2. Leaving

243 30 22
                                    

Suasana begitu sunyi dan tenang, hanya terdengar suara percikan air dari fountain bundar yang menjadi pusat taman yang dipagari pilar melingkar serta deruan suara angin yang menggesekan daun-daun dipepohonan yang dibawa masuk mengayun pelan tralis jendela yang terbuka lebar dikamar Reo berada.

Sudah beberapa saat ia berbaring diranjangnya hanya menatap langit-langit putih dengan lampu persegi panjang diatasnya.

Tatapan matanya kosong, tapi perlahan ia berusaha menyingkirkan serpihan ingatan yang berontak dalam dirinya.

Dia pun bangkit duduk di tepi ranjang, menjuntaikan kakinya kebawah, sekali lagi melihat kedua tangannya. Sadar, kalau semua yang ia lalui bukanlah mimpi belaka.

Tangan kirinya meraba dada dan lengan kanannya, mendekati bahu yang masih sakit akibat dikoyak oleh makhluk bertanduk hitam yang menyapanya, serta seluruh tulang nya yang remuk saat ia menabrak air, namun baru kali itu ia tahu seseorang telah memakaikan perban dan mengobatinya.

Perhatiannya lalu teralihkan kesebuah meja dorong yang ada dipojok ruangan dan menghampirinya.

Ada sebuah nampan berisi makanan dan secarik surat dengan sederet tulisan, semua kalimat yang tidak ia mengerti, seperti manaruh setiap bahasa asing dalam satu lembaran yang sama. Namun juga ia tak perlu mengerti semua bahasa itu, karena pesan yang diletakan paling atas, ia paham dengan jelas.

"Nikmati makanan ini. Jika kau sudah siap menemui seseorang, katakan saja..."

Awalnya Reo terdiam ragu, matanya kembali berkeliling melihat seisi ruangan yang bersih dan rapi itu, itu adalah sebuah kamar yang luas dengan satu rak buku dan lemari coklat dua pintu juga jendela terbuka dimana gorden putih yang diikat menari bersama angin. Itu adalah tempat yang nyaman.

Ia kembali menatap surat itu untuk sesaat dan menghela nafas panjang sambil berbisik pelan pada dirinya sendiri "Aku akan baik-baik saja..."

"Bagaimana perasaanmu? Apa sudah merasa lebih tenang sekarang?"

"HAAHH!!" Reo terperanjat melompat kebelakang menabrak meja penuh makanan itu, hingga goncangan keras darinya membuat meja dorong tersebut terbalik dan semua makanan diatasnya tumpah ke lantai berantakan.

Melihat seseorang berdiri disana, sosok bayangan hitam dalam benaknya terpanggil.

Saat itu juga, emosinya berpacu dan bereaksi, Reo kembali tersenggal panik yang mana membuat seseorang yang berdiri dihadapannya ikut panik juga.

"Tenang... Tenang... Kau baik-baik saja... Hanya ada aku disini..." Ujar pria tua itu masih berusaha menenangkannya, melambai pelan mengiringin irama nafas Reo agar memelan.

"Kau aman" lanjutnya.

Dalam kepanikan matanya berkedip. Sosok hitam marah yang memegang benda panjang, berganti dengan sosok seorang pria tua kecil yang matanya sudah layu, dengan kumis dan janggut berbentuk runcing, ia mengenakan jubah dan cape panjang sampai kaki.

"Kau butuh waktu lebih banyak. Sekarang, aku akan meninggalkanmu sendiri. Temui aku kapanpun kau siap, aku akan membantumu" pelan-pelan, ia melangkah kembali keluar menuju pintu dengan knop besi berwarna jingga.

"Tunggu..." Reo kembali berdiri, mencoba menyingkirkan kegundahannya.

"Aku baik-baik saja..."

******

Reo kembali duduk ditepi ranjang sembari menunggu pria tua tadi keluar ruangan setelah membereskan semua makanan yang berserakan jatuh kelantai dan kembali dengan meja dorong yang sama, lengkap dengan semua makanan yang baru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AWAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang