Di sebuah kereta tujuan Amegakure, tampak seorang gadis muda berambut pink sedang duduk sambil mengoret-oret sesuatu pada buku catata n yang ia bawa. Lebih tepatnya ia sedang menggambar.
“Hujan disaat cuaca sedang cerah?” komentar seorang ibu-ibu yang tidak sengaja melihat hasil gambar gadis itu. Benar saja, itu gambar langit hitam dan hujan.
Gadis itu tampak terkejut menyadari keberadaan orang di sampingnya.
“Oh, astaga. Sejak kapan bibi duduk disitu?”
“Ah, kau terlalu serius rupanya. Maaf sudah mengagetkanmu.”
“Tak apa,” balas gadis itu sembari menutup buku catatan itu lalu memasukkannya ke ransel.
“Aku hanya senang menggambar sesuatu yang terlintas di pikiranku,” lanjutnya menanggapi komentar sebelumnya.
Setengah jam kemudian kereta tersebut tiba di Amegakure. Begitu turun dari kereta, gadis itu mengedarkan pandangannya untuk meneliti satu demi satu orang-orang yang berlalu-lalang disana.
“Sakura?”
Bersama dengan suara itu, ia merasakan tepukan ringan di bahunya. Belum sempat ia berbalik, orang yang menepuk bahunya barusan malah menampakkan diri di hadapannya. Di depan matanya kini berdiri seorang gadis cantik berambut pirang panjang dengan poni yang menutupi sebelah matanya.
“Kau.. Sakura, kan?” tanya gadis itu memastikan.
“Kau siapa?” Gadis yang dipanggil Sakura itu balik bertanya. Ia tampak sangat berhati-hati terhadap orang yang baru ia lihat ini.
“Oh, aku Ino Yamanaka,” gadis yang bernama Ino mengulurkan tangannya.
“Aku dan nenekmu bertetangga,” lanjutnya masih sambil menanti jabat tangan dari Sakura.
“Bagaimana caranya supaya aku bisa mempercayaimu?” Sakura tampaknya masih belum bisa mempercayai gadis yang bernama Ino ini. Ino menarik kembali tangannya yang tampak tak kunjung dijabat oleh Sakura. Ia tarlihat berpikir.
‘Cih, awas saja kalau dia ini ternyata penipu!’ batin Sakura.
Sakura adalah tipe gadis yang selalu berhati-hati terhadap apa pun dan siapa pun. Apalagi setelah belakangan ini beredar kabar bahwa banyak penipu berkeliran di Amegakure. Bisa saja gadis pirang di hadapannya ini adalah salah satunya, begitulah pikir Sakura.
Bibir Sakura tersenyum menanti jawab dari Ino. Senyuman yang terlihat seperti akan segera menghajar orang ini kalau ketahuan ingin menipu.
Ino menarik napas dalam-dalam.
“Baiklah. Namamu Sakura Haruno, panggilanmu waktu kecil Saku-chan. Waktu kecil kau suka makan ubi bakar dan sering kentut sembarangan. Waktu kecil juga kau suka ileran kalau sedang tidur, dan_”
“HENTIKAN!” seru Sakura dengan wajah syok berat.
“Benar, kan?” tanggap Ino dengan wajah tanpa dosa.
“Jangan bicara lagi. Segera bawa aku menuju tempat tinggal nenekku,” titah Sakura dengan wajah sok datar namun tak dapat menyembunyikan rasa malunya.
‘Dasar nenek. Bikin malu saja. Sudah ku bilang jangan pernah cerita masa kecil memalukan itu pada siapun.’ Batin Sakura, geram dan juga malu.
Amegakure adalah salah satu kota bersejarah di negara Hi. Satu-satunya kota yang masih bernuansa klasik. Di kota ini ada banyak orang yang senang bepergian dengan memakai kimono. Budaya lama sangat dipelihara di sini. Kota ini juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah. Selain itu, kota ini terkenal akan legendanya. Legenda vampir. Berdasarkan cerita turun-temurun, beribu-ribu tahun yang lalu Amegakure adalah kota para vampir.
“Ini bukan waktunya untuk mendongeng,” protes Sakura begitu Ino menghentikan ceritanya tentang vampir. Baginya itu hanyalah salah satu mitos yang terus dipelihara masyarakat Ame dengan tujuan untuk promosi. Apalagi tadi Ino mengatakan bahwa para lelaki vampir adalah orang-orang berwajah tampan. Sungguh tak dapat dipercaya bagi Sakura.
“Ah, maaf saja, ya. Aku sudah terlalu dewasa untuk mendengarkan dongeng,” lanjut Sakura dengan nada mengejek.
Ino hanya tersenyum mendengar perkataan Sakura. Sesaat kemudian ia memegang bahu Sakura. Sontak yang ia lakukan itu membuat Sakura menoleh dan menghentikan langkahnya. Ia menatap gadis pirang itu dengan tatapan tak mengerti.
“Satu gigitan akan membuatmu bungkam,” ucap Ino dengan nada setengah berbisik tepat di telinga Sakura. Sakura bergidik mendengar perkataan Ino barusan.
“A-apa maksudmu?”
Ino lagi-lagi hanya tersenyum lalu berjalan mendahului Sakura.
“Hei! Jangan bersikap aneh seperti itu,” teriak Sakura sambil berjalan cepat mengikuti Ino.
“Kita harus cepat. Aku tidak sabar ingin bercerita banyak hal padamu,” tanggap Ino yang sukses membuat Sakura tersenyum kecut.
“Memangnya siapa yang mau dengar.”
Sambil berjalan, Sakura memandang takjub sekelilingnya. Nuansa kota tersebut benar-benar klasik. Ada banyak orang yang memakai kimono, juga barusan ia berpapasan dengan beberapa perempuan yang berdandan seperti geisha. Itu adalah pemandangan umum di jalan raya. Namun ketika mereka memasuki jalan kecil, mulai sedikit orang yang berlalu-lalang.
Sekitar 10 menit berjalan tibalah mereka di depan sebuah rumah bergaya tradisional. Begitu tiba, mereka disambut dengan penuh kegembiraan oleh seorang wanita tua. Dialah nenek Chiyo, neneknya Sakura.
“Sudah kelas berapa kau Saku-chan?” tanya nenek Chiyo.
“Aku sudah kuliah, baa-san. Masa baa-san, masa lupa. Panggilnya Sakura saja, ” ucap Sakura dengan nada memaksa.
“Kau masih saja cerewet. .hahaha..” celoteh nenek Chiyo mendengar respon Sakura.
“Kau mewarisi sifat cerewet ibumu.”
“Dan ibuku mewarisi sifat ‘banyak bicara’ dari baa-san,” tanggap Sakura sembari bangkit dari posisi duduknya.
“Baa-san aku mau jalan-jalan sebentar,” kata Sakura lagi yang kini sudah dengan secepat kilat memasang kembali sepatunya.
“Baiklah. Tapi jangan la_”
“Daaahhhh...” seru Sakura mengabaikan nenek Chiyo yang belum sempat menyelesaikan perkataannya. Nenek tua itu hanya mampu menggeleng melihat kelakuan cucunya itu.
Waktu menunjukan pukul 21.23. Sakura sedang berada di perjalanan menuju jalan pulang. Dua jam lebih ia harus menunggu di minimarket karena terjebak hujan. Sakura tiba-tiba teringat pada hasil gambarnya tadi, mungkinkah ini kebetulan lagi. Ah, sudah terlalu sering hal seperti itu terjadi. Mungkinkah ada banyak kebetulan di dunia ini? entahlah. Sakura tak begitu memusingkan hal itu.
Malam itu suasana jalan Ame yang Sakura lewati tak seramai siang tadi. Bahkan semua toko sudah tutup. Ketika hendak menyebrang jalan, Sakura melihat ada orang lain yang tampak buru-buru menyebrang dari arah berlawanan. Orang itu mengenakan jaket hitam panjang dengan tudung yang menutupi kepalanya. Sakura cuek saja dan terus berjalan. Ketika mereka berpapasan, orang itu tampak menyeringai sembari mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. Dengan gerakan cepat ia mengayunkan pisau itu ke arah leher Sakura. Namun Sakura sempat menghindar dan refleks melindungi lehernya dengan sebelah tangan. Pisau itu mengiris telapak tangan Sakura dan bersamaan dengan itu juga tubuhnya terjatuh.
Melihat Sakura yang jatuh, sosok itu mencoba menyerangnya lagi. Sakura berusaha keras untuk menyelamatkan diri dan melawan semampunya. Sialnya lagi, tak ada siapa pun di sana yang bisa ia mintai bantuan.
“Maafkan aku,” ucap suara itu yang Sakura yakini adalah laki-laki. Ia mengangkat pisaunya tinggi bersiap untuk menusuk Sakura. Sakura yang sudah kehabisan tenaga refleks memejamkan mata.
Tes.tes..
Sakura merasakan sesuatu hangat dan basah menyentuh wajahnya. Tak ada rasa sakit. Perlahan ia membuka matanya. Ia terbelalak kaget ketika melihat sesuatu seperti besi tajam menembus kepala lelaki itu hingga dahinya. Darahnya menetes ke wajah Sakura.
Detik berikutnya ia melihat sosok lain menyingkirkan tubuh lelaki itu. Sosok lelaki berkulit pucat dengan mata berwarna merah. Ia menatap lekat-lekat wajah Sakura yang nampak masih ketakutan.
Lelaki itu berlutut lalu meraih tangan Sakura yang terluka. Tangan gadis itu bergetar di genggamannya. Cukup lama ia memegang tangan Sakura hingga sesosok lelaki yang lain muncul di hadapannya. Lelaki yang baru datang ini menunjukan sikap hormat pada lelaki bermata merah itu. Kemudian ia memandang ke arah Sakura. Detik berikutnya ia tampak sangat terkejut.
“Jadi bukan hanya aku yang merasakannya, tampaknya kau juga,” ucap lelaki bermata merah itu seolah tahu apa yang orang itu pikirkan. Lelaki bermata merah itu menatap kedua mata Sakura, seketika itu juga Sakura tergletak tak sadarkan diri.
-
Sakura perlahan membuka matanya. Kesan pertama yang ia rasakan adalah kepalanya sakit. Ia mencoba untuk bangun dan ia merasakan ada sesuatu yang berbeda.
‘Tunggu dulu. Dimana ini?’ Sakura menyadari bahwa ia berada di atas tempat tidur serta ruangan yang terlihat asing.
“Istirahat saja disitu. Aku akan mengantarmu pulang nanti, setelah kau benar-benar pulih,” ucap lelaki bermata merah tadi yang kini tengah berdiri menghadap jendela besar di ruangan itu.
“Kau siapa? Kenapa membawaku kemari?”
“Bau darahmu bisa membuat para vampir menjadi liar. Akan sangat merepotkan jika itu terjadi.”
“Apa kau ingin mengatakan bahwa kau ini juga vampir?”
Lelaki itu berbalik lalu berjalan ke arah Sakura. Ia duduk di sisi ranjang disebelah Sakura. Kini Sakura bisa melihat dengan jelas wajahnya. Bola matanya tak lagi berwarna merah melainkan hitam gelap.
Lelaki itu menggerakan tangannya untuk membuka balutan perban pada telapak tangan Sakura. Tampak ada bekas goresan yang cukup dalam disana. Ia mengusap bekas luka itu dengan tangannya, seketika itu juga luka tersebut sembuh tanpa bekas. Sakura takjub.
“Tak maukah kau katakan siapa namamu? Namaku Sakura..”
“Aku tahu. Sasuke Uchiha, itu namaku.”
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Reincarnation
FanfictionDisclaimer: Masashi Kishimoto Pair: Sasusaku Sakura Haruno pergi berlibur ke Amegakure dan pada suatu insiden ia bertemu dengan seorang vampir yang bernama Sasuke Uchiha, vampir yang menyelamatkan nyawanya. Ternyata Sasuke adalah vampir yang menjadi...