OK, We Are Crazy

14 2 2
                                    

Kami masuk bersamaan dengan seorang pelayan yang membawakan tas kami. Dia bersikap sopan, berpakaian rapi, dan diam tak berbicara sama sekali, namun senyum ramah tetap tersungging di wajah cantiknya. Meski membawa tas yang cukup berat, ia masih setia berjalan dibelakang mengikuti kami.

Perjalanan terisi dengan ribuan kata kagum di dalam hati, mata berbinar melihat ke segala arah.

Huwow, lapangan basket!

Lapangan bola!

Lapangan golf!

Dan berbagai lapangan-lapangan lainnya menyambut kami di awal perjalanan.

Kemudian, jalanan yang kami lewati menjadi teduh, dan sejuk. Oh! Rupanya terdapat atap bolong-bolong yang diatasnya menjalar tanaman hijau. Di sisi kiri dan kanannya, terdapat taman lengkap dengan tempat duduk, meja, dan.....

Air mancur!

Itu air mancur!!!!!

Wah, gila!!!

Aku cuman geleng-geleng kepala sambil mengelus dada.

Ini rumah apa hotel?

Setelah itu, jantungku hampir copot gara-gara tetangga baru bilang...

"Dari sini, kita akan melanjutkan perjalanan menggunakan hoverboard."

Prok! Prok!

Dia menepukkan tangannya dua kali, dan keluarlah tiga hoverboard dari dalam ruangan menghampiri kami.

Tunggu, ini hoverboard kan? Bukan mobil remot kontrol.

Dia dan pelayannya segera naik ke atas hoverboard, siap untuk melanjutkan perjalanan. Sementara aku cuman melongo gitu.

Well, I can't ride this thing!

Hahaha, boro-boro hoverboard, pake sepatu roda aja udah jatuh-jatuh.

Tahu bahwa daritadi aku hanya melihat hoverboard, itu membuat alisnya terangkat satu seraya melihatku. Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum kaku...

"Ekhem, disini gak ada sepeda?"

"Hahahaha, ayo naiklah, mbok. Aku akan memegangimu, jangan takut jatuh."

Tangannya terulur tepat di depan wajahku. Dengan sedikit sombong, wajahku terangkat sedikit ke atas seraya menerima uluran tangannya.

"Jangan modus!"

Senyumnya semakin mengembang. Aku heran memangnya lucu?

Ok, perlahan aku naik ke atas hoverboard. Bagus! Tak ada masalah, lalu kucoba jalan dengan perlahan. Namun,  aku kehilangan keseimbangan dan...

"E-eh? "

Tubuhku hampir saja jatuh jika aku tak menggemgam tangannya dengan erat.

Dia menutupi mulutnya dengan tangannya, aku tahu ia sedang menertawaiku.

"Hei, orang jatuh malah diketawain! Pegangin yang benar!"

"Iya iya, kanjeng ratu~"

Aku mendelik, "APA? "

Dia gugup ketakutan, "Sudah,  mari jalan dengan hati-hati."

"Iya iya, tahu."

Seketika si mbak pelayannya melihatku dengan tatapan...
Dasar modus!

Begitulah perjuangan kami untuk sampai ke benda yang bernama 'mesin cuci' ini yang berada paling belakang dari denah rumah. PALING BELAKANG! SANGAT BELAKANG! BEGITU BELAKANG! TERBELAKANG!

B
E
L
A
K
A
N
G

Aku melihat mesin cuci dengan tatapan kesal, gara-gara benda ini nih!  Benda ini!

"Gak ada teknologi yang bisa buat mesin cuci jalan apa? "

"Ekhem, kalau ada saya sudah beli, mbok. Baik, kita langsung benerin mesin cucinya saja."

Tanpa menjawab, segera kuperbaiki mesin yang terkutuk ini! Tentu saja dengan bibir monyong lima senti dan wajah tertekuk kesal.

"Hm, mbok capek?" Tetangga baru hanya mengamati sambil duduk di kursi dan membiarkan aku memperbaiki mesin dengan tenang. Terganggu dengan suasana canggung membuatnya  memulai pembicaraan.

"Gak, bentar lagi selesai."

"Oh."

5 menit kemudian....

"Mau istirahat dulu?"

"Gak"

"Oh"

10 menit kemudian...

"Mau makan mungkin?"

"Gak"

"Oh"

20 menit kemudian....

"Mau minum? "

"Gak"

"Oh"

30 menit kemudian....

"Hm, ada yang bisa saya bantu?"

"Ada! "

Matanya berbinar senang mendengar hal itu,  kemudian...

"Bantu dengan do'a dan berdiam diri."

Dia tertunduk lesu...

"Oh, ok."

Tik tok

Tik tok

Tik tok

Tik tok

Beberapa detik kemudian....

"Arrrrghhhhh!!!!!! NIH MESIN CUCI UDAH RUSAK NIH,  RUSAK!!!!!!!  RUSAK!!!!" Aku kejang-kejang tak terkendali gegara menngetahui kenyataan pahit. Selang gk bocor, mesin bersih gak rusak, gak ada yang lecet atau beset. TAPI GAK BISA NYALA HAH? KENAPA? APA SALAH DAN DOSAKU?

"sa-sabar, mbok, sabar." Tetangga baru spontan panik ketakutan, tidak tahu apa yang harus dilakukan selain mencoba menenangkan keadaan. Si pelayan mundur beberapa langkah, menjaga jarak aman.

"Sabar, tarik nafas, hembuskan."

"EMANG DIKIRA GUE HAMIL APA? "

Emosi sudah tak bisa dikendalikan, spontan kakiku bergerak menendang mesin cuci.

Bruuuukkkkk!!

"Loh, mesin cucinya muter, tuan muda!" Si pelayan jingkrak-jingkrak kesenangan, tentu saja karena penderitaannya kini telah berakhir. Ia tidak perlu cuci baju secara manual lagi!

Tetangga baru melongo...
"Tendangan maut."

Akupun melongo....
B
A
Z
E
N
G

Bersambung....

Akhir cerita, kedua tokoh cerita ini akan melongo hingga part selanjutnya update.

Warning! ⚠ :
Walau cerita tak secantik Bintang di langit.

Tapi tetep mencet tanda bintang ya !!

See you...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang