Bagian 2.

29 3 0
                                    

Pagi-pagi buta Alea sudah meninggalkan rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya. Dia terlihat tergesa-gesa meskipun waktu masih menunjukan pukul 04.00 dini hari. Sedangkan jam kerjanya mulai pukul 8.00.

Di sebuah tempat yang sepi di bawah rindangnya pohon-pohon cempaka ia mulai mengeluakan laptopnya. Dia duduk di bangku tua, tangannya mulai menari di atas keyboard, mengetikan naskah yang sudah dikejar-kejar editor untuk peluncuran novel keduanya.

Aroma wangi bunga-bunga dan segarnya udara pagi menyeruak hidung, menambah semangat dalam menuangkan imajinasi gadis itu. Di dukung dengan suasananya yang tenang serta sepi.

Tempat ini adalah tempat favoritnya menulis, dan menenangkan diri saat dalam masalah. Ini bukanlah taman kota atau taman yang berada di kompleks perumahannya, melainkan tempat pemakaman umum.

"Neng!"

Alea menoleh ke arah yang menyapanya. Dilihatnya seorang lelaki paruh baya berkulit coklat mengenakan kaus putih dan celana pendek se bawah lutut dengan cangkul yang di pikul di pundak kanannya. Memandang dirinya dengan tatapan ragu. Tidak hanya pada wajah, tapi mulai dari ujung kaki dan kepala.

Alea tersenyum lalu menunduk pada bapak itu, "Iya, Pak."

"Ngapain Neng pagi-pagi buta gini di kuburan? Apa tidak takut?" heran pria paruh baya itu.

"Bapak juga ngapain? Apa tidak takut, Pak?" Alea memandang penampilan pria itu, dan menerka kalau ia adalah juru kunci pemakaman ini.

"Saya juru kunci, mau menggali kubur, semalam ada kecelakaan di sana." Pria itu menunjuk ke arah pagar tembok pemakaman yang ambrol. "korbannya meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit dan dikuburkan di sini," jelasnya.

Alea mengangguk faham, "Saya hampir setiap pagi di sini, pak. Karena enak tenang ga ada yang menganggu konsentrasi saya," ucap Alea sambil tersenyum manis.

"Hiii gak takut hantu, Neng?" tanya bapak itu nampak ngeri atas kebiasaan Alea.

"Memang ada, Pak? Selama ini buktinya saya tidak pernah melihatnya," jawabnya sambil tertawa.

Hari semakin siang, di liriknya arloji pada pergelangan tangannya menunjukan pukul 06.00. Para pelayat yang menggali kubur tidak jauh dari tempatnya menulis pada berdatangan membuat makam menjadi kian ramai.

Merasa risih dengan pandangan aneh dari mereka, Alea pun merapikan laptopnya dan memutuskan pergi meninggalkan pemakaman, "Percuma, aku gak akan bisa kosentrasi, lebih baik cari sarapan dulu lalu ke kantor," gumpamanya seorang diri.

Setibanya di kantor, teman kerjanya heboh membicarakan tentang peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa seorang gadis. Alea melambatkan langkahnya supaya bisa mendengar obrolan mereka, untuk mencari tahu, siapa dan di mana lokasi kejadiannya.

"Ririn? Ririn staf baru kemarin, maksut mu?" tanya seorang perempuan, berambut hitam lebat sebahu, dengan mimik tak percaya.

"Iya, Ririn itu, kasian banget, dia itu habis lembur, dan menurut saksi mata motornya tiba-tiba oleng menabrak pagar tembok pemakaman, hih serem pokoknya tempat itu," jawab wanita lain, berusaha menjelaslan.

"Iya, banyak beredar cerita mistik di sana. Mulai dari mobil masuk kuburan. Saat pemilik ditanya, katanya dia nginep di rumah wanita cantik. Hiii kuntilanak, dong!"

"Kuburan itu jauh dari permukiman. Sebagian besar jenazah yang dikubur di sana itu adalah korban kecelakaan. Jadi, wajar saja kau angker. Tempat jtu juga sering terjadi kecelakaan, kan?"

Alea kembali mempercepat langkahnya, dalam hati ia membenarkan terjadinya kecelakaan, karena memang ada bagian tembok yang ambrol yang ditunjukan sama juru kunci yang ia temui tadi. Mungkin korban kecelakaan itu adalah Ririn, yang sekarang makamnya tengah digali. Sayang, Alea belum sempat tahu yang mana anaknya. Tapi, jika terkait hantu, ia belum pernah sekalipun menemuinya. Apa karena dia datang pas pagi? Mungkin perlu dicoba, pulang kerja ke sana sampai lewat tengah malam. Siapa tahu, bisa ketemu.

Cinta Seorang Gadis PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang