Hijrah

6 1 0
                                    

"Kak, tadi Kak Isyana pulang dengan siapa? Kok gak mampir?"  saat hendak ke kamarnya, Isyana disambut oleh adiknya yang bernama Ukhti.

"Tadi kakak diantar sama teman, dia laki-laki. Mungkin kamu sudah melihatnya tadi, kenapa? Ada yang mau kamu bicarakan? Ayo masuk ke kamar kakak" ucapnya seraya tersenyum.

Setelah sampai di dalam kamar, isyana melepas jaketnya dan berganti dengan baju tidur. Saat hendak tidur, Ukhti hanya menatapnya bingung seolah ada yang aneh darinya. Akhirnya ia duduk di tepi kasur seraya memandang adiknya. Isyana mengusap kepala Ukhti yang tertutup hijab, lalu ia bertanya sambil tersenyum.

"Apa ada yang ingin kamu sampaikan? Ingin bercerita atau bertanya? Katakanlah"

"Kak, aku mau tanya. Apa kakak gak risih ketika ada orang lain yang melihat aurat kakak? Apa kakak gak malu dengan dandanan yang seperti ini? Kakak ini islam, tapi kenapa seolah tak mau tahu dan ingkar dengan perintah allah?" pertanyaan Ukhti membuat Isyana tercengang, baru ini ada yang bertanya tentang pribadinya. Sebelumnya tak ada satu orang pun yang peduli padanya.

"Dek, kakak sudah terbiasa dengan gaya hidup seperti ini. Untuk menjadi muslimah seperti kamu itu butuh niatan yang mantap. Kakak cuma gak mau, setelah mencoba lantas gagal di tengah jalan, justru akan memperburuk keadaan yang ada. Kakak salut sama kamu yang bisa menjadi anak sholeha, tapi kakak gak akan pernah bisa. Kakak sudah terlalu kotor untuk menjadi wanita baik-baik, dunia terlanjur tahu siapa kakak. Toh, kakak juga gak pakai pakaian ketat kok" sebetulnya Isyana tidak suka dengan orang yang mengomentari hidupnya, tapi rasa sayang pada adiknya mampu mengalahkan emosi dalam dirinya. Ini adalah pertama kalinya dia mampu bersabar dan tenang, selama ini tak ada yang mampu mengontrol emosinya termasuk Ishaq sekalipun ya pria yang disukainya dalam diam. Bahkan senyuman di bibirnya mampu menunjukkan bahwa hatinya menerima ucapan Ukhti.

"Kak, Ukhti sayang sama Kak Isyana. Ukhti juga amat sayang pada Abi, cukup kak untuk selama ini. Kakak sudah cukup membuat abi dekat dengan neraka, Ukhti ingin melihat Abi dan Umi nanti berbahagia di surganya allah. Ketahuilah bahwa sebelum anaknya menikah, ayah adalah yang bertanggungjawab atas istri dan putrinya. Ukhti mohon dengan sangat, agar Kak Isyana mampu membantu Ukhti untuk menjaga abi dan umi. Ukhti tahu hijrah bukanlah perihal yang amat mudah, setidaknya allah akan menjaga kita. Semua pilihan ada di tangan kakak, Ukhti hanya ingin abi dan umi selamat. Pezina sekalipun akan tetap dimaafkan allah, selama ia mau bertaubat. Bersujudlah, insya allah Allah akan mengampuni" ucapan Ukhti yang amat sangat lirih menyiratkan kesenduan yang amat dalam. Kalimat sederhana namun menohok dan mampu menampar kesadaran Isyana. Isyana malu pada dirinya sendiri, kemana dia yang tegas? Seolah Isyana bukanlah apa-apa di hadapan adiknya saat ini. Kakak yang seharusnya mampu dicontoh adiknya, selama ini justru amat sangat buruk. Anak yang harusnya mampu mendekatkan orangtua pada allah, justru menyiapkan api neraka untuk mereka. Saat Isyana sibuk berperang batin dan menghina dirinya sendiri, tiba-tiba sebuah bingkisan terulur di hadapannya. Perlahan Isyana mendongakkan kepalanya, melihat siapa pelaku yang memberinya bingkisan itu.

"Kak, kita akan berubah bersama. Kita akan menggandeng tangan kakak, kita yang akan merangkul kakak. Perlahan tapi pasti, kita yakin kakak bisa. Sengaja tadi siang aku dan Kak Ukhti belanja gamis ini untuk kakak. Coba dulu yaa" ucap Ais dengan nada manja, senyuman manis terukir indah di wajahnya. Isyana seperti melihat sosok uminya, perlahan air matanya menetes namun segera diusapnya lantas dia mengambilnya dan langsung mencobanya. Menatap pantulan tubuhnya di cermin, sungguh dia amat sangat cantik dengan balutan gamis ini. Bukan lagi kuno, tapi dia nampak anggun dan menyiratkan aura ketegasan dalam dirinya. Saat sibuk memuji keindahan syariat allah ini tanpa disadari mampu membuatnya meneteskan air mata lagi dan malu atas dosa-dosa selama ini. Lagi-lagi ia tertampar oleh kenyataan, bahwa dia adalah manusia yang berlumur dosa. Apa allah masih sudi menatapnya bersujud? Sedangkan kepala hingga ujung jari kaki telah dilumuri dosa. Sungguh tak ada lagi kata yang mampu terucap oleh bibirnya, hatinya sudah cukup mengisyaratkan penyesalan. Bukankah allah maha mendengar dan mengetahui? Pikirnya dalam diam.

"Masya allah, harta keduaku. Cantiknya putriku, sungguh keindahan yang tiada tara"  ucapan abi dan umi mampu menyadarkan mereka bertiga yang asyik memilah gamis.

"Abi? Umi?" sadar Isyana setelah keterkejutan mereka.

"Hijrahlah seperti adikmu, insya allah kamu bisa. Abi dan umi meridhoi langkahmu nak, Allah menjagamu" pelukan abi, umi, dan adiknya mampu memantapkan niat di hatinya. Mungkin akan sangat berat, dan bisa jadi suatu saat dia tertatih. Namun kehangatan keluarga mampu memantik semangatnya, ini adalah awal lembaran yang baru. Sudah sepatutnya dia memperbaiki diri, dia sudah cukup malu pada allah.

Setelah abi dan uminya keluar, Isyana menggenggam tangan adik-adiknya.

"Kakak minta tolong ajari kakak tentang agama dan sholat. Ajari kakak mengaji dan ajari kakak menjadi wanita sholeha. Ajari kakak menjadi surga yang dirindukan, kakak mohon ajari kakak menjadi wanita yang disyukuri oleh siapa pun yang bersama kakak" ucapnya tulus dan penuh harap pada adiknya.

"Baiklah, tapi ada 1 syarat" ucapan adiknya mampu membuatnya bingung. Mengapa ketika ada niatan baik seperti ini mereka justru perhitungan?

Ukhti dan Ais saling bertatapan lalu tersenyum hangat.

"Ajari kami beladiri!!" teriakan dua adiknya ini mampu memekakkan telinganya, seakan rumah siputnya telah copot.

"Aw,, hahaha. Baiklah besok itu kita atur. Sekarang kalian keluar, kembali tidur. Besok kita akan memulai hari yang sangat menyenangkan" Isyana tertawa lalu mengecup kening adiknya satu persatu.

"Selamat malam malaikatku" ucapnya ketika mengecup kening Ukhti.

"Selamat malam bidadariku" ucapnya ketika mengecup kening Ais.

"Selamat malam wanita perindu surga" ucap Ukhti dan Ais bersamaan setelah mengecup pipi Isyana.

Hitam Putih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang