08

144 38 42
                                    

drrrrtt....

drrrrtt....

drrrrtt....

"eungh...."

Tita menggerakkan tangan kanannya untuk mencari sumber gangguan pagi ini. Tapi ada sesuatu yang berat menindih sebagian badannya, hanya telapak tangannya saja yang melambai-lambai.

"Haechan, pindah! Berat iiihhh!!" Tita mencoba mendorong onggokan daging itu sekuat tenaga dengan tangan kiri.

"Hmm..."

"Dek ih, awas dulu" gadis itu masih berusaha mendorongnya.

"Ya Tuhan anak ini habis makan apa sih semalem" batin Tita.

"Bukan Haechan, dia udah pergi dari tadi" manusia yang didorong bersuara. Suara berat dan familiar yang terdengar sangat mengantuk.

Perlahan dia memutar badannya menghadap Tita.

Deg.

Seketika Tita bangkit dari posisi tiduran dan secara otomatis terbebas dari penindihan.

"Aduh" Tita meringis sambil memegang pergelangan tangan kirinya yang mengeluarkan darah.

"Cha, kenapa? Apa yang sakit?" dia ikut terbangun dan mulai panik.

"Kenapa kalo gerak suka brutal sih, lihat nih lepas sampe berdarah gini" dia terus mengomel sambil membersihkan dengan tisu.

Tidak lama dokter dan suster datang. Suster mengambil alih membersihkan darah dan memasang kembali infus. Sementara itu dokter sibuk berbincang dengan si tukang omel dan tak lama mereka keluar.

"Dyo" panggil Tita lirih.

"Mau minum?" tanya nya sambil membawakan air dari nakas.

"Sini, agak deket" Tita meraih gelas air yang di bawanya dan menarik tangannya hingga wajah mereka mendekat.

Tak.

"Aw! Sakit tau!" Dyo mengusap dahinya yang baru saja disentil dengan keras.

"Siapa suruh tidur di samping aku" jawab gadis itu santai sambil menegak air putih.

"Trus kamu juga pagi-pagi ngomel ke aku, padahal itu salah kamu" lanjutnya.

"Kamu sakit gini dapet tenaga dari mana sih?" Sambil masih saja mengusap dahinya yang merah.

"Dedek kemana?" tanya Tita alih-alih menjawab pertanyaan Dyo.

"Sekolah Cha, kasian hari ini ulangan tapi dia semaleman nungguin kamu. Mau jadi laki-laki bertanggung jawab katanya" jawab Dyo yang sekarang sedang mengaduk bubur.

"Trus kamu ngapain disini? Ga kuliah emang?"

"Mau jadi laki-laki yang bertanggung jawab juga" jawabnya sambil mengambil sesendok bubur dan mengarahkannya ke pada Tita.

"Aku bisa sendiri" Tita mengambil sendok dan mangkok bubur itu dari tangan Dyo dan mendapatkan sesuap, wajahnya langsung berbinar.

"Bertanggung jawab apanya kalo ga kuliah gitu?" lanjutnya sambil menyantap bubur buatan pria yang terkenal jago masak ini.

"Hmm...enak" lirihnya menyendok untuk kedua kalinya.

"Kan kuliah ada jatah bolosnya, aku pake buat hal beguna banget loh ini" jawab Dyo sambil merebahkan kepalanya di pinggir ranjang rumah sakit.

"Dyo"

"Kenapa?" Dyo mendongakkan kepalanya sambil menutup dahinya, takut disentil lagi.

"Masa iya sih Taeyong seteledor itu?" tanya Tita sambil meraih tangan Dyo dan mengusap pelan dahi kekasihnya yang tadi ia sentil.

TranquillizeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang