✈ Aina ✈

98 7 1
                                    

"Hanya karena dia baik bukan berarti dia punya perasaan lebih, jadi diri kamu sendiri yang harus tau batasannya."


Ceklek, Aina membuka pintu rumahnya. Dan di depannya sudah melengkung senyuman dengan lesung Pipit yang khas.

"Pagi Na."

"Pagi Al, Ardo mana?"

"Dia udah berangkat duluan, ada piket katanya."

"Bukannya piket dia hari Kamis ya?"

"Di kelas kita ada pergantian jadwal."

"Oh, ya udah berangkat yok."

Alvin dan Aina berangkat bersama dengan motor Vespa warna abu-abu milik Alvin. Biasanya Ardo berangkat dengan mereka, tapi hari ini tidak.

"Na?"

"Hm?"

"Selain mimpi Lo punya toko bakery sendiri, Lo punya mimpi lain gak?"

"Ada." Jawab Aina di tengah lampu merah menyala.

"Apa?"

"Kalau nanti gue punya cowok, gue pingin makan bakso sama dia."

"Mimpi macam apa itu Na?" Celetuk Alvin sambil tertawa.

"Lo kok ketawa sih, emang sih itu hal sepele, cuman gue pingin aja. 18 tahun gue jomblo, dan gue sering lihat orang pacaran makan bakso. Pingin tau bisa kayak gitu juga."

"Heh banyak beribu ribu karung di luar sana cowok yang mau makan bakso sama Lo, Lo minta segerobaknya aja pasti di kasih. Tinggal Lo pilih aja mau yang modelannya kayak apa."

"Ya tapi kan."

"Tapi apa? Tapi karena bukan Rio orangnya?"

Aina diam, tapi Alvin bisa melihat dari kaca spion sahabat ceweknya ini tersenyum mendengar nama itu.

"Sama gue aja gimana? Mau gak Lo?"

"Gue mau, tapi kalau kentut Lo gak bau lagi."

"Dimana-mana kentut baulah Na, mana ada orang kentut yang kecium parfum Victoria."

"Ya tapi kan Lo suka sembarangan kalo kentut, gak kayak Ardo, tau tempat."

Alvin diam, Aina sering membandingkannya dengan Ardo dan kadang itu menyebalkan. Dan Alvin tau, hati Aina dipenuhi perasaan terpendam untuk Rio.

...

Brukkk, gadis berambut sesiku membanting kotak berisi cokelat di depan Ardo. Aina dan Alvin baru saja datang melihat hal itu, sedangkan Ardo hanya menatap gadis itu datar dengan tangannya yang masih memegang sapu. Aina dan Alvin segera mendekati mereka, tapi melihat kedatangannya, gadis itu melangkah pergi dengan matanya yang tergenang air mata.

"Pagi-pagi udah patahin hati anak orang aja Lo." Seru Alvin sambil ketawa slengek an.

"Itu si Rani kenapa?" Tanya Aina, tapi Ardo masih diam dan mengambil kotak di bawahnya itu. Ardo menyodorkan cokelat itu ke arah Alvin, sontak Alvin sumringah bisa makan cokelat pagi-pagi. Setelah menerima cokelat itu, Alvin langsung masuk ke kelas. Dan sekarang Ardo mulai menatap Aina.

"Ada apa?"

"Rani seperti nya salah paham."

"Salah paham gi mana?"

"Gue sempet nolongin dia beberapa kali waktu dia di bully. Waktu itu di perpus, dikantin sama di lorong UKS juga pernah. Mungkin dia salah nilai maksud gue, jadi.."

"Jadi dia nyatakan suka ke Lo karena dia pikir Lo tertarik sama dia?" Tebak Aina, dan Ardo mengangguk pelan.

"Na?" Ardo terkejut Aina tiba-tiba pergi.

"Na Lo mau ke mana?" Panggil Ardo lagi.

"Gue ke kelas," jawabnya sambil mempercepat langkahnya.


Aina memelankan langkahnya saat dia melihat Rani duduk di bangku dekat ruang lab, tanpa berpikir Aina duduk di sampingnya. Melihat kedatangannya, Rani berdiri dan mau pergi.

"Ran tunggu," Aina menahannya dan mungkin karena Rani perempuan yang kalem sama sepertinya, Ranipun duduk lagi sambil menunduk.

"Gue udah denger dari Ardo."

"Jangan bahas itu, gue malu."

"Ran, gue paham perasaan Lo. Dan gue tau seperti apa sakitnya kecewa dari harapan, tapi sesakit apapun kebenaran gak bisa kita jadikan penyesalan."

"Cuma dia yang baik sama gue, cuma dia yang mau bicara sama gue, gue kira dia.."

"Ran, hanya karena dia baik bukan berarti dia punya perasaan lebih, jadi diri kamu sendiri yang harus tau batasannya. Bukan apa-apa, cuman aku paham Ardo itu orangnya seperti apa. Dia emang baik ke siapapun, kamu paham kan?"

Rani diam, tapi tak lama dia mengangguk.

"Gue emang kelewat batas, gue salah kira selama ini."

"Ran perasaan bebas tercipta untuk siapapun, tapi kita juga gak bisa memaksa menciptakan perasaan yang sama di orang itu. Lo jangan sedih ya, biarpun mungkin sulit buat Lo tapi setidaknya Lo beruntung bisa jadi orang yang pernah dipeduliin Ardo." Ucap Aina sambil tertawa, Ranipun tersenyum.

"Apa dia maafin gue ya? Gue malu dan gue takut kejadian ini bikin jarak antara gue sama dia."

"Dia pasti maafin Lo kok, dan sebenernya gak ada yang perlu diminta maafkan. Perasaan Lo gak salah, gue yakin Ardo paham kok."

"Makasih ya Na."

Aina tersenyum.

"Ya udah gue ke kelas dulu ya?"

Rani mengangguk. Tapi saat melangkah beberapa langkah, Aina menoleh ke arah Rani lagi.

"Ran."

Rani menoleh.

"Makasih ya udah sayang sama Ardo. Semangat."

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang