# 5 #

1.3K 68 0
                                    

Suasana kelas agak sepi. Karena semua penghuni lagi mengerjakan pekerjaan masing-masing di luar kelas. Ada yang ke kantin, ada yang ke perpus, ada yang ke kelas lain, ada yang buat forum ghibah di depan kelas.
Suci menikmati keheningan kelas ini. Karena suasana seperti inilah membuat ia rilex dan sementara untuk membuang segala kepenatan.
"Jangan puji aku terus! Nanti aku malah jadi sombong!" ucap suci dengan bersandar di kursinya.
"Oh gitu ya...Jadi, kamu juga jangan panggil aku Neng terus!"
"Kan itu kenyataannya!" bantah Suci dengan santai
"Berarti, kan kenyataannya kamu hebat" bantah Amel nggak mau ngalah.
"Sudah-sudah! Dari pada bertengkar terus mending kita belajar pelajaran yang akan di ajarkan nanti." Suci menyudahi pertengkarannya.
"Ok!"
Pelajaran berjalan seperti biasanya. Kini KBM telah berjalan agak lancar. Meski terkadang jam kosong masih merajalela. Bagaimana enggak? Namanya juga masih hari-hari pertama masuk sekolah. Juga, Guru masih sering mengadakan rapat untuk pembenahan kelas nanti.
Perjalanan pulang ke asrama....
"Hey Suc! Habis ini kita ngapain?" tanya Amel sembari melipat jemurannya.
"Ngaji lah! Kan jadwalnya kita ngaji!"
"Halla....Sekali-kali kita bolos yuk!"
"Kamu ini,,, nggak ah!" tolak Suci. Meski ia terkenal anak nakal dan kadang membangkang peraturan, tapi ia rajin dalam mengikuti kegiatan.
"Halla..." rengek Amel dengan menunjukkan muka cemberut.
"Udahlah! Di sini kita cari ilmu bukan curi waktu hanya untuk bermain!"
"Hehehe!! Maaf!"
"Heh!"
Setelah itu, mereka pun segera berangkat menuju tempat mengaji. Meski langkah kaki ini berat untuk berbuat kebaikan, tapi ingatlah! Bahwa setiap yang kita kerjakan akan mendapatkan balasannya.
"Eh, Ci! Lihat tuh!" Amel menunjuk ke arah seberang jalan. Di seberang jalan, ada seseorang yang tak asing bagi mereka. Orang itu sepertinya sedang ada masalah dengan temannya. Ia nampak marah besar.
"Ituuu.....Kak senior itu kan! Kak Sara!" gumam Suci.
"Iya! Tapi ngapain dia ngamuk-ngamuk di depan umum?" pikir Amel.
"Samperin yuk!" Suci menarik lengan tangan kanan Amel. Akan tetapi, Amel menghempaskannya.
"Ah! Nggak ah!" tolak Amel dengan wajah agak khawatir. Karena ia tahu gimana sifat Sara. Karena itu, ia tak mau buat gara-gara dengan Sara.
"Takut ya?" Suci menepuk pundak Amel.
"Nggak juga!" Amel mengelak. Ia mencoba tak melihat mata Suci.
"Sudahlah, Mel! Kak Sara itu juga manusia. Kita tak boleh takut! Kita harus hanya takut kepada Allah!" Suci berusaha memandang mata Amel. Akan tetapi, Amel terus menunduk.
"Ya lah- ya lah! Bu Nyai mulai ceramah!" ucap Amel pada Suci. Akhirnya Amel pun berani menatap mata Suci dengan tersenyum. Ia berpikir, mungkin seharusnya ia tak membiarkan kekejaman Sara yang terus merajalela.
"Udah! Yuk!" Suci mengulurkan tangannya pada Amel.
"Baiklah!" Amel pun membalas uluran tangan Suci dengan tersenyum ihklas. Mereka pun segera menghampiri ke temepat kejadian.
"Kamu itu ya! Hanya anak pembantu asrama di sini! Jangan sok ya !" bentak Sara pada temannya itu. Temannya Sara hanya menunduk dan menangis terisak-isak.
"Kaulah yang jangan sok, Kak!" sela Suci. Dengan penuh keberanian, ia menghampiri dan menengahi pertengkaran itu. Sementara Amel, tetap diam berada di samping Suci.
"Hey kau! Jangan ikut campur urusan orang lain ya! Oooooh kamu anak baru yang dulu itu ya!!!" ucap Sara mengangguk-ngangguk dengan senyuman jahatnya.
"Kalau iya? Kenapa?"
"Berani kau ya!" bentak Sara.
"Kalau iya?"
"Hey anak baru jangan sok ya! Kau belum tau siapa aku! Aku adalah-" belum selesai bicara, Suci memotongnya.
"Anak dari Kiai Umar Salim. Iya kan?" potong Suci.
Meski Anda anak seorang raja ataupun apa, Anda tetap harus menjaga perilaku. Seharusnya Anda menjadi contoh bagi kami, bukan malah seperti ini. Kasihan orangtua Anda, apa Anda nggak merasa kasihan pada orangtua? Dan malah menghancurkan harga diri keluarga Anda dengan berperilaku seperti ini? cetus Suci dengan menekan kata Anda sebagai sikap sopan karena bagaimanapun juga yang di hadaannya saat ini adalah anak seorang ulama.
"Hiiih!!! Kau! Pergilah! Jangan ikut campur urusanku dengan anak pembantu ini!" geram Sara. Teman Sara itu pun masih terisak-isak.
"Bagaimana aku tak ikut campur kalau Kakak telah menyakiti orang yang lemah! Apa Kakak pikir dia ini lemah? Jika mau, pasti dia sudah melawan Kakak. Tapi dia tahu, bahwa jika kehatan dibalas dengan kejahatan, maka berarti dirinya dan Kakak sama saja. Juga ia tahu, bahwa ia harus menghormati anak dari seorang guru." jelas Suci dengan sedikit santai.
"Heeeyy!" tangannya mengepal dan akan memukulkannya ke Suci.
Tiba-tiba...
"Astaghfirullohal 'adziim!! Ada apa ini? Apa kalian tak malu bertengkar di depan umum? Kalian berdua! Ikut ke kantor pusat!"
"Ba-baik , Kiai. jawab mereka berdua.
Ternyata itu adalah Kiai pimpinan di pondok ini. Di sela-sela pertengkaran mereka berdua tadi, ternyata ada yang melaporkan mereka berdua pada Kiai.
Mereka pun segera mengikuti langkah Kiai. Amel mau ikut, akan tetapi Suci mencegahnya.
Di kantor
"Bisa kalian jelaskan? Mengapa kalian tadi ribut-ribut di depan umum?" tanya Kiai dengan tenang.
"Dia, Kiai! Dia yang mulai! Dia yang telah menghinaku!" tuduh Sara pada Suci.
"Maaf, Kiai! Tapi Kak Sarah bohong!" bantah Suci pada Sara. Suci berusaha membela kebenaran.
"Tidak, Kiai. Dialah yang telah menghinaku. Mentang-mentang anak baru! Miskin pula! hina Sara pada Suci. Sara menatap Suci dengan tatapan penuh kebencian.
"Tap-" ucapan Suci terpotong oleh Kiai.
"Sudah cukup! Saya sudah tau siapa yang salah!" ucap Kiai. Sara tersenyum sinis pada Suci.
"Kamu!" Kiai menunjuk Sara dengan lembut meski Sara telah salah besar. Beliau memang terkenal dengan kelembutan dan kesabarannya.
"Ap-apa?" ucap Sara terkejut.
"Saya sudah tahu yang sebenarnya. Nak, masuklah!" perintah Kiai pada seseorang di balik pintu.
Seseorang itu masuk dan...
"Kau!" ucap Sara terkejut.
"Iya! Inilah orang yang telah kau hina di depan umumkan? " tanya Kiai dengan lembut.
"I-iya!" jawab Sara jujur. Lalu ia menunduk karena merasa sudah terpojok.
"Kamu akan di keluarkan dari pondok ini." ucap Kiai dengan lantang tapi tetap tenang.
"Tap-tapi Kiai..."
"Nduk, kamu dulu sudah saya beri kesempatan terakhir. Tapi sikapmu tak berubah sedikit pun. Tak peduli Ayahmu itu siapa. Salah tetaplah salah. Sekarang juga, kamu di keluarkan dari pondok ini. Semoga ilmu yang kamu dapat di pesantren ini akan bermanfaat di kemudian hari. Meski sudah keluar dari sini, tetap jalin silaturrahmi ya? Dan perbaiki akhlaqmu, Nduk!" perintah Kiai dengan tenang. Akan tetapi, sebenarnya Kiai itu sangat berat saat melepaskan santri-santrinya apalagi santri itu belum habis masa pengabdiannya.
"I-iya, Kiai. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumusalam" jawab Kiai dan Suci bersamaan.
Sara pun beranjak keluar ruangan. Setelah Sara keluar...
"Awas kau anak baru!" ancam Sara pada Suci.
Sementara itu di dalam kantor...
"Kamu gadis yang pemberani, Nduk. Siapa namamu, Nduk?" puji dan tanya Kiai
"Su-Suci, Kiai." jawab Suci sedikit gugup.
"Hehem. Jangan takut sama saya, Nduk. Saya juga manusia. Terima kasih ya atas kerjasamanya! Tetaplah berada di jalan kebaikan dan kebenaran! Tetaplah berada di jalan Allah!" pesan Kiai pada Suci.
"I-iya"
"Hehem. Sudah, kamu boleh kembali ke asrama!"Kiai mempersilakan Suci kembali ke asramanya.
"Terima kasih, Kiai. Saya pamit dulu. Assalamu'alaikum." pamit Suci.
"Wa'alaikumussalam"
Setelah Suci keluar, sang Kiai masih memandangnya kagum atas keberaniannya membela kebenaran.
"Hanya ada sekelumit orang yang sepertimu, Nduk" puji Kiai pada saat Suci sudah jauh.
Setelah kejadian yang begitu menegangkan itu, Suci pun kembali ke asramanya. Ia memutuskan langsung ke asrama dan tidak mampir kemanapun karena ia mau menenangkan pikirannya setelah kejadian itu. Di asrama...
Semua yang ada di situ, langsung menggerumbul ke Suci. Seperti mau mengintrogasinya. Suci hanya menepuk dahi kesal, karena ia tak bisa beristirahat.
"Suci!" panggil Amel.
"Bagaimana?" tanya Amel dengan wajah cemas.
"Ya nggak bagaimana-bagaimana" jawab Suci pura-pura ikut cemas.
"Halla.... Ceritakanlah!" minta Amel sembari menarik-narik tangan Suci.
"Iya, Suc! Ayolah kami semua sudah lama menunggumu." minta salah satu teman Suci.
"Intinya....Kebenaran akan selalu menang! Dan kejahatan akan selalu terungkap!" jawab Suci lalu pergi meninggalkan mereka semua. Teman-temannya pun masih diam berdiri memandang Suci hingga ia lenyap dari balik tembok.

 Perjuangan Seorang Santri(Masih Dalam Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang