampak bangir, serasi sekali dengan dagunya yang kokoh. Entah, aku seakan terhipnotis oleh itu. Jadi ini yang dinamakan jatuh hati, mungkin aku tidak mengerti apa itu cinta. Tapi ini yang aku rasa.

Untuk malam, biarkan sejenak aku mengawali ini. Biarkan aku mengenali rasa yang tak pernah hadir selama ini. Bersama semilir angin, aku titipkan pesanku untuk Radit. Aku harap dia bisa memiliki rasa yang sama. Aku merasa tidak asing dengannya. Tapi ini benar kali pertama aku berkenalan dengan dia. Biarkan rasa ini tumbuh, seperti bunga-bunga perdu yang kulihat tadi. Biarkan nanti mekar pada masa yang tepat. Biarkan menjadi indah.

.......

"Kia, hey tunggu dong" sejenak kuhentikan langkahku, lalu menoleh ke sumber suara yang sangat aku kenali. Siapa lagi kalo bukan suara Renata. Gadis manis, dengan kacamata yang setia bertengger di hidung mancungnya. Dia sahabatku. Aku mengenalnya sejak 10 tahun lalu, tepatnya saat duduk di kelas 1 SD.

"Iya, aku sudah berhenti ini. Tumben kamu berangkatnya siang, biasanya jadi yang paling pagi" ujarku sembari terkekeh.

"Aku kesiangan Kia sayang, semalem Papaku pulang dari dinas, aku larut mengobrol sampai tengah malam"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

100 Parts to Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang