Chapter II

22 2 0
                                    

Mataku mengerjap pelan. Berusaha menyesuaikan mata dengan cahaya ruangan. Dengan warna putih, aroma obat – obatan, dan suara bip teratur dari alat pendeteksi detak jantung, aku dapat memastikan bahwa sekarang aku berada di rumah sakit.


Aku menoleh ke kiri dan menemukan Chion yang tengah tertidur pulas di sofa. Keadaannya jauh dari kata baik. Rambut berantakan, wajah pucat, kantung mata yang gelap, dan bibir pecah – pecah. Entah apa yang terjadi padanya selama aku tak sadar, yang jelas dapat kupastikan itu bukanlah hal baik.

Netraku masih setia menatapnya. Ia mendengkur halus, terkadang menggeliat. Aku masih tak mengerti mengapa aku merasa begitu familiar dengan gaya tidurnya. Seakan – akan aku sudah sering melihatnya tidur padahal hubunganku dengannya hanya sebatas teman dekat.

Dan untuk kesekian kalinya aku bingung. Mengapa jantungku berdegub kencang? Mengapa tanganku sangat ingin merengkuh pundaknya yang terlihat tak setegap dulu? Mengapa aku merasa sangat merindukannya? Mengapa aku sangat ingin mencium dahinya dan memeluknya hangat?

Hahaha.. sepertinya aku sudah gila. Sangat tak mungkin aku melakukan hal itu padanya. Pasti ia akan merasa jijik padaku dan menjauhiku. Lagipula, apa – apaan dengan perasaan sialan ini? Tak mungkin aku tiba – tiba menyukainya begitu saja, kan?

Pandanganku kembali mengedar dan terhenti pada sebuah kalender di atas nakas. Mengapa aku merasa ada sesuatu yang salah dengan kalender itu?

20 Mei 2056

Aku tertawa dalam hati. Bagaimana bisa rumah sakit salah memasang kalender? Bukankah sekarang masih 2048? Dan produsen mana yang telah memproduksi kalender delapan tahun yang akan datang?

Tanganku meraih ponsel di atas nakas – entah ponsel siapa itu – dan menghidupkan layar utamanya. Wallpaper di lock screen-nya berwarna biru polos. Aku tersenyum. Sepertinya aku tau pemilik ponsel ini.

Namun, senyumku seketika memudar menatap deretan angka dan huruf di bagian atas layar.

Sabtu, 20 Mei 2056

Aku segera mengembalikan ponsel itu ke tempatnya dan berusaha bangkit. Tanganku menggapai pisau buah yang juga berada di atas nakas, tepat di samping keranjang berisi apel segar.

Sepertinya aku sedang bermimpi. Dan bila aku sedang bermimpi, maka aku hanya perlu bangun dari mimpi ini, bukan?

Aku mengangkat pisau itu tepat di atas dadaku. Hendak menghujamkannya tepat di jantung.

Kupejamkan mataku. Kuharap ini tidak akan terasa sakit.
Gerakan tanganku tiba – tiba terhenti saat sadar bahwa ada seseorang yang sedang mencoba menghentikanku.

Aku segera membuka mata dan mendapati Chion tengah menatapku khawatir, “Apa yang kau lakukan, Arly?”

“Aku sedang bermimpi dan aku harus bangun dari mimpi ini. Tolong biarkan aku bangun.” Aku menatapnya. Memohon.

Ia melepaskan pisau dari tanganku perlahan dan menjauhkannya dariku. “Kau tidak sedang bermimpi, Arly. Ini dunia nyata.”

Aku tertawa, “Bagaimana mungkin kau bilang ini dunia nyata? Jika ini dunia nyata, maka seharusnya aku berada di tahun 2048, bukan 2056. Jika ini dunia nyata, maka seharusnya kau tidak bersikap lembut padaku. Terlalu banyak anomali di dunia ‘nyata-mu’ ini.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SnowdropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang