Cupcakes #9

366 58 126
                                    

Nedia bergeming, sejak tadi ia hanya berdiri di samping Algis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nedia bergeming, sejak tadi ia hanya berdiri di samping Algis. Ya. Algis. Laki-laki yang baru dikenalnya itu kini berada di dapur bersama Nedia. Algis sibuk dengan berbagai macam adonan di hadapannya. Ia terlihat cekatan. Nedia hanya bisa ternganga.

Kemarin, gadis itu kelepasan menceritakan alasan mengapa ia harus membuka kembali toko kue milik bundanya tanpa mengerti apa pun tentang kue. Kecelakaan yang merenggut sang ayah, bunda yang koma dan sekarang lumpuh, hingga ia yang terpaksa cuti kuliah untuk menyambung hidup. Algis menyimak dengan seksama. Dengan wajah datar, laki-laki beralis tebal itu mengomentari di akhir cerita Nedia.

"Gue bisa bantu lo," ucap Algis penuh keyakinan.

"Bantu?" beo Nedia bingung.

"Gue boleh cicip semua kue lo? Biar bisa tau apa aja yang kurang." Algis bangkit dari duduknya, lalu mulai berjalan mengelilingi toko tanpa menunggu persetujuan Nedia. Persis seperti chef handal yang sedang memantau kinerja anak buahnya.

Nedia mengikuti Algis. "Sori, Al. Tapi, kita baru kenal dan gue udah ngerepotin lo?"

Algis tidak merespon. Ia mengambil satu cupcake sederhana dari etalase. Nedia memang tidak memiliki mood sebaik kemarin untuk menghias cupcake-nya.

"Yang ini enak," ucap Algis setelah menggigit cupcake dengan taburan meises warna-warni itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang ini enak," ucap Algis setelah menggigit cupcake dengan taburan meises warna-warni itu. Algis menghabiskan cupcake tersebut hanya dalam tiga kali suapan.

Mata Nedia berbinar. "Serius?"

Algis mengangguk dengan mulut penuh. "Serius," ucap Algis setelah menelan semua isi mulutnya. Ia kembali berjalan mengitari toko, mencomot semua kue milik Nedia. Setelah selesai, ia bersedekap lalu menatap gadis pemilik toko kue itu.

"Sori banget gue harus jujur. Kue lo yang enak cuma si cupcake." Algis menunjuk etalase dengan penuh cupcake. "Yang lainnya ...." Ia menggantung kalimatnya, lalu menggeleng dengan raut wajah yang—lagi-lagi—tidak bisa diartikan.

Nedia meringis. Ia tahu itu. Ia tahu kue-kuenya sangat kacau. Tapi mendapat pengakuan langsung dari orang yang baru dikenal itu rasanya seperti menginjak pecahan kaca. Perih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Cupcake [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang