Dia Yang Membuatku Semangat

18.6K 1.2K 57
                                    

.
.

Tidak tahu apa yang terjadi, dan tidak mengerti kenapa bisa begini. Tahu-tahu saja bos baru tempatku bekerja mengatakan aku dikeluarkan.

Apa-apaan ini. Tentu saja aku marah. Namun, semarah apapun tetap tidak bisa melakukan apapun. Akhirnya aku pulang lebih awal dari biasanya.

"Loh Bang, kok udah pulang?" Ibu bertanya saat aku baru saja turun dari atas Motor.

"Di pecat Bu," jawabku duduk di samping Ibu.

"Loh kok bisa, Bang."

Aku mengangkat bahu tak tahu, menghela napas, aku melirik Sebti yang tengah menjemur pakaian. Sebti sesekali menoleh, keheranan melihatku.

"Sabar ya Bang. Allah pasti udah siapin rezeki yang lain buat Abang."

Aku tersenyum kala Ibu menepuk lengan atasku memberi semangat.

"Iya Bu, Makasih ya. Abang masuk dulu." Aku bangkit dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Aku meletakan kunci motor di atas meja, lalu berjalan ke arah dapur dan mengambil segelas air dingin untuk mendinginkan hati.
Masih sangat bingung dengan apa yang terjadi, tak tahu harus mencari uang di mana, sedangkan di rumah ini hanya aku saja yang bekerja.

Dulu hanya menghidupi empat orang jika aku dihitung, sekarang ditambah Sebti membuat pengeluaran semakin bertambah. Sial, jika tahu begini lebih baik dulu aku menolak usulan Ibu dan Ayah.

"Bang Agra kenapa udah pulang Bu?" Aku menghentikan langkah saat mendengar suara Sebti.

"Di kelurin Seb, duhh... Ibu bingung. Padahal Agra udah dua tahun kerja di sana."

"Kok bisa ya Bu, Ibu tahu kenapa?"

"Nggak tahu Seb, Kamu tanya gih sama Agra."

Lalu hening, Sebti dan Ibu sama-sama tak saling berbicara. Tak ingin ketahuan, aku memutar langkah dan masuk ke ruang tv, menyalakanya dan duduk di sana.

"Mau ngopi atau teh Bang, biar aku buatin."

Aku menoleh mendengar suara Sebti di belakang. "Nggak perlu," ucapku kembali menatap tv.

Sebti tak mengatakan apapun, dia berjalan ke arah dapur dan kembali dalam beberapa detik tanpa ember di pelukan. Sebti duduk di sampingku, dia menarik dan menghembuskan napas panjang-panjang.

"Kenapa?" tanyaku tak tahan melihat reaksi anehnya.

"Ehh... apa?" Sebti malah balik bertanya, membuatku mendengkus.

Tak mau ambil pusing, aku kembali fokus pada acara di tv.

"Bang Agra kok bisa dipecat?" tanya Sebti dengan sangat pelan.

Aku terdiam beberapa detik, tak ingin menjawab rasanya, tak penting juga. "Bos yang masukin saya dulu kena kasus." Tapi tanpa sadar aku sudah  menjawab pertanyaan Sebti.

"Abang Sedih?"

Aku mendengkus mendengar pertanyaan bodoh Sebti. Tentu saja aku sedih, di mana lagi aku harus mencari kerja untuk menghidupi keluarga dan dirinya.

"Maaf," gumam Sebti menatapku dengan wajah sedih.

Aku mengibaskan tangan lalu bangkit dan berjalan ke arah kamar.

Aku merebahkan diri di atas ranjang, memejamkan mata lalu kembali terbuka kala merasakan getaran di saku celana tempat ponselku berada.

Dengan malas-malasan aku merogoh dan mengeluarkan ponsel, lalu tersenyum saat nama Kisa tertera di layar ponsel.

Perempuan Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang