Hari senin, ini merupakan awal perkuliahanku. Menjadi mahasiswa baru menjadi rintangan baru yang harus aku hadapi sekarang. Aku harus berorganisasi dan setelah berpikir panjang, aku memutuskan ingin bergabung bersama PMI (Palang Merah Indonesia) di tingkat kampus. Ya, karena itu akan sejalan dengan ilmu yang aku pelajari sekarang. Aku tidak akan mendaftarkan diri ke organisasi kesenian itu walaupun Dian akan memaksaku!
Saat ini, aku sedang berada di dalam angkot menuju fakultas. Dari asrama ke fakultasku itu lumayan jauh, pernah aku mencoba pergi dengan berjalan kaki tiba sampai di kelas aku harus mengeringkan tubuhku di bawah AC karena habis mandi keringat.
Di kelas, aku yang saat itu memakai kemeja putih, celana formal berwarna hitam dan sepatu pantofel merasa heran dengan teman-teman di kelasku. Mereka semua menggunakan pakaian bebas, bukankah pakaian orang kuliah itu seperti yang aku kenakan sekarang? pikiranku saat itu. Hari itu juga aku sadar bahwa pikiranku salah, hahaha. Malu.
Tidak lama dari aku duduk di kursi, seorang wanita kira-kira usianya saat itu 27-an ke atas masuk ke dalam kelasku. Namanya Bu Rara, dosen Administrasi Kebijakan Kesehatan.
Hari pertama kuliah, kami hanya perkenalan individu satu-persatu. Tibalah giliranku, aku berdiri kemudian:
"Perkenalkan nama saya Kiagus Althaf Ghani, bisa dipanggil Atop. Asal SMA Negeri X Kota Palembang. Salam kenal!" kataku.
"Hai Atop!!!" jawab kawan sekelasku.
Saat aku memperkenalkan diri, aku terfokus pada seorang pria yang dari tadi terus memperhatikanku. Aku tidak tahu namanya, karena saat barisan depan perkenalan aku kurang memperhatikan. Begitulah hari pertama, hanya dihabiskan dengan perkenalan dan akhirnya kelas berakhir.
Semua teman kelasku beranjak pergi dari ruangan persegi yang diwarna ungu dengan ornamen keramik coklat di setengah dindingnya itu dan mereka pulang ke tempat masing-masing. Tiba-tiba pria yang tadi datang menghampiriku,
"Hari" katanya, sambil mengulurkan tangan.
Aku menjabat tangan Hari, "Aku Atop, salam kenal."
"Kudengar saat perkenalan tadi kamu ingin masuk kedokteran ya?"
"I-iya" jawabku.
"Kenapa?" tanya Hari.
"Ya, itu karena cita-citaku dari kecil. Aku ingin mewujudkannya, tapi mungkin saat ini bukan jalanku."
"Tahun depan mau coba lagi?"
"Gimana ya? Gaktau juga, kalo sudah nyaman disini kemungkinan sih enggak." Karena dari tadi Hari yang terus bertanya, aku juga jadi penasaran tentangnya. "Terus bagaimana denganmu? Apa ini memang pilihanmu?" tanyaku.
"Aku sama denganmu–"
Hari yang belum menyelesaikan kalimatnya langsung kupotong "Jadi Dokter? Samaan dong," Aku tertawa bahagia karena menemukan orang yang sama denganku.
"Bukan, aku ingin jadi Polisi" sambung Hari.
Aku yang terlalu cepat bahagia kini merasa malu dan ada sedikit rasa kesal. Jadi dibagian mana kita yang sama, Hari? Aku bertanya di dalam hati. Emang kampret si Hari.
Itulah sedikit perkenalanku dengan Hari, tingginya sama denganku, mata belo, hidung mancung, kulit berwarna sawo matang dan yang paling mudah untuk dikenali darinya yaitu alis yang menyerupai atap Rumah Gadang, hahaha. Hari itu orang yang baik dan ramah tapi sifatnya yang cuek kadang membuatku malas untuk berinteraksi dengannya. Bagiku dia itu juga aneh, karena dia gak bisa makan ikan. Pernah dia coba untuk makan ikan, alhasil dia muntah-muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witing Tresno Jalaran Soko Kulino
Cerita Pendek"Witing Tresno Jalaran Soko Kulino" atau dalam Bahasa Indonesia "Cinta Tumbuh Karena Terbiasa". Begitulah kiranya jika kau sempat pertanyakan cintaku. Berawal dari terbiasa bertemu dan terbiasa melakukan segala hal bersama, jadilah cinta itu tumbuh...