Kisah Keenam: With (Out) You

486 50 3
                                    

Playlist: Antonio Vivaldi - Four Season (Winter)

.

Cover baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cover baru. Semoga suka ya!^^

.

Kisah Keenam: With (Out) You

"Sudah puas?"

Sesosok pria berpakaian hitam-hitam datang dari arah belakang. Si gadis yang mendengar pertanyaan itu pun menoleh. Ditatapnya lelaki beriris sekelam malam yang berekspresi datar dan balik bertanya, "Mengapa kau berbicara seperti itu? Dan kenapa pula dengan ekspresimu?"

Suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Langkah lelaki itu terhenti tepat di samping si gadis dan menatap bola mata sebiru lautan yang tidak bersinar seperti dulu, seolah-olah ada awan hitam yang menaunginya.

"Kembalilah. Kau sudah selesai, bukan?"

Gadis itu menyeringai lebar hingga gigi-gigi putihnya terlihat. "Kau berniat mengusirku, huh?" Bibirnya sedikit terangkat saat berkata, "jika aku tak mau?"

"Akan kubuat kau menyesalinya."

Gadis itu terkikik. "Ow, aku takut," katanya dengan nada takut yang dibuat-buat meskipun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi seperti yang baru saja ia ucapkan.

"Berhenti bermain-main!"

Si gadis mendekati lelaki itu tanpa mengubris peringatannya. Ia mengalungkan sebelah tangan pada leher si lelaki sementara tangan yang bebas menelusuri wajah tampan sosok laki yang jarang sekali berekspresi.

Jemari telunjuk lentik milik si gadis turun ke ujung hidungnya kemudian beralih ke bibirnya. Telunjuknya berhenti disana guna menelusuri daging kenyal yang selalu saja melontarkan kata-kata tidak mengenakan untuknya.

"Aku tidak sedang bermain-main denganmu, sayang," si gadis berbisik merdu. Ia pun mendekatkan wajahnya ke sisi kiri sang lelaki dan membisikinya dengan nada yajg tak kalah lembut, "Bagaimana jika kau yang memulainya terlebih dahulu?"

Lelaki itu melirik melalui ekor matanya. "Menjijikan," katanya sakratis saat gadis itu menjilat permukaan pipi, mencecap rasanya sebelum ia bergerak menjauhi sang gadis yang kini terkekeh pelan.

"Rasamu masih tetap sama seperti dua tahun yang lalu." Gadis itu kembali bersuara, lidahnya menjilati jemarinya yang tadi digunakan untuk menelusuri wajah rupawan sang lelaki. "Aku menyukainya," tambahnya, kemudian.

"..."

Hening sesaat. Baik sang lelaki maupun si gadis tak bersuara. Hanya ada keheningan malam dengan sang rembulan sebagai saksi atas apa yang tengah terjadi malam ini.

Sedetik kemudian, si lelaki bergerak. Ia menunduk guna mengecek tubuh seorang gadis yang ia perkirakan seusianya dalam keadaan tewas, mengenaskan, membalik tubuhnya dan berdesis mengancam, "Kali ini kau keterlaluan, Naruko!"

"Tapi menurutku tidak." Si gadis bernama Narko itu berjongkok di samping tubuh sang lelaki 

dan tersenyum--ah, tidak, lebih tepatnya menyeringai. "Merekalah yang memaksaku melakukan ini. Aku hanya ingin meminta keadilanku saja."

"Tapi tidak dengan membunuhnya, setidaknya buat dia cacat seumur hidup saja sudah cukup!" katanya lagi, terdengar protes. Sungguh, bagaimana bisa gadis itu masih bisa bersikap tenang setelah membunuh gadis lainnya? Bagaimana jika kasus pembunuhan ini mencuat ke atas dan membahayakan mereka? Mengapa gadis itu tolol sekali?

"Kau hanya membuatnya berada dalam bahaya, Naruko!" tekannya kemudian namun tidak ditanggapi oleh Naruko. Gadis itu hanya berekspresi tenang saat tatapan setajam pedang terarah lurus padanya, seolah-olah ingin mencabik setiap inci dalam dirinya lalu dilemparkan ke kandang singa untuk menjadi santap siang binatang itu. Namun sayangnya, ia tahu jika itu takkan mungkin dilakukannya.

"Bukankah kau yang selalu membereskan setiap kekacauan yang kubuat ... Sasuke?" Sudut bibir Naruko terangkat. "Kau tidak mungkin membiarkan kekasihmu ini tahu bukan jika selama ini ia memiliki sisi jahat yaitu aku? Kau pun pasti tak ingin membuatnya terluka dan bingung atas apa yang tidak ia lakukan, bukan?"

Wajah sosok pria bernam Sasuke itu semakin gelap. "Berhenti berbicara!" serunya sedikit keras, terdengar seperti bentakan. "Kuperingatkan satu hal, jangan pernah menganggunya lagi atau kau akan menyesal!"

"Hoooo ... berniat mengancamku, Uchiha?"

"Terserah kau mau menganggapnya seperti apa."

Naruko bertepuk tangan. "Berani ... sungguh sangat berani," katanya penuh pujian. Gadis itu berdiri di hadapan Sasuke, tersenyum miring lalu berkata, "Baiklah, jika itu maumu. Tapi ... kita lihat saja nanti siapa yang akan menyesalinya nanti!"

"..."

Sasuke tidak menjawab. Pria itu segera menahan tubuh limbung Naruko agar tidak menyentuh tanah. Sasuke membaringkan gadis itu di atas tumpukan drum yang sebelumnya sudah ia susun dengan menggunakan jaket sebagai alas kepala sang gadis sementara ia sendiri membereskan kekacauan yang dibuat pujaan hatinya.

.

"Dimana aku?"

Gadis itu bangkit dari acara tidurannya dan memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Uh ... rasanya menyakitkan.

"Kau sudah bangun?"

Sebuah suara berasal dari arah pintu membuat gadis itu menoleh. Sebuah senyum terlukis sangat indah di wajah ayunya. "Sudah, tapi mengapa aku bisa berada di sini? Seingatku ... Uh, aku tidak ingat apapun."

Sasuke tersenyum tipis. Pria itu menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak gadis itu hingga isinya tandas.

"Tidak perlu memaksakan diri, terkadang ada beberapa hal yang harus kita lupakan dan akan menyakitkan ketika kita kembali mengingatnya."

Mendengar Sasuke yang berkata penuh misteri, gadis itu semakin bingung. "Apa maksudmu, Sasuke?" tanyanya lagi, tidak mengerti. Namun sedetik kemudian, gadis itu merasa jika sebuah tangan menempel pada puncak kepalanya lalu mengelusnya penuh sayang.

Dalam hatinya, Sasuke bersyukur jika Naruto tidak mengingat apapun setelah membunuh para korbannya. Ia harus berterimakasih pada Naruko yang hingga saat ini memegang teguh janjinya dan untuk suatu alasan, entah mengapa hatinya menjadi begitu resah sejak sisi lain dari sang kekasih mengancamnya, kemarin.

Sasuke hanya bisa berharap, apa yang ia pikirkan belakangan ini tidak akan pernah terjadi.

Namun, di sudut terdalam jiwa Naruto, Naruko menyeringai. Seringaiannya terlihat menyeramkan dan begitu lebar kemudian berbisik merdu, "Kita lihat, siapa yang akan tertawa paling keras di akhir nanti, Uchiha!"

-END-

Edisi berbagi kebahagiaan di Senin yang cerah kali ini.

Masih nyambung sm kisah ke-1, ke-2 dan ke-3, ya. Tapi edisi flashback, xixixi. Sampai jumpa!

.

With Love❤
Diandra Nashira,
Senin, 04 Februari 2019

Antalogi Story About Fem!NarutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang