YBTM #01

68 7 3
                                    

Cuaca cerah ketika matahari mengintip di ujung timur. Aksel sedang bergelut dengan berbagai perabotan dapur, hari ini ia akan membuat nasi goreng untuk sarapan.

Berhubung sekolah masih libur, ia bisa bersih-bersih rumah yang hanya ditinggali dengan adiknya.

Orangtua mereka sedang bekerja di Malang, sebenarnya ayah dan bunda inginnya mereka ikut pindah, tetapi rasa nyaman di rumah ini membuat kakak-adik itu berkata enggan meninggalkan.

Semua jenis kebutuhan rumah, Aksel sudah hapal, tidak perlu mengingat karena sejak dini ia sudah diajarkan untuk mandiri. Berbeda dengan adiknya yang judes dan terkesan tidak peduli dengan lingkungan, namun dibalik itu adiknya merupakan sosok hangat dan penyayang.

Sudah jam delapan, namun tidak ada tanda-tanda adiknya akan beranjak dari kehidupan kamar, memang dihari libur seperti ini ia hanya menyibukkan diri—tidur—didalam kamar.

Aksel menaiki anak tangga, kaki jenjangnya melangkah menuju kamar sang adik, hanya memastikan bahwa ia masih bernafas.

"Aldan, ngapain lo di dalem gak keluar-keluar?" Aksel mengedor pintu cukup keras.

Tidak ada jawaban hingga detik kelima, ia menunggu namun tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hingga Aksel memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Aldan.

Aksel menghela napas dalam, bertanya pada diri sendiri kenapa bisa punya adik yang masih bisa  tidur saat matahari sudah terik.

Laki-laki itu berjalan mendekati adiknya, menyibak selimut, namun Aldan kembali menarik selimut menutupi seluruh tubuh dari kaki hingga kepala.

"Bangun, gak?" Aksel menguncang tubuh Aldan yang masih nyaman terpejam.

"Apaan sih, Bang?! Gue baru tidur jam empat subuh! Ngantuk banget ini!" protes Aldan yang merasa terganggu. Ia berbalik, membelakangi Aksel dan kembali memejamkan mata.

"Gue capek ya Al, bilangin lo terus!Ngapain tidur jam empat?! Ngegame lagi, kan?! Udah tadi malem gak makan, tidur jam empat. Awas aja kalau lo sakit! Gue gak mau ngurus lo." Aksel mulai jengah, heran dengan adiknya, hanya satu saja kelakuannya begitu menyebalkan.

"BANGUN LO!" teriak Aksel yang mulai kehabis kesabarannya.

"Apaan, sih?! Berisik! Pergi sana!" Aldan menyembunyikan kepala di bawah bantal.

Merasa percuma, Aksel memilih keluar.

Masabodo dengan Aldan.

Bocah tengik!

Baru saja menapakan kaki di anak tangga terakhir, Aksel sudah dikejutkan dengan Kinara yang berjalan ceria kearah dapurnya.

Tidak heran jika Kinara masuk tanpa salam. Gadis itu sudah jadi tetangga sejak kecil, rumah Aksel sudah menjadi rumah kedua, Kinara—mungkin—bebas melakukan apa saja disini.

"Pagi Abang Aksel! Aku bawain martabak cokelat kacang." Aksel mengekor.

Kinara memindahkan beberapa potong martabak ke atas piring.

"Tumben Kinara udah ke sini?" tanyanya.

"Kenapa nasi gorengnya masih utuh? Abang belum makan?"

Pertanyaan dibalas pertanyaan, itu seperti kebiasaan Kinara.

"Baru bangunin Aldan tapi gak mau bangun." Aksel mencomot sepotong martabak dan memakannya.

"Jam segini belum bangun?" kepalanya menggeleng, "aku bangunin, ya? Sekalian mau nyolong pulpen Aldan."

Belum dijawab Kirana sudah berlalu, menaiki tangga dengan cepat. Apa tadi katanya? Nyolong? Maling mana yang ijin?

Kinara mengobrak abrik meja belajar milik Aldan, meneliti tiap sudut, siapa tau ada pulpen terselip dicelah-celah buku. Merasa terganggu dengan bunyi gusrah-gusruh. Aldan memilih membuka matanya.

Bukk!

Kinara merasa jengkel, siapa yang telah menggagalkan misi terselubungnya.

"Eh... Bocil mau apa lo? nyolong pulpen lagi?" mampus, Kinara sudah terciduk. Mungkin saat ini bisa gagal tapi next time ia harus mendapatkan pulpen ajaib milik Aldan.

"Beli, nyolong in punya gue terus!" Aldan melotot, bagaimana tidak kesal pulpennya selalu habis dicolong Kinara yang tidak tau diri.

"Pergi sana!" Aldan mendorong Kinara keras, membuat siempu menghentakkan kakinya kesal.

"Aldah terhandsome, jangan kasar sama cewek. Kena karma baru tau rasa lo,"

"Cewek modelan kayak lo emang harus di kasar in!" Aldan memilih mengakhir perdebatan ini. Percuma berdebat dengan bocil tidak ada faedah nya. Yang ada ia semakin darah tinggi.

"Ihh... Gemes kalau Aldan marah-marah, pengen nyium deh," Kinara mengepal tangannya gemes, Entah mengapa melihat Aldan marah-marah menjadi kesenangan tersendiri.

"Lama-lama gua sumpelin mulut lo pakek toa."

Kinara langsung ngacir meninggalkan kamar Aldan, ia khawatir dengan mulut sendiri takut Aldan berbuat aneh kepada dirinya. Tipe Aldan yang tidak pernah memikirkan resiko apa yang ia buat.

"Apaan sih lo ra lari-lari? Mau olahraga? dilapangan bukan disini!" Aksel yang duduk manis tiba-tiba di kaget kan dengan kelakuan Kinara yang bikin rusuh.

"Ini kakak-adik sama aja bikin kesel," Kinara menyilangkan tangan didepan dada, dengan mulut yang berkerucut seperti Donald bebek.

"Jangan ganggu gua baru bete, kena sasaran harimau baru tau rasa lo!"

Aksel mengerutkan dahinya heran, siapa coba yang mau ganggu?

Aksel mengerutkan dahinya heran, siapa coba yang mau ganggu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


New story gangs maaf kan diriku yang jarang update ini tapi pasti aku usaha in buat update terus

Jangan lupa vote coment☺

"Anisa Pratiwi"

26/05/20

You Belong To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang