Part 10. Meant To Be

1K 159 25
                                    

Jika ada yang membuat Jimin ingin sekali membunuh seseorang, maka itu adalah Joeun―lengkap dengan segala memar di wajah pucatnya yang makin memburuk. Melupakan prestasi dan semua pencapaiannya hingga kini, Jimin hanya butuh sebilah pisau atau senjata api untuk menghabisi orang yang telah membuat si gadis menjadi seperti ini. Andai ia betul-betul dapat melakukannya, alih-alih hanya mencengkeram tepian ranjang sembari memandangi Joeun yang tengah tertidur di sana.

Rasanya benar-benar seperti pengecut, manusia macam apa yang tega memukuli perempuan hingga menimbulkan banyak luka begini? Bukan hanya luka fisik, namun batin gadis itu jelas ikut merasa sakit. Mungkin, tidak lagi bisa disebut sebagai manusia. Tidak ada sesosok manusia yang akan tega melakukannya, kecuali jika memang ia sudah gila atau mengidap penyakit mental yang buruk.

Jimin membuang napas dengan suara berat. Bunyi keriut pintu yang terbuka disusul langkah kaki mendekat, sejenak mengalihkan perhatiannya. Membuatnya memutar tubuh demi menemukan figur Taehyung bertampang cemas, kemudian berdiri di sebelah tempat duduknya. Entah mengapa pemuda ini malah berkunjung ke mari dan bukannya pulang usai pertandingan. Mungkin, ia hanya merasa ikut bertanggung jawab, sebab ia yang memberitahu Jimin lebih dulu tentang suara tangisan seseorang sebelum akhirnya menemukan Joeun terduduk di atas paving blok dengan kondisi setengah telanjang.

Jika bukan karena Taehyung, mungkin Jimin akan benar-benar menyesal lantaran telah meninggalkan si gadis di tempat terkutuk itu sendirian. Sebab ia tahu betul, bukannya menolong, mereka pasti akan memanfaatkan kondisi Joeun yang seperti itu. Sekadar membayangkannya saja sudah membuat Jimin bergidik ngeri. Ia tidak ingin Joeun mendapat kesakitan yang lebih banyak lagi.

"Bagaimana kondisinya?" Taehyung bertanya setelah beberapa saat. Irisnya mencermati memar yang terdapat di sisi-sisi wajah Joeun, lantas mendesis secara refleks. Pasti sakit sekali, untuk ukuran perempuan.

"Dia sempat menggigil tadi, tapi untunglah bisa tidur setelahnya," jelas Jimin, bangkit dari tempat duduknya dan menggeret lengan Taehyung agar ke luar dari dalam kamar. "Biarkan dia istirahat, kita bicara di luar."

Taehyung hanya mengangguk sambil lalu. "Sebenarnya siapa yang melakukan hal sekeji itu pada seorang perempuan?" Pertanyaan lain dari si lelaki Kim meluncur begitu keduanya terduduk di kursi ruang tengah apartemen Jimin.

Sang Kawan yang diberi pertanyaan hanya menjawab dengan gelengan singkat. "Aku tidak tahu. Aku tak sampai hati menanyainya tadi, dia terlihat syok sekali."

"Apa ini ada hubungannya dengan Kang Daniel?" cetus Taehyung tiba-tiba.

Tebakannya mengundang tolehan cepat dari Jimin, lengkap dengan kerutan di kening. "Kenapa kau berpikir begitu?"

"Kau ingat bukan hari di mana kita melihat gadis itu untuk pertama kali? Hari itu dia datang bersama Daniel, benar?" Taehyung memainkan telunjuknya pada dagu, tampak memikirkan kesimpulan yang sudah diolah otak jeniusnya dengan baik. "Jangan-jangan si bedebah tengik itu juga yang telah memukuli dan memperkosanya."

Jimin mulai mempertimbangkannya; benar juga. Kenapa ia tidak memikirkan hal itu sebelumnya? Daniel dan Joeun. Namun, ia segera menggeleng dengan cepat. Kendati Daniel tampak begitu ingin membunuh seseorang di atas oktagon, tapi Jimin yakin dia bukan orang yang seperti itu. Apalagi pada seorang perempuan. Tetapi, rasa penasarannya mulai mencuat ke luar, mengingatkannya pada pertanyaan yang pernah ia ajukannya beberapa hari lalu, dan Joeun tidak memberi jawaban apa-apa padanya. Terlebih, ia menangkap gurat kecemasan pada wajah si gadis kala itu.

Apa yang sudah terjadi di sini sebenarnya?

Pukulan kecil didaratkan pada kepala Taehyung tak lama kemudian. Mencoba tetap tenang kendati segala bentuk keingintahuan mulai menguasai dirinya, Jimin menukas, "Jangan berprasangka buruk pada orang lain. Daniel tidak tampak bisa menyakiti perempuan seperti itu."

[M] Locked InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang