Ritme

10 2 0
                                    



Zian masih menggerutu sendiri di depan teras, pun masih kesal dengan kejadian tadi siang, ia menyesali dirinya yang merasa terlalu ramah pada Senna.

"Ahh harusnya tadi aku sok nggak kenal aja, ngapain juga harus nanya bikin dongkol, iya kan Sut!" omel Zian sambil memberi makan burung perkutut bernama Sutrisna milik ayahnya, sang burung hanya bisa menatap seolah mengerti ucapan Zian.

"Mending ngomong sama kamu Sut!" Zian memutar-mutarkan kepalanya berusaha menghilangkan kekesalannya, tiba-tiba handphone nya berbunyi dari kantong celana basketnya dan mendadak menjerit saat melihat sebuah pesan masuk di handphone miliknya.

Datang ke GS sabtu minggu depan.

-Ridwan-

Seketika matanya berbinar, ia meloncat sambil berteriak cukup keras kemudian memberi makan Sutrisna lebih banyak sambil tak melepas tawanya.

Malam hari ia kembali lolos dari Ayah, dengan alasan belanja buku menjadi alibi yang tak terbantahkan. Tentu saja itu tidak benar, cukup tidak mungkin jika ia harus bilang bahwa ia pergi ke studio Lima.

"Coba tebak sabtu depan aku mau ketemu siapa?!" tanya Zian sambil tersenyum bangga.

"Siapa Ian?" Bangas terdengar penasaran.

"Ketemu pak lurah ya?" goda David. Zian menjitak pelan kepala David. "Dipikir mau lapor maling! Tebak dulu yang bener dong!"

"Pas! Pas!" sahut Bagas.

Karena sepertinya tak ada yang antusias Zian menjawab sendiri, "ketemu bang Ronaaaa!!" ucapnya girang.

"Kok bisa? Berhasil ketemu menegernya Ian?" tanya Rani penasaran, Zian mengangguk pasti.

"Ketemu bang Rona aja kayak ketemu presiden Ian Ian..." sahut Ajun.

"Tunggu! Meneger nya bang Rona itu Mas Ridwan yang terkenal cuek akut sama penggemar bang Rona kan! Jadi curiga! Pasti kamu nyogok ya?" goda David.

"Atau nangis-nangis!" tambah Ajun.

"Mugkin mas Ridwan udah bosen kali ya kemarin hampir tiap hari aku mampir kesana. Ini adalah buah dari perjuangan!" Zian mengucapkan bak seorang hero.

"Zian Zian, kamu sampe ngejar- ngejar menegernya gitu nggak malu apa?" David sedikit heran dengan sahabatnya yang berlaku berlebihan kalau menyangkut masalah gitar dan musik.

"Nggak papa yang penting bisa ketemu bang Rona, kalian tahu sendiri bang Rona adalah salah satu gitaris terhebat di provinsi jadi aku harus dapet ilmunya dari beliau!" Zian terlihat membara.

"Aku ngga bisa nemenin ya Ian," kata Bagas.

"Nggak apa-apa kok, entar aku transfer ilmunya ke kalian! Yess!! Ketemu bang Rona uhui ihui yeahhhh." Zian tertawa keras..

"Calon dokter kuliahnya gimana?" tiba- tiba pertanyaan Ajun membuat tawa Zian berhenti, berubah masam lalu tertawa yang dipaksakan.

"Ian, Ian aku fikir aku yang paling malang karena seorang David yang benci belajar harus kuliah ekonomi tapi ternyata kamu lebih menyedihkan!" David memperlihatkan mimik sedih yang dibuat-buat. Zian dengan muka sebalnya langsung melempari David dengan pulpen.

"Yang semangat yang Ian! Puk puk puk," Rani menepuk bahu sahabatnya.

"Sante lho. Aku oke kok!!" kata Zian meyakinkan teman sekaligus dirinya sendiri.

-000-

Sejak kemarin Zian memang tidak meninggalkan senyumnya, bahkan saat di kelas tempat yang mustahil ia bisa se sumringah itu. Putri yang keheranan mencermati Zian yang sibuk menulis salinan materi bu Asih dari catatan Putri.

IntroCodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang