Chapie 3 : Alpha

130 5 0
                                    

Malam sudah semakin larut, sudah berjam-jam Asti dan Aris melakukan perjalanan dari pegunungan Siberia menuju Moskow menggunakan kereta. Setelah Asti ditemukan, Aris memutuskan untuk mengajak Asti berlibur bersama ke Moskow tanpa harus ikut bersama rombongan wisatawan lainnya. Aris memiliki keluarga jauh di Moskow, jadi ia mengajak Asti untuk tinggal bersamanya selama masa libur mereka berlangsung.

Sekarang mereka masih duduk di dalam kereta menuju kota. Suasana di kereta ini mulai sepi dan hanya ada beberapa penumpang yang naik. Selama di perjalanan, Asti tak henti-hentinya memikirkan tentang serigala putih yang ia temui waktu itu. Entah mengapa ada rasa rindu yang melandanya kala mengingat si serigala. Dia serigala yang baik dari serigala lainnya, itulah yang dipikirkan Asti.

“Bibiku memintaku untuk membantunya di ladang. Jadi, selama liburan kita akan tinggal di apartemen sewaan Bibi. Asti?”

Lamunan Asti buyar kala Aris memanggilnya.

“I-Iya, Aris?” ucap Asti agak grogi. “Kau bilang kita akan tinggal di apartemen milik bibimu, kan?”

“Iyaaa….” Aris menaikan satu alisnya sambil bersedekap, menatap curiga gelagat sang sahabat yang sejak keberangkatan mereka tadi lebih sering melamun. “Dari tadi kau sering sekali melamun. Apa kau memikirkan sesuatu?”

Asti hendak bicara, tapi ia urungkan. Dia ingin memberitahukan lagi soal serigala putih yang menolongnya, tetapi percuma saja karena Aris sama sekali tidak percaya. Aris bilang bahwa itu pengaruh dari penyakit kedinginan yang dialami Asti, makanya Asti sering berhalusinasi dan berpikir bahwa dirinya bertemu dengan seekor serigala.

“Dengar ya, Asti.” Aris mulai menjelaskan, “Setahuku, di pegunungan sana sangat mustahil ada serigala jinak. Kebanyakan serigala lebih memilih untuk bersembunyi daripada harus bertemu langsung dengan manusia. Jika bertemu manusia, kemungkinan besar mereka akan menyerang.”

“Tapi, Aris….” Asti mulai membantah dengan nada halus seperti biasa, “Ibuku selalu bilang bahwa hewan apapun akan bersifat agresif jika mereka merasa terancam. Kalau kita bersikap baik pada mereka, mereka tidak akan mengganggu kita.”

“Kau tidak tahu sekejam apa alam ini, Asti!!!”

Asti tercengang dengan teriakan Aris, bahkan sesaat mereka menjadi pusat perhatian beberapa penumpang di kereta. Dia tak menyangka jika sang sahabat akan meneriakinya sekeras itu. Tidak biasanya Aris emosional pada dirinya. Mungkin topik pembicaraan mereka kali ini adalah topik yang sensitif untuk dibahas. Jadi, Asti hanya menunduk diam sampai kawannya membaik.

Di sisi lain, Aris buru-buru memandang ke arah lain dengan pupil mata bergerak-gerak gelisah. Sesaat kenangan masa lalu itu terlintas samar-samar di ingatannya.

Suatu kenangan yang tak pernah ingin ia kenang lagi….

Ayah…!”

“Aris, pergilah! Selamatkan dirimu. Kau harus tetap hidup demi masa depan kita!”

“Tidak, Ayah! AYAH!!!”

Aris meremas kuat helaian keriting rambut merahnya sambil menggeleng cepat. Ingatan itu benar-benar telah membuatnya ketakutan cukup lama. Mulai sekarang, ia harus bisa melupakannya. Terlebih lagi dia merasa bersalah karena telah meneriaki Asti tanpa sebab.

“Asti….”

Asti sama sekali tidak balas menatapnya, dan tetap menundukan kepala sambil memainkan jari-jemari lentiknya.

“Ma-Maafkan aku karena telah meneriakimu.” Aris mengucapkannya dengan amat menyesal. “Aku tak bermaksud untuk--”

“Sudahlah, Aris….”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mate in White ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang