Selama dua bulan ini, baik kau maupun Dafa sama-sama sibuk dengan persiapan pernikahan kami yang akan dilaksanakan esok hari.
Iya, besok. Kalian tidak menyangka bukan ?
Sudah selama satu minggu ini kami berdua dilarang bertemu karena budaya yang dianut kedua orang tua kami, pingitan. Karena hal ini, Dafa menjadi sangat manja sebelum waktu pingitan kami dilaksanakan. Dia menjadi jarang lembur dan menghabiskan quality time denganku.
Hari ini sudah malam, seharusnya aku segera beristirahat agar staminaku untuk besok bisa terisi penuh. Namun, kedua mataku yang sejak tadi sudah aku pejamkan ini, tidak kunjung membuatku berpindah ke alam mimpi.
Sudah sedari tadi aku membolak-balikkan badan untuk mencari posisi nyaman agar aku bisa tertidur. Tapi, sepertinya percuma saja. Kekuatan mataku sekarang sama dengan saat aku meminum kopi hitam sebanyak tiga gelas.
Suara pintu yang terbuka membuatku kembali membalikkan badan ke arah kanan. Mama tersenyum lembut saat melihatku yang memandangnya.
"Mama tahu pasti kamu nggak bisa tidur." ujar Mama sambil menduduki bagian kasurku yang masih tersisa ruang.
Aku mengangguk kecil lalu mendudukan diri dan mendekat ke arah Mama untuk memeluk pinggangnya.
"Wajar, sayang. Dulu Mama juga nggak bisa tidur waktu mau nikah." kata beliau sambil mengelus-elus pelan rambutku.
Sejenak, kami berdua terhanyut dalam diam, sama sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Nggak nyangka ya, anak terakhir mama besok mau nikah. Aretha udah gede. Mama sama Papa bakal ngelepasin satu anak kami lagi." ucap Mama yang membuat tenggorokanku mulai tercekat karena genangan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk mata.
"Mama harap kamu benar-benar bahagia sama Dafa ya, Tha. Pesan Mama, kalau kalian ada masalah, selesaikanlah dari awal baik-baik. Jangan tunggu sampai membesar, nanti akhirnya kemarahan kalian juga ikut membesar."
"Untuk masalah kamu jadi ibu nanti, Mama yakin kamu bakal jadi orang tua yang baik. Kamu perempuan yang penuh kasih sayang, Tha. Mama selalu memperhatikan kamu sejak kecil. Kamu akan selalu memperhatikan anak kecil yang ada di depan mata kamu dengan senyuman. Bahkan, kamu nggak bakal ragu buat nolongin mereka kalau mereka terjatuh atau menangis."
Ucapan Mama barusan kini membuatku tak sanggup lagi untuk menahan tangis. Air mataku sudah mengucur deras dan sepertinya Mama ikut menangis karena aku mendengar sebuah isakan lainnya.
"Aretha, sampai kapanpun, kamu bakal jadi putri kecil Mama, Nak. Rumah ini akan selalu menjadi rumah kamu. Pintunya akan Mama dan Papa buka lebar untuk kamu, untuk suami kamu, dan cucu-cucu kami kelak." kata Mama sambil memberi kecupan kecil di rambutku.
Aku langsung mendongakkan kepala dan berhadapan langsung dengan wajah Mama, seseorang yang melahirkanku dengan mempertaruhkan nyawa. Seorang malaikat yang diutus oleh Allah untuk merawat dan menjagaku sampai sekarang dengan penuh cinta kasih.
Kami berdua sama-sama menangis lalu aku memajukan diri untuk mengecup kedua pipi Mama bergantian.
"Mam, Aretha yakin sekali, pasti Aretha sangat teramat merepotkan Mama. Membuat Mama kesal karena kenakalan Aretha, membuat Mama harus mengelus dada sabar karena Aretha yang sering menentang perkataan Mama."
"Ma, bagaimana bisa seorang manusia biasa seperti Mama memiliki kesabaran yang begitu banyak ? Maafin Aretha ya, Ma, atas kesalahan yang begitu banyaknya Aretha buat. Dan terima kasih, terima kasih sekali mau merawat dan membesarkan Aretha sampai seperti ini. Kesehatan, kesuksesan, dan rezeki yang Aretha dapat, Aretha yakin pasti doa yang Mama panjatkan setiap saat sama Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose You - PINDAH KE DREAME
Romance#PutraTheSeries #TrioTamvanGendengTheSeries #Sequel "Always Stay With Me" "Nice to meet you again, Ms.Karet." ucap Dafa sambil tersenyum miring. Aretha menghembuskan napasnya menahan kesal lalu menjawab, "Maaf, Bapak Dafa yang terhormat nama saya Ar...