Jalan

32 3 0
                                    

Mentari menjulang di ufuk timur, suara kokok jago sudah terngiang ditelinga, Ya benar. Kali ini Ara sudah terbangun dari mimpi indahnya. mengingat besok akan segera memasuki pesantren baru, Dia harus bergegas merapikan baju dan barang-barangnya.

" Araaaaa keluarlah sarapan". Teriak Albert si keponakan kesayangan ara.

"Bentar Aaallll, masih merapikan baju" Ara memang tipe cewek yang rajin dalam segala hal kerapian.

Perut Nenek Jum sudah meronta-ronta ingin segera diisi dengan makanan yang terpampang jelas di depannya, Namun Ara tidak kunjung datang. Makan bersama-sama adalah salah satu peraturan dikeluarga Assegaf dan masih banyak lagi.

Nenek jum beranjak berdiri untuk menghampiri Ara , namun dicegah oleh Albert. Kini Albert pergi menghampiri ara. Tinggalah Rey dan Nenek berdua diatas meja makan.

Rey hanya diam, Mengingat kejadian kemarin, Rey takut salah bicara lagi. Yang ada Rey bakal dipukul seperti kemaren, bekas kemaren saja masih membiru dihatinya apalagi lukanya, mungkin ungu.

Nenek jum melihat Rey tampak iba, Apa yang dilakukan kemarin adalah kemarahan besar perang dunia ketiga. Nenek Jum ingin bicara, namun rasa malu dihatinya masih tertempel lekat².

Dua insan berjalan dari arah selatan sambil bergurau dan menuju meja makan. (Albert dan Ara)

"Selamat makan, maaf Ara tadi lama soalnya lagi beres-beres pakaian"

"Iya kamu lama banget Nduk" Ucap nenek yang agak ceria
tapi kenyataannya murung.

"Sepertinya nenek lapar sekali nih".

"Hahaha kamu tuh bisa aja, udah tau lapar pake nanya" (nenek)

Semua tertawa bersama kecuali satu orang, Rey tidak tertawa maupun senyum sedikitpun tidak dilakukan. Dia hanya menyantap makanan tanpa ekspresi.

"Gimana enak nggak masakannya? ini semua masakan kak Rey. Ya kan kak" Albert kini bicara tentang keahlian kakaknya.

"Enak, sama sekali tidak ada yang kurang, kamu pintar juga masaknya. kapan-kapan ajari aku ya" Ucap Ara dengan mengunyah sesuap nasi beserta ⅛ begedel yang dipotong menggunakan sendok.

"Iya, tapi aku nggak janji" Rey bersuara namun nadanya kelihatan sekali kalau dia sedih.

" Nduk kamu besok, mau berangkat pake apa sayang?" pertanyaan nenek membuat semua pandangan mengarah ke datangnya suara.

"Ehm mungkin naik taxi nek. jaraknya juga tidak terlalu jauh"

"Taxi mahal ra mending grab, eh jangan², grab juga mahal. Gojek atau apa ya? hem gimana kalau naik angkot." saran Albert.

" Iya boleh, Angkot juga bisa"

"Eh jangan², masak anak kota kembang naik angkot sih, nanti kena debu, kena panas, apalagi di angkot banyak perampok." ucap albert.

"Aduh Al..., Keponakanku yang tersayang, Sekhawatir itukah kamu kepada sepupumu ini?" Ara menggoda Albert hingga pipi Albert memerah.

"Aaaaaa Ara, Apaan sih, jadi baper aku mah" Ucap albert yang manja dan terdengar gimana gitu.....?

"Udah-udah kalian banyak bicara, habiskan makannya"
Kini Rey merasa dirinya tidak ikut diajak bicara sehingga memberhentikan percakapan keduanya.

"Benar kata Rey, kalian gaduh sekali, soal Ara biar diantar sepupunya saja, sekarang dihabiskan dulu makannya" nenek menimpali.

Karena Albert merasa dengan kata sepupu dia berkata, " Albert belum berani nek ngantar ke sana, lagi pula umur masih 16 tahun juga, ktp belum punya apalagi SIM nek".

SepupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang