Jeidan menghampiri Juan yang tersenyum menatap punggung Gea yang berlalu meninggalkan kantin. Sahabatnya satu itu memang pintar, tetapi akan berubah menjadi bodoh saat berhadapan dengan Gea. Siapa pun tahu bahwa Juan amat sangat tertarik dengan Gea.
"Woy, senyum-senyum bae," tegur Jeidan yang langsung mengambil duduk di sebelah Juan.
"Siapa yang senyum-senyum?" Secepat kilat Juan menyembunyikan senyumnya, berganti dengan ekspresi datar. Akan jatuh image-nya, jika Jeidan tahu ia senyum sendirian.
"Juan ... Juan, kalo lo suka, ya, tinggal bilang suka." Jeidan menepuk bahu Juan dengan ekspresi prihatin.
"Gue? Suka sama Gea?" tanya Juan menyangkal sambil menunjuk diri sendiri. Dari nada bicaranya, jelas ia tidak terima dengan tuduhan itu.
"Gue nggak bilang kalo lo suka sama Gea," kata Jeidan. Ia menatap Juan memicing, penuh selidik. "Terbukti lo memang mikirin dia." Cowok itu menjentikkan jari sambil menaikkan satu alisnya.
"Gue cuma suka aja liat muka dia kalo lagi marah." Juan menarik napas panjang untuk mengatur ekspresi wajahnya, atau lebih tepatnya menahan diri untuk tidak tersenyum. Membayangkan wajah marah Gea berhasil membuat bibir cowok itu ingin tertarik di kedua sudutnya.
"Berarti lo emang suka sama Gea," ujar Jeidan menyampaikan asumsinya. "Diliat dari tingkah lo ke Gea, itu jelas banget kalo lo suka sama dia."
"Kenapa juga gue harus suka sama dia?" tanya Juan tidak terima. Suaranya naik satu oktaf.
"Kenapa lo harus suka muka Gea pas lagi marah?" tanya Jeidan balik, semakin menyudutkan sahabatnya itu.
Juan membisu, tiba-tiba kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu harus menjawab apa, padahal harusnya mudah menjawab hal itu. Dalam diam, ia berpikir, mengapa dirinya menyukai wajah Gea yang sedang marah?
"Nggak bisa jawab 'kan lo? Udahlah, Bro, lo nggak perlu nyangkal." Jeidan mengibaskan tangannya di depan wajah. "Memang benar, ya, orang terpintar sekali pun pasti akan bego pada waktunya," ucapnya semakin memojokkan Juan.
"Maksud lo?"
"Iya, akan bego pada waktunya. Yaitu saat jatuh cinta."
"Lah, emang siapa yang jatuh cinta?"
Jeidan berdecak. "Lo yang jatuh cinta. Lo suka sama Gea. Valid, no debat!" Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan lantang, Jeidan segera berlalu dari kantin, meninggalkan Juan yang benar-benar tidak mendebatkan lagi pendapat Juan.
Di tempatnya duduk sendirian kali ini, Juan termenung. Ucapan Jeidan berputar lagi di kepalanya.
Apa bener gue suka sama cewek bar-bar itu?
****
Gea kesal setengah mati setiap mengingat Juan yang selalu membuatnya naik tensi. Sekolah mendadak menjadi tempat yang membuatnya ingin lari ke belahan bumi lain yang tidak ada Juan pastinya.Bagaimana bisa ada manusia seperti Juan? Memikirkan cowok itu saja membuatnya emosi. Syukurlah jam sekolah telah usai, Gea ingin sekali secepat mungkin sampai di rumah dan masuk ke kamar, lalu merebahkan tubuh di kasur posesifnya. Dalam hati ia berdoa agar tidak bertemu dengan Juan di jalan pulang nanti. Karena jika itu terjadi, maka tamatlah riwayat emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gesrek Couple
Teen Fiction(ON GOING) Karena kesalahpahaman, Juan bertemu dengan Gea. Gadis tengil, bar-bar, dan tidak bisa mendengarkan orang lain. Mereka terlibat kesalahpahaman yang akhirnya membuat keduanya harus sering bertemu. Sifat Gea sangat bertolak belakang dengan g...