"Raizel, kau tahu alasanku memanggilmu?" Dua orang lelaki itu berhadapan. Yang satu duduk di sebuah singgasana satu lagi berdiri dan hanya diam.
"Tentu saja kau pasti tidak tahu. Aku hanya ingin bicara denganmu sebentar." Lelaki yang berdiri itu kemudian mengangguk sebelum menjawab, "Kalau begitu aku akan pulang. Kita sudah bicara."
Pria yang duduk di singgasananya itu tertawa lalu menahan pria satunya agar tetap berada di ruangan itu. Saat ini, hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. Satu dengan wajah ramahnya satu lagi dengan wajah dingin dan tidak pedulinya. Pria yang di singgasananya itu yang pertama.
Kembali membalik badan, mendekati pria yang duduk di singgasananya itu, si pria dengan wajah dingin itu melangkah.
"Raizel..." Panggil si pria yang duduk di singgasananya.
"Dunia manusia saat ini semakin berubah, bukan? Tidak seperti ribuan tahun lalu saat mereka membutuhkan bantuan kita. Tapi Raizel, tidakkah kau sadar, bukan cuma manusia yang berubah? Semua yang ada di dunia ini ikut berubah. Mungkin suatu hari nanti kita pun sama. Mungkin kau tidak akan terseret perubahan itu. Tapi bisa jadi kau malah terseret ke dalam perubahan itu. Raizel, aku ingin bertanya padamu.." Diam sejenak, si pria ramah melanjutkan perkataannya.
"Ketika itu terjadi, apa yang akan kau lakukan? Aku ingin tahu.."
-&-
"Tuan,"
Raizel tidak bergeming. Netranya yang serupa rubi itu menyorot kosong pada benda di depannya. Sebuah peti dengan ukiran bulan di atasnya. Dia tahu siapa pemiliknya. Perempuan berambut hitam yang cukup berbeda dari para bangsawan lainnya. Dia perempuan yang sering bertengkar dalam banyak hal dengan Frankenstein.
"Tuan! Anda tidak apa-apa?" Frankenstein mendekati tuannya dengan gusar. Wajahnya khawatir. Raizel menggeleng sebagai jawaban.
"Tuan, mungkinkah pemilik peti itu adalah dia?" Lelaki pirang itu bertanya hati - hati. Dia berdiri di belakang tuannya sambil memperhatikan peti dan tuannya secara bergantian. Kelereng birunya menatap peti dengan sorot yang tidak bisa diartikan. Frankenstein tahu siapa pemilik peti itu. Pemiliknya adalah seseorang yang sangat berharga bagi Raizel.
Sekali lagi memberi sorot yang tidak dia tahu apa artinya, Frankenstein memperhatikan Raizel yang melangkah keluar dari ruangan itu. Kedua pria itu yakin sekali bahwa pemiliknya sudah memasuki tidur abadi.
Menghela napas berat, Raizel berkata lemah, "Frankenstein, bawa peti itu ke Lukedonia."
Si pirang menunduk. "Baik tuan."
Bagaimanapun, Lukedonia tetap rumahnya...
-&-
Lukedonia.
Pintu setinggi empat meter itu terbuka. Seorang pria berambut perak dengan larik hitam di kedua sisi masuk ke dalam ruangan yang luasnya menyaingi luas lapangan bola. Pria itu berjalan cepat mendekati seorang perempuan yang duduk di sebuah kursi. Selain perempuan itu, berdiri beberapa orang dengan pakaian bercorak sama dengan pria dan perempuan itu.
"Gechutel, laporkan." Kata si perempuan. Perempuan itu menumpukan dagunya di tangan, bersiap mendengar segala hal yang dikatakan pria tua itu.
"Baik, Lord. Berdasarkan laporan yang kuterima, peti yang dibakar itu sudah diambil oleh Tuan Raizel. Peti itu akan segera dibawa ke Lukedonia--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Noblesse : Consanguine
FanfictionKetika hubungan darah sudah tidak lagi diperlukan CONSANGUINE