5

23 2 0
                                    

"Apa alasan kalian untuk cabut?" Tanya buk Af yang tegas.

Hening.
Tidak ada satupun dari kami yang berani menjawab pertanyaan guru killer itu. Semuanya mendadak membisu. Hingga akhirnya guru oun menghukum kami, beliau menyuruh kami untuk berlari di lapangan sebanyak 3 putaran setelah itu beliau memukul tangan kami pakai rotan.

Sungguh kami merasa lelah setelah meraton tadi. Kami memutuskan untuk nongkrong di kantin sampai pelajaran di mulai.

"Kenapa kalian cabut?" Tanya pemilik kantin. "Kami hanya kesal saja kak sama buk af, makanya kami nekad cabut." Jawab Rika.
"Kalian tau tidak, tadi semua guru cewek sedang makan goreng di sini dan mereka membicarakan kalian tadi." Jawab kak Sinta pemilik kantin sekolah.

Dengan penasaran akupun bertanya kepada pemilik kantin tersebut. "Emangnya mereka membicarakan apa kak?"
"Entahlah, pas mereka membicara kalian kakak pergi ke toilet ada panggilan alam gitu, pas kakak kembali mereka menyebut-nyebut nama kamu hil." Jawab kak sinta sambil melihat ke arahku.
"Lah kok aku kak?" Tanyaku dengan penasaran.

"Setau yang kakak denger mereka gak percaya kalau kamu berubah gini, bisa cabut gitu dan mereka berpikir kalau sikap kamu berubah gini pasti ada orang uang menyuruh kamu." Jawab kak Sinta.

Jika kalian bertanya kenapa guru di sekolah ini mengenal diriku jawabannya ialah karna ayahku. Ya, mereka mengenal ayahku, ayahku adalah komite di sekolah ini, jadi tak heran bagiku. Selain aku, ada seorang murid yang di kenali oleh guru yaitu temanku Dwi. Kenapa guruku bisa mengenali Dwi karna kakaknya Dwi pernah sekolah di sekolah ini.

"Kak Sin aku juga korban di sini tapi kenapa cuman hilda di pedulikan sama guru." Protes Dwi.
Mendengar protes Dwi aku langsung mengukir senyum mengejek. Aku dan Dwi telah berteman sejak SD, dan aku tau sifatnya dia. Dia bicara seperti itu karna dia cemburu.

"kakak juga gak tau dwi." Jawab kak sinta apa adanya.
Tiba-tiba pembicaraan kami terpotong oleh seorang lelaki, dia menghampiriku dan berkata "Hil kamu di panggil ke ruangan guru sekarang juga."

MAMPUS...
Jika seandainya guru bertanya alasan aku cabut, apa yang harus aku katakan?. Apa aku bohong aja? tapikan aku gak berbakat dalam berbohong, kalau nanti aku jujur teman-temanku pasti marah. Apa yang harus aku lakukan ya Tuhan.

Setelah beberapa menit hening, akhirnya ada teman aku yang membuka suara "kamu bilang aja gak tau." Jawab Rika. Seolah dia mengerti apa yang aku rasakan sekarang ini.

Dengan pasrah ku berjalan menuju ruangan guru. Sesampai di sana semua guru melihat kearahku, tatapan mereka sungguh mengerikan. Aku semakin takut, keringat dinginku bercucuran. Aku gak takut jika diberi hukuman, tapi yang aku takuti jika seandainya semua guru di sini melaporkan kejadian ini ke ayahku. Arrghhh, andai saja aku gak mengikuti apa kata temanku pasti sekarang posisiku aman dan tentram..

"Da ayok kesini" Kata buk rahma sambil menepuk kursi di sampingnya. Aku hanya menuruti kata beliau. Entah kenapa aku merasa aman di samping buk rahma.

Ku lihat di depan, di sana ada guru ekonomi dan guru b. inggris sedang menatapku, aku bener-bener takut. Apalagi mendengar suara guru yang terkenal tegas itu.

"Apa alasan kamu dan teman-teman tadi cabut? Siapa dalang di balik semua ini?" Tanya guru ekonomi.

Mendengar pertanyaan itu aku memilih diam sambil menundukkan kepala. Aku bingung apa yang harus aku jawab. Tiba-tiba ada seseorang yang menggenggam tanganku, dan ku lihat kearah buk rahma, beliau tersenyum dan berkata "Gak usah takut, kalau kamu jujur kami gak akan menghukum kalian".

Hatiku berkata "Semua akan baik-baik saja jika kamu jujur dan mengatakan semuanya pada guru kamu". Akhirnya aku mengatakan semuanya, tidak ada satu pun cerita yang terlewatkan.

Akhirnya aku bisa bernafas lega, rasanya semua beban hari ini lenyap begitu saja. Teman-temanku berlarian dan memgampiri diriku, mereka mengeluarkan begitu banyak pertanyaan, aku yakin mereka juga khawatir sama sepertiku, bukannya menjawab namunku balas dengan senyuman dan berkata "tidak apa semua akan baik-baik saja".

*****

HildaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang