IMELDA.
" Atas nama Tuhan Yang Maha Kuasa, diberkatilah kalian. Dan dengan ini, sah menjadi Suami-Istri"
Suara Pendeta itu bergema.
Bunyi tepuk tangan. Semua saksi yang hadir ikut berdiri sambil tertawa bahagia.
Aku menoleh kepada Mama dan Papa, mereka berdiri di barisan terdepan. Tersenyum, menangis terharu. Begitu juga Kakak dan adik laki-lakiku.
Kupandangi sejenak sosok pria yang kini sudah resmi, sah menjadi Suamiku.
Dia tinggi pastinya, aku saja hanya sesampai bahunya. Tubuhnya ramping berotot, tertutupi balutan jas pengantin berwarna ivory yang sangat serasi dengan kulit kuning keemasannya. Rambut hitam lebat cepaknya berkilauan akibat tertimpa cahaya matahari. Sepasang mata coklatnya berbinar riang, menatapku gembira. Penuh cinta.
Kak Abri mendekat ke arahku, kedua tangan kokohnya terjulur, menyingkap tudung mukaku ke belakang. Kedua tangannya lalu berada di atas kedua bahuku, menyentuhnya lembut. Menundukkan kepala, aku memejamkan mata sewaktu bibirnya menyentuh lembut bibirku.
Ya Tuhan, aku bisa merasakan seekor kangguru melompat-lompat di dalam perutku, pipiku terasa panas, dan jantungku berdetak keras.
Kemudian, bibir seharum mint itu terasa menjauh. Ciuman Kak Abri berhenti. Membuka mata, melalui pantulan di kedua irisnya aku bisa melihat betapa memerahnya mukaku saat ini.
Di kejauhan aku mendengar bunyi siulan, serta cekikikan yang arahnya berasal dari barisan keluarga serta sahabat-sahabat kami. Menolehkan kepala ke arah mereka, semua orang sedang bersuka cita menggodaku.
Kak Abri menggengam kuat tanganku, mendongak, dia memberiku senyum lembut pipi berlesung manis yang bisa meluruhkan hati perempuan mana saja. Tapi dia justru memilihku.
AKU!
Imelda Tatiana Yazha.
Gadis cengeng, super romantis, suka berkhayal dan doyan merengek.
Aku si anak kesayangan Direktur utama perusahaan properti terkemuka di Indonesia, Biyaksa Yazha dan Sheila Marfilana. Selama seumur hidupku belum pernah melakukan hal hebat seperti menjaga eksistensi ikan paus ataupun mengajak masyarakat untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat dari sampah. Paling bagus juga mengajak teman-teman di kompleks perumahan, atau kampus agar rajin-rajin mendonorkan darah ke PMI.
Aku. Si penderita patah hati akut akibat ditinggal pacar yang sudah ku kencani selama 2,5 tahun lamanya dan dijanjikan dilamar sekitar setahun lalu.
Dari semua banyak wanita yang mau, sukarela melemparkan diri ke atas ranjangnya, cuma aku dia pilih.
Awalnya kupikir Kak Abri melakukan semua itu karena hutang budi terhadap Papa dan Mama, sebab selama ini keluarga kami sudah banyak membantu keluarganya. Kemudian, aku sadar kalau dia memiliki alasan berbeda.
Ketulusan. Itu terlihat sewaktu Kak Abri melamarku dua bulan lalu, memintaku jadi Istrinya langsung di depan Orang Tua serta keluarga besarku, saat acara pesta pernikahan ke -28 Mama dan Papa.
Oke, aku waktu itu memang patah hati, tapi nggak separah itu juga sampai-sampai mau menerima lamarannya hanya karena ingin melupakan mantanku yang, ahh....sudahlah. Jadi, pada intinya aku bersedia karena sejujurnya aku sendiri tertarik sama Kak Abri.
Siapa sih yang menolak diberikan calon Suami sudah ganteng, pintar, berwibawa, pengusaha muda berbakat, baik hati lagi. Aih...rasanya sempurna, paket komplit. Meski fakta dia berbeda 8 tahun dariku. Buat catatanku, aku sudah cukup umur buat menikah. 20 tahun oke.
AKu sendiri takjub sekaligus kagum atas kecepatan Mama dan Mamerku, Melati Atnanjaya, alias Ibu kandung Kak Abri karena bisa menyiapkan segala sesuatunya hanya dalam waktu 2 bulan saja. Mulai dari gedung sampai katering, souvenir hingga hal sepele seperti penerima tamu, semua sudah mereka tangani tanpa meminta bantuan wedding organizer sekalipun.
Satu bulan sebelum acara undangan sudah jadi, kami berdua pun memutuskan mengambil foto pre-wed di kota tua dengan konsep tempoe doeloe. Lalu, undangan sebanyak 250 buah pun siap di sebar.
Kami memang sengaja tidak mau mengundang banyak orang, hanya keluarga, partner perusahaan serta kerabat terdekat saja. Ini permintaan khusus dariku yang sejak dulu menginginkan pernikahan khidmat dan sederhana.
Tepukan lembut di bahu kananku menyadarkanku. Kak Abri berkata lirih. " AYo, sudah waktunya lempar bucket"
Aku tersadar, masih ada beberapa rentetan sesi acara hingga aku bisa meletakkan kaki dan tubuhku di atas kasur empuk di dalam kamar hotel Presiden Suite, bagian dari kelengkapan paket acara karena kami telah memakai taman salah satu hotel berbintang lima di kota Pahlawan ini.
Tersenyum satu kali, ku ikuti Kak Abri berjalan menuju kerumunan orang-orang. Mereka sudah membentuk barisan melingkar, tertawa-tawa girang.
Memutar badan memunggungi mereka semua. Aku meloncat seraya melemparkan bucket bunga putih dan ungu segar ini dari tanganku ke belakang.
Terdengar bunyi kaki-kaki berlarian, kondisi langsung heboh. Sewaktu menoleh ke belakang, tawaku meledak sewaktu melihat siapa yang mendapatkan bucket dariku.
Ternyata si ganteng Isaiah Yazha. Alias Kakak laki-lakiku.
" Wah sepertinya sebentar lagi menyusul nih, selamat ya..." goda Kak Abri menghampiri Kak Isa.
Kak Isa hanya lebih muda 2 tahun darinya.
Kak Isa bukannya mengucapkan terima kasih justru tampak jengkel sekaligus malu. " Udah deh, calon aja belon ada masak mau langsung main kawin..."
" Beh, kawin gampang kali Bang, yang susah tuh merit" celetuk Moses, si selebritis dalam keluarga Yazha alias adik laki-lakiku. Dia memang artis kok, sinetron strippingnya aja udah 3 biji di mana dia jadi pemeran utamanya. Pokoknya kalah deh Al Ghazali sama dia.
" Ya udah nggak usah ribut, ntar aku carikan teman kantor gimana?" tawar Kak Abri.
Aduh, lelaki satu ini ya kalau ngomong sering nggak beres deh. " Memangnya Kakakku kucing dikarungin apa, asal main dicarikan" celetukku judes.
" Bukan gitu sayang. Maksudku tadi, aku bantu kenalkan sama teman-temanku di kantor. Ada banyak kandidat yang sesuai sama Isa kok" jawab Kak Abri, berubah lembut lagi sewaktu bicara padaku.
Ya ampun...Tuhan tolong kok dadaku jadi diskoan begini sih.
" Emmm...Kak, bukannya sekarang kita harusnya ganti baju buat resepsi ya? waktunya cuma tinggal sejam loh" kataku mengingatkan.
" Uhuk! kasih sinyal tuh...." tukas Moses. Di iringi tawa Kak Isa.
Beneran anak itu minta kujahit bibirnya.
" Udah nggak usah ribut, kalau maunya Imel gitu, aku nggak masalah kok. Dengan senang hati malah" ada kegirangan aneh muncul di kedua mata Kak Abri.
Aduh! jangan-jangan dia salah paham.
" Anu Kak...maksud Imel bukan gitu...ini..itu...kita...baju ganti kan buat resepsi jadi...."
Kak Abri tertawa terbahak-bahak. Ya ampun ternyata aku di kerjain!
" Iya sayang aku paham kok maksudmu, nggak usah dijelasin juga aku ngerti. Ayo kalau gitu" tangan kirinya menarik pelan lenganku.
Tertegun, tenggorokanku rasanya panas banget. Ekstra malu!
Jadi, tanpa menghiraukan candaan dari saudara-saudaraku yang memang kekurangan cairan di otak mereka. Aku pun segera mengikuti Kak Abri meninggalkan taman menuju kamar rias kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
PENGANTIN BARU
HumorAku menikah dengannya karena keinginan Orang Tuaku. Tapi entah kenapa semakin lama bersamanya, di sisinya, aku semakin merasa nyaman dan....Jantungku berdebar kencang. Tapi masa iya aku bisa melupakan kenangan bersama Yoma begitu saja?? - Imelda Tat...