6. RAYA

2.6K 332 2
                                    

Karena hati tak perlu memilih, ia selalu tahu ke mana harus berlabuh.

***

“Bintang! Lama banget sih lo datengnya. Lo gak diapa-apain kan sama abangnya Elara?” tanya Alin dengan menginterogasi Bintang yang baru saja datang.

Bintang menggelengkan kepalanya seraya tersenyum kecut pada Alin.

“Kalau abang gue denger, lo bisa ditendang dari sini, tahu gak.” timpal Elara dengan rambut yang ia gelung dengan rol rambut.

“Ini kita mau ngapain, ya?” tanya Bintang.

“Mau maraton drakor, sih. Tapi kalo ada yang mau curhat, yaudah cepetan,” Raya dengan menaruh ponselnya.

“Alin, cepetan cerita gimana awal, lo, jadian sama Kak Bayu. Cepetan!” ujar Bintang kali ini.

Alin melebarkan bola matanya. Gadis itu sangat terkejut sesaat mendengarkan ucapan Bintang barusan. “Lo, tahu dari mana, Bin?” tanyanya bingung.

“Tuhkan, emang bener, lo ada hubungan apa sama Kak Bayu,” timpal Raya dengan tatapan keponya yang mendarah daging.

“G–gue, Cuma temenan aja kok.”

“Gausah bohong, karena lo gak bisa bohong.” Elara penuh penekanan.

“Gue tahu dari Kak Genta,” ucap jujur Bintang.

“Oke, gue jujur. Ya, gue lagi deket sama Kak Bayu. Tapi, belum jadian, sih, Cuma dekat aja beberapa bulan ini.”

Bintang dan yang lainnya mereka hanya tertawa mendengar ucapan Alin yang terlihat sangat gugup. Sedangkan Alin hanya mendengus kesal. Semua yang ia sembunyikan sekarang malah terbongkar percuma.

Angkasa memasuki coffeeshop terdekat untuk membuang rasa suntuk nya.  Setelah perdebatan pelik antar Bintang dan dirinya, ia begitu merasa sangat bersalah. Dulu dia kehilangan seseorang yang sangat berarti baginya dan tidak untuk kedua kalinya. Angkasa tidak akan pernah membiarkan Bintang jauh dalam pelukan Genta.

“Angkasa.”

Angkasa menoleh ke arah sumber suara itu. Di hadapannya sekarang gadis cantik dengan senyuman yang begitu manis. Dia duduk di kursi kosong depan Angkasa. Senyumannya terus mengembang, menular pada Angkasa.

“Kamu sendiri di sini?” tanya gadis itu. Angkasa hanya menganggukkan kepalanya.

“Aku denger, kamu lagi dekat sama anak kelas sepuluh, ya? Aku senang kamu bisa sedikit demi sedikit mencoba ruang untuk seseorang masuk hati kamu, Sa.”

Angkasa menatapnya dengan begitu dalam. Harapannya berada di ujung warna bola mata gadis itu. Angkasa selalu berharap bisa bersama dengan gadis itu. Dua tahun Angkasa membiarkan Kirana bersama dengan Genta. Angkasa tahu bagaimana perasaan Kirana pada Genta. Perasaannya begitu dalam namun dengan bodohnya Genta melepaskan gadis itu.

“Kamu ke sini sendirian?” tanya Angkasa.

Kirana tersenyum. “Nggak, aku ke sini tadi janjian sama Genta. Tapi, sejak dari tadi dia gak datang-datang. Mungkin nggak, ya, dia datang?”

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang