Namanya Gemilang, tapi kalian boleh panggil dia Gilang. Kami bertemu sekitar sepuluh bulan lalu, ketika saya iseng mampir dan makan di kantin sekolah adik saya.Bukan, dia bukan tukang nasi goreng di SMP adik saya. Kami hanya bertukar senyum saat itu, tanpa ada perasaan lebih, ketika tanpa ada unsur kesengajaan, tidak ada bangku kosong lagi yang bisa ditempati.
Saya sempat heran, kenapa anak-anak bisa keluar di jam segini. Bahkan adik saya belum keluar dari kelasnya, karena itu saya terdampar di kantin dengan sepiring nasi goreng dan segelas es susu vanilla.
Gilang duduk di depan saya saat itu. Dengan nasi gorengnya dan segelas air putih tanpa es.
Saya tidak berniat membuka percakapan, dan sepertinya dia juga berpikir sama. Kami hanyut dalam pikiran masing-masing, sampai suara adik saya muncul.
"Cie pak Gilang."
Begitu kira-kira. Bukan menyapa saya, Aldo malah mengeluarkan tiga kata tanpa arti khusus yang ditujukan untuk pria berkemeja di depan saya.
Saya lihat Gilang hampir tersedak, lalu ia menenggak air putihnya. Saya, seolah terhipnotis, menyesap susu vanilla melalui sedotan warna hijau.
"Kok baru keluar?" Kata saya.
Aldo terkekeh, "Nyelesaiin tugasnya Pak Gilang, kak. Eh gurunya malah disini makan nasgor."
Saya melirik, Gilang tersenyum cukup lebar.
"Kan Bapak bilang kerjain di rumah aja," sanggahnya.
"Iya sih, tapi kan-"
"Nah, makannya kalau dibilangin sama gurunya dengerin, Do."
"Yaa tapi Pak Gilangnya malah makan nasi goreng berduaan sama kakak saya, gimana tuh?"
"Nggak berduaan kok, rame begini."
"Satu meja dipake berdua namanya berduaan, Pak."
"Iya tadinya berdua, terus kamu dateng. Yang ketiga biasanya setan." Kataku sambil merapikan barang-barang, kemudian berdiri. "Yuk."
"Iya deh iya," jawab Aldo. "Maaf ya Pak Gilang, saya jadi setan."
Saya tertawa kecil, kemudian tersenyum tipis ke Gilang, mengucapkan beberapa kata pamit dan menghilang dari kantin sekolah.
Saya pikir hari itu akan jadi hari terakhir saya bicara dengan Gilang. Karena toh saya tidak punya urusan apa-apa dengan dia, saya juga tidak akan kembali makan nasi goreng karena nasi goreng di kantin fakultas jauh lebih enak.
Tapi takdir berkata lain.
Bulan April, tepat setelah adik saya menyelesaikan masa belajarnya di SMP, saya ditarik untuk menonton rangkaian acara pentas seni di sekolahnya. Saya tak menolak, karena ternyata band pacar sahabat saya juga mengisi acara.
Saya berangkat bersama Lala, sahabat saya, setelah lebih dari satu jam pusing dengan pakaian dan make upnya. Katanya Brian mengajak kami untuk dinner setelah pentas seni. Saya tak tahu detailnya, hanya menurut.
Ketika kami datang, acara belum sampai di puncaknya. Lala membawa saya kedalam basecamp pacarnya, yang kemudian mengejutkan adalah saya bertemu Gilang.
Dia dengan ripped jeans dan kaos hitamnya sedang memainkan gitar akustik, saat itu ia terlihat biasa saja. Saya hanya tersenyum dan bersalaman sebentar. Tidak ada basa-basi lagi diantara kami, saya hanya memperhatikan Lala dan Brian sambil memainkan sedotan plastik di Milo kaleng yang sebenarnya adalah konsumsi pengisi acara.
"Gabut ya?"
Saya menoleh sedikit, melihat Gilang yang kini sudah dalam balutan jaket denim dan sudah tanpa gitarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/172954036-288-k299824.jpg)