kembali untuk dilukai

20.4K 1.3K 86
                                    

Menangis-menangis dan menangis hanya itu yang bisa aku lakukan. Sudah tiga hari aku di rumah Mama,  mereka semua khawatir. Bertanya ini dan itu, memberi nasehat rumah tangga, berharap aku sadar dan mau bercerita apa yang sebenarnya terjadi.

Akan tetapi aku tidak mau, tidak tahu caranya menceritakan masalah yang sedang aku alami. Malu. Bagaimana tanggapan keluarga jika tahu masalah ini.

Pasti mereka akan marah besar.

Dan yang paling aku takutkan, karena emosi mereka akan menceritakan hal ini pada saudara atau tetangga lain. Dengan niat membuat hati lega, tapi yang didapat sudah pasti berita itu akan tersebar sangat cepat.

Aku takut. Takut di pandang kasihan oleh warga kampung. Tidak sanggup rasanya menerima beban itu.

Sedangkan Ibu dan Ayah mertuaku sudah datang kemarin. Mereka mimintaku pulang, menasehati agar menyelesaikan masalah ini dengan damai.

Malam ini mereka juga berencana akan datang kembali, entah benar atau tidak aku tidak tahu. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, tapi belum ada tamu yang datang.

"Assalammu'alaikum."

Aku menegakkan tubuh, baru saja di lamunkan, suara Ibu sudah terdengar di luar sana.

Salam dari Ibu dijawab Mama dengan hangat. Mereka basa-basi di ruang tamu, sebelum Mama pamit hendak memanggilku.

Bergerak gelisah, aku duduk di ranjang dengan tubuh kaku. Entah apa yang aku harapkan dari pertemuan kedua ini. Penyatuan atau perpisahan, keduanya tampak sangat abu-abu.

"Kak, keluar yuk."

Mama muncul di ambang pintu, bergerak mendekat beliau menyentuh bahuku dan mengelusnya lembut.

"Ayo. Sudah di tunggu."

Aku mengangguk, bangkit dan berjalan bersama Mama menuju ruang tamu.  Langkahku terhenti, aku terkejut melihat Agra ada di sana, di apit kedua orang tuanya. Elusan Ibu di punggung, berhasil menyadarkanku.

Kembali berjalan, aku menyalami Ibu, Ayah dan tidak ketingalan Agra. Tadinya aku Ingin melewatinya, tapi semua orang yang ada di ruangan ini memusatkan perhatian penuh pada kami.

Pertemuaan yang diawali basa-basi itu semakin menengangkan saat Ayah mertua mulai membuka suara. "Jadi, siapa yang mau menjelaskan masalah kalian?"

Aku  menunduk, tetap tutup mulut adalah pilihanku. Begitu juga Agra, dia juga tampak tidak mau menjelaskan masalah kami.

Tarikan napas dari keempat orang di ruangan ini terdengar sangat kesal.

"Kalian sudah dewasa, sudah tahu mana yang salah dan mana yang benar." Tapi kami manusia biasa, masih mengedepankan ego masing-masing.

Aku tidak menyeruakan isi hati, tetap terdiam masih menjadi pilihan.

"Pulang ya Seb, masa kalian menikah tapi tinggalnya pisah. Kasian anak laki Ibu, baru nikah udah di tinggal istrinya. " Mama dan yang lain tertawa mendengar guyonan Ibu. "Pulang ya, selesaikan masalah kalian."

Ibu terlihat menepuk paha Agra, menyuruhnya bangkit.

"Ma, bisa saya bicara dengan Sebti," pinta Agra dengan suara lembut dan terlihat sangat sopan.

Mama tersenyum, lalu menganggukan kepala. Memberi pelototan padaku, Mama menyuruhku mengajak Agra pergi tanpa kata.

Aku terpaksa bangkit, berjalan lebih dulu meningalkan ruang tamu. Kami tiba di halaman belakang beberapa menit kemudian, aku segaja tidak mengarahkan Agra ke kamar.

"Maaf." Tanpa basa-basi Agra langsung angkat bicara begitu kami duduk.

Masih terdiam, aku tidak mau semudah itu memaafkanya. Luka hati yang dia beri masih sangat sakit sampai detik ini.

Perempuan Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang