Di sekolah ketika jam istirahat kedua...
"Sakura."
(...)
"Sakura!"
(...)
"Hei jidat!"
Sakura mengangkat wajahnya ketika sahabatnya Ino berseru nyaring dari samping bangkunya.
"Oh, kenapa?"
"Ck," Ino berdecak kesal sambil menepuk jidatnya sendiri, "aku bicara panjang lebar sejak tadi dan kau malah bertanya 'kenapa', ya ampun Sakura kau ini kenapa sih? Wajahmu terlihat murung sejak tadi pagi ditambah lagi kantung matamu yang mengerikan itu. Kau ada masalah?"
"Ah, tidak, kok.. aku hanya.." Sakura tampak mencari kata yang tepat untuk menjelaskan pada Ino yang kini memandangnya dengan sorot mata ingin tahu.
"..hanya sedang sibuk belajar," jawabnya dengan cepat.
"Hah?"
"Ya, kau tahu kan sebentar lagi ujian kelulusan. Kau juga seharusnya belajar."
Ino hanya melongo dan berpikir sejak kapan sahabat pinknya itu giat belajar sampai terlihat mengerikan begitu.
"Ya sudah, aku mau keluar sebentar mencari udara segar."
"H-hei jidat!" seru Ino ketika Sakura tampak buru-buru keluar dari kelas. Sayangnya Sakura tak menggubris seruannya.
"Ada yang aneh dengan anak itu," gumam Ino sambil menyentuh dagunya dengan telunjuk dan jempol. "aku harus cari tahu!"
.
Sakura menyingkir ke tempat yang jauh dari keramaian. Tepatnya ia kini berada di belakang gedung sekolah, yang mana disitu terdapat padang rumput yang luas. Itu adalah lahan milik sekolah yang rencananya akan dikelola pihak sekolah menjadi taman hijau, namun belum direalisasikan.
Disitulah ia, duduk beralaskan rumput sementara punggungnya bersandar pada sebatang pohon yang tumbuh dengan rindang. Kesedihan tampak menyelimuti hatinya, itu terlihat dari raut wajahnya. Ia begitu sedih ketika tadi pagi Mikoto memarahinya habis-habisan, walau bukan hanya dirinya. Lebih tepatnya ia dan Sasuke dimarahi habis-habisan.
.
Flashback
"Apa yang kalian lakukan semalam?"
Sakura tampak menunduk ketika Mikoto kembali menanyakan hal itu.
"Tak ada yang mau menjawab?"
"Kaa-san sebenarnya aku dan Sakura_"
"Kami sedang bermain!" jawab Sakura memotong penjelasan Sasuke. Jawabannya itu membuat Mikoto dan juga Sasuke mengernyit.
"Kami bermain tebak-tebakan dan yang menang harus memberi hukuman pada yang kalah. Aku kalah dan... Sasuke yang memberikan hukuman." Jawab Sakura berbohong namun tak berani memandang ke arah Mikoto. Ia hanya sempat melirik sebentar ke arah Sasuke yang menampakan wajah tak percaya.
"Hukuman macam apa itu? Kaa-san melihat semuanya!"
"S-Sasuke hanya menggelitikiku.. itu saja." Kali ini ia menjawab dengan jujur namun tidak membuat keadaan menjadi lebih baik.
Mikoto menghela napas lalu bangkit dari duduknya. Raut kecewa, kesal, marah, tergambar jelas di wajahnya. Namun sayangnya tak ia ungkapkan.
"Ya, sudah. Ini waktunya kalian berangkat sekolah dan kaa-san juga harus bekerja." Mikoto beranjak meninggalkan Sasuke dan Sakura yang masih duduk di kursi ruang tamu.
Sakura menggigit bibirnya. Ia tak pernah menduga hal seperti ini bisa terjadi. Sungguh sakit rasanya melihat ekspresi Mikoto yang seperti itu.
"Penjelasan macam apa yang kau katakan itu Sakura?" nada Sasuke terdengar jengkel.
"Aku tidak mau kau mengatakan yang sebenarnya."
Kali ini Sasuke menghela napas. "Kau justru memperburuk keadaan," tanggap Sasuke yang langsung bangkit dari duduknya, ia mengambil tasnya dan meninggalkan Sakura yang kini terlihat ingin menangis. Pertama kalinya Sasuke melakukan hal itu pada Sakura. Bahkan setelah mereka bertemu di sekolah pun Sasuke selalu membuang muka dan terlihat tak peduli akan kehadirannya. Semarah itu 'kah Sasuke? Haruskah dua orang yang sangat ia sayangi memperlakukannya seperti itu?
End of flashback
"Mereka membenciku sekarang," gumam Sakura sembari meminum jus strawberry dalam botol. Ia menyisakan jus itu seperempat botol. Diam sejenak untuk menarik napas dan setelah itu meminum kembali jus itu hingga tandas.
"Jus itu manis tapi sayang yang meminumnya malah menunjukkan muka masam."
Sakura tersentak kaget begitu mendengar suara itu. Dengan cepat ia menoleh dan menemukan Sasori tengah berdiri di samping. Datang dari mana dan entah sejak kapan lelaki berambut merah itu tiba-tiba ada disitu. Dan lagi, omong-kosong apa lagi yang ia katakan. Tekhnik merayu terkini 'kah? Yang benar saja.
"Mau apa lagi?" Sakura membuang muka. Sungguh ia masih menyimpan rasa benci atas apa yang Sasori lakukan padanya.
"Kau masih marah?" kini Sasori mendudukkan diri di samping Sakura.
Sakura diam, lebih tepatnya tak berniat menjawab.
"Aku minta maaf," ucap Sasori, "aku sungguh menyesal, Sakura. Tolong jangan perlakukan aku seperti ini."
"Cih." Hanya itu yang keluar dari mulut Sakura.
"Saat itu aku terbawa perasaan dan... aku tak menyangka kau akan semarah itu."
"Tentu saja aku marah! Kau memperlakukanku seolah-olah aku ini tak berharga. Lebih baik kau menjauh dariku, Sasori!"
"Sakura_"
"Aku memaafkanmu tapi tolong menjauhlah dariku!" Sakura mencoba bangkit dari duduknya namun Sasori meraih tangannya sehingga ia kembali terduduk.
"Sakura aku mohon jangan begini. Setidaknya buka hatimu untuk menerimaku sebagai teman." Ungkap Sasori dengan wajah yang terlihat bersungguh-sungguh. Mendadak Sakura merasa iba. Apalagi ia mengerti betapa tidak enaknya ketika diabaikan. Namun ia tak mau mengatakan apa pun pada Sasori.
"Hari ini adikku berulang tahun. Malam nanti kami akan membuat pesta kecil untuknya. Aku mengundangmu untuk datang."
"Terima kasih. Tapi aku tak bisa berjanji," jawab Sakura dengan gerakan yang terlihat masih enggan untuk menatap Sasori.
Sasori hanya terdiam dan sedikit menunduk. Ia mengerti tak mudah bagi Sakura untuk benar-benar memaafkannya.
"Baiklah," Sasori bangkit dari posisi duduknya, "aku akan menunggumu. Sampai nanti." Ia kemudian pergi meninggalkan Sakura yang terlihat sedikit menyesal. Biar bagaimana pun, Sakura bukanlah tipe orang yang betah untuk menyimpan perasaan benci terhadap orang lain.
.
Siswa-siswi di kelas Sakura bersorak riang begitu lonceng pertanda pulang dibunyikan. Bagaimana tidak, pelajaran sejarah yang disampaikan oleh Kakashi-Sensei sungguh membosankan. Namun pada akhirnya mereka kembali mengeluh ketika sensei mereka yang tampan itu memberikan tugas untuk menulis sejarah lokal sebanyak 20 halaman, tanpa diketik hanya tulis tangan.
"Kakashi-Sensei tampaknya senang membuat kita menderita," keluh Ino sembari melirik Sakura yang buru-buru memasukkan buku ke tasnya.
"Kenapa buru-buru sekali sih, Sakura? Memangnya ada ap_"
"Aku duluan Ino, daaahhhh!" kata Sakura yang sama sekali tak memperhatikan apa yang Ino katakan.
"Hey jidat! Aku belum selesai bicara!" seru Ino tak terima diabaikan begitu saja oleh Sakura.
"Semakin aneh saja kelakuan anak itu."
.
Siswa-siswi dari kelas Sasuke juga mulai berhamburan begitu keluar dari kelas. Semuanya terlihat bersemangat sekali untuk pulang. Sedangkan Sasuke ia hanya menampakkan raut wajah seperti biasanya, datar tanpa ekspresi. Berbeda dengan salah satu temannya, yaitu Suigetsu yang terlihat asyik membahas lelucon bersama Kiba, Sora dan Choji. Juugo hanya diam, tak tertarik pada lelucon garing Suigetsu. Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak membuat Sasuke dan Juugo bertanya-tanya dalam hati 'apanya yang lucu?'
"Hahaha... bahkan saat kencan kedua pun dia tidak berani memegang tangan gadis itu," kata Suigetsu. Tampaknya mereka telah berganti topik, dari yang semula membahas lelucon garing dan sekarang mulai pindah ke gosip.
"Serius?" Choji terlihat antusias.
"Memangnya kau tahu dari mana Suigetsu?" kali ini Sora terlihat meragukan perkataan Suigetsu.
"Kau bukan orang yang suka mengintip orang pacaran 'kan? Maksudku kau tidak sedang punya penyakit aneh semacam gangguan jiwa yang_"
Bletak!
Perkataan Kiba terhenti karena Suigetsu menjitak kepalanya. Kini mereka tak lagi bercerita tentang gosip melainkan saling balas menjitak. Sementara Choji dan Sora sibuk menyoraki keduanya. Sasuke hanya memutar mata bosan melihat tingkah bodoh teman-temannya itu.
"Sasuke!" seru Sakura yang tampak berlari menghampiri Sasuke. Sasuke hanya membuang muka.
"Ayo, pulang!" ajak Sakura dengan wajah yang dibuat ceria.
"Kau pulang saja sendiri. Aku akan pergi bersama Suigetsu dan Juugo." Sasuke pergi begitu saja tanpa mempedulikan Sakura. Melihat hal itu, perlahan teman-teman Sasuke mulai menghentikan tingkah bodoh mereka.
Sakura menggigit bibirnya. Sungguh sakit sekali rasanya melihat Sasuke memperlakukannya seperti itu. Tak mau menjadi pusat perhatian, Sakura pun berlari dan mendahului Sasuke. hatinya benar-benar sakit.
"Kalian merasa aneh tidak sih dengan dua orang itu?" bisik Suigetsu.
Kiba mengangguk setuju.
"Mereka awalnya mesra sekali, sekarang malah seperti sepasang kekasih yang baru bertengkar hebat,"
"Tapi mereka bukannya adik-kakak?" tanya Sora dengan wajah bingung.
"Sakura itu hanya adik angkat Sasuke," terang Suigetsu membuat teman-temannya serentak berkat 'hah?'
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling In Love With You
RomanceFalling In Love With You Rated: T+ Disclaimer: Masashi Kishimoto Sakura sudah sejak lama menjalani kehidupannya yang baru sebagai adik Sasuke. Akan tetapi Sasuke tiba-tiba mengungkapkan perasaannya. Itu sungguh mengejutkan bagi Sakura.. Seperti apak...