Ko Ko Bop

59 3 1
                                    


“Aaaaaaaaa!”

Demikian jeritan Anna ketika ia melihat jelas lukisan biru membentang di ujung sana. Satu tarikan garis, lurus tanpa hambatan. Kedua tangannya berpegangan erat pada jaket hitam pengemudi. Posisi kepala menghadap sepenuhnya ke arah objek, memandang segara asin yang menyegarkan mata. Anna takjub. Satu-dua ubun-ubun kelapa mulai terlihat dari sini. Gubuk-gubuk sederhana beralaskan daun cokelat dan pasir putih. Anna ingin segera menggisil pasir dengan telapak kaki.

“Aku sudah tidak sabar ingin bermain di pantai. Hei, hei, berapa lama lagi kita akan sampai?”

Ada kejora di tengah laut; sembari kita menyatukan jemari dan kaki menari menggisil pasir. Dansamu, dansaku, dan api unggun yang turut berajojing.

***

Anna adalah seorang hitch hiked. Melakukan perjalanan dengan mendapatkan jasa transportasi gratis oleh setiap kendaraan yang bersedia dijadikan tumpangan. Anna mencintai ibu jarinya setengah mati. Ia yang paling berjasa selama ini. Kalau bukan jempolnya yang setia menunjuk menyamping, para hewan-hewan besi bergerak tidak akan memberhentikan laju rodanya.

Ia melakukan perjalanan ini baru setengah tahun, namun buku jurnalnya sudah habis empat buah. Ada berbagai pengalaman baru yang tercipta, yang sayang untuk tidak ditulis. Kadang kala, terpikirkan juga untuk membuat sebuah buku. Menciptakan sebuah museum kecil untuk perjalanannya. Lalu, khayalan tadi semakin terambung tinggi. Bukunya berbuah kesuksesan, best seller, sampai dibuatkan adaptasi film oleh rumah produksi film ternama dengan Anna—dirinya sendiri—yang menjadi peran utama.

Detik selanjutnya Anna menggelengkan kepala. Baru setengah tahun berjalan dan empat buah jurnal terisi, tapi khayalannya sudah setinggi angkasa luhur.

Hari ini Anna membeli buku jurnal yang baru. Buku jurnal kelima. Ia ingin menuliskan cerita yang berkesan untuk tulisan perdananya di buku kelima. Yang berbeda dari keempat buku lainnya. Mungkin saja ia mendapatkan pengalaman menemukan fosil dinosaurus terbaru atau kapal terbang milik suatu makhluk dari Uranus? Begitulah.

Seperti biasa, Anna mengacungkan ibu jari. Namun mobil-mobil itu tidak berhenti. Melibas rambut cokelatnya, rerumputan, dan dandelion. Kumpulan domba di ujung sana menjerit dalam bahasa mereka. Anna iseng menyahut tanpa tahu arti. Oh, lihatlah, pemandangan dari ujung jalan itu, persis seperti yang ada di setiap film koboi kebanyakan. Fatamorgana, klisenya. Anna membuang ludah, mulutnya terselip debu dan tanah. Mobil-mobil keparat.

Dua-tiga mobil berlalu apatis. Anna merengkel otot lengan, ia tidak menghitung sudah berapa lama berdiri mengacung ibu jari. Pundaknya semakin turun, beban dalam tas yang dibawa semakin ditarik ke bawah. Ia duduk mengentak, kaki terbuka dan kepala menunduk. Mobil berlalu, wus. Melihat atau tidak, untuk sekarang Anna tidak peduli. Ia menenggak air mineral empat tegukan penuh, sisanya digunakan untuk membasahi kepala, lalu mengibaskan rambut mirip iklan sampo ternama.

Dari ujung sana, para domba kembali menjerit. Maaf, Anna tidak bisa mengobrol dengan kalian. Kita berbeda spesies. Jangan membuka percakapan yang tidak ia mengerti.

Maka saat Anna sibuk mengacak-acak rambut sebahunya, sebuah skuter vespa berhenti di pinggir jalan. Anna mendongak. Pria itu menyerahkan sebuah helm.

“Naik.”

Kaca helm kodok tepat di depan hidung. Anna mengerjap. “Ah, iya. Terima kasih.”

Suara mesin kendaraan bermotor terdengar asing saat ini, ketika enam bulan terakhir ia lebih sering duduk nyaman di bawah langit-langit mobil dan di samping torsi kemudi. Tapi kini, ia berpegangan erat pada jaket pengemudi di depannya, yang sungguh sangat baik hati karena telah memberikan tumpangan. Anna masih belum menutur apa pun. Masih keheranan.

leburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang