CHAPTER 1

727 57 0
                                    

"Dasar gadis sinting, hanya kerena anak bangsawan saja sombong cih!"

Satu persatu perkataan seperti itu berhasil menembus gendang telingaku, apa mereka tak lelah membicarakan seseorang yang bahkan tak peduli pada cibiran mereka cih mereka hanya membuang buang waktu mereka hanya untuk membicarakanku yang tak peduli pada setiap cibiran yang mereka berikan.

Kududukan bokongku pada bangku kesayangan ku dikelas, tempat yang strategis bagiku karena dari sini aku dapat melihat langit pagi lewat jendela kaca. Pagi yang sangat tenang, ku rasakan kelas tampak tenang hingga bertepatan saat aku berpikiran seperti itu seseorang berhasil membuat kebisingan membuatku jengah menatapnya.

"Hei gadis bisu, kerjakan tugasku!"

Kang Hyera, gadis menyebalkan yang selalu membuat diriku seperti orang bodoh. Memperlakukan ku secara tak adil hanya karena ia membenciku.

Hyera berdecak kesal sesaat aku mengabaikannya. "Cih, dasar bisu kubilang kerjakan" ia membentakku, ternyata gadis ini sangat berani cih.

"Kau mempunyai tangankan, Hyera-sii? Jadi gunakanlah tanganmu untuk bekerja" Tungkasku tajam, tak lupa aku tersenyum miring sebelum meninggakan Hyera disana.

Mood ku hancur dalam sekejap karena gadis ular itu, ck. Lagi lagi aku harus membolos pelajaran pertama, yah walau pun aku membolos tidak akan pernah masuk kedalam poin catatanku. lagi pula ayahku yang mempunyai sekolah ini jadi apa masalahnya jika aku membolos?.

"Membolos lagi, nona. Park?"

Aku terlonjak kaget mendengar suara berat dari samping telingaku, ku edarkan pandangaku dan mendapati sesosok pria dengan wajah datarnya. Min Yoongi.

"Kukira kau tidak akan membolos lagi, kau sudah bilang bukan?"

Aku memutar bola mataku bosan, dasar ketua kelas selalu saja mengatur. "Tapi, aku tak berjanji padamu" jawab ku enteng, dia menghela nafas.

"Hanya karena Hyera? Yaampun lis, kembalilah kekelas" Titahnya tegas, apa apaan ini? Apa dia baru saja menyuruhku!?.

"Aku tidak mau, kau tidak bisa mengaturku!"

Kudengar dia membuang nafas kasar, aku tau dia kesal menghadapi sikap keras kepala ku tapi ini lah aku tidak ada yang bisa menghilangkan sikap ku kecuali satu orang.

"Baiklah, aku tidak memaksamu. Ini untukmu" Dia menarik tanganku lalu menyimpan sebuah yogurt digenggamanku.

"Ini untukmu, bye aku akan ke kelas"

Yoongi melangkah pergi, kutatap punggungnya yang perlahan memjauh dari sorot mataku. Aku tersenyum simpul seraya menatap yogurt yang ia berikan, ia tau persis minuman apa yang kusukai. Hey, padahal aku dan dia hanya dekat sebagai ketua kelas dan murid tak lebih. Aku pun tidak tau kenapa aku bisa mempercayainya untuk dekat denganku, hanya karena saat itu ia menolongku. asal kalian tau aku tidak mempunyai siapa-siapa disini apa lagi seorang teman.

Teman!? Cih, aku muak mendengar kata itu. Tak ada seseorang yang dapat ku percaya disini, mereka hanya ingin memanfaatkanku dengan berpura pura baik. Apa mereka pikir aku tidak tau? Cih, mereka tidak tau jika aku memiliki berpasang pasang mata di sekitarku hanya untuk mengetahui siapa saja orang yang memanfaatkanku, dari situlah aku menutup diriku dengan dunia luar, teman, semuanya aku tidak percaya lagi dengan mereka. Mereka terus berbohong.

At Seoul 8 januari 2019
[17.38 KST]

"Selamat datang, nona muda aku sudah mempersiapkan air panas untukmu"

Aku mengangguk mendengar ucapan ajjhuma Han, pelayan setia dirumah ku. "Ajjhuma dimana Jimin?" Tanya ku sebelum menaiki tangga.

"Tuan Muda masih berada dikantor nona"

Aku mengangguk lagi, tanpa berkata kata kulangkahkan kakiku menaiki tangga dan berjalan menuju kamar kesayanganku. Begitu ku buka pintu kamarku, wangi lavender berhasil menembus indra penciumanku. Wangi lavender yang mampu membuatku terasa tenang hanya dengan mencium wanginya saja.



"Nona Muda, tuan Jimin menitipkan pesan jika dia tidak akan bisa pulang"

"Apa ayah akan pulang?" Ajjhuma Han mengangguk, lantas aku memijit pelan pelipisku. Aku tau apa yang akan terjadi jika ayah pulang, pasti semuanya akan rumit terlebih lagi Jimin tidak ada.

Hening, hanya ada aku diantara kursi makan. Beginilah hidupku, kesepian tanpa ada sesosok ayah dan ibu yang menemaniku bersama dengan sesosok kakak. Jika aku berharap mereka disini menemaniku dengan canda tawa mereka yang mampu membuatku tertawa lepas, tidak harapan itu tidak akan pernah terjadi lagi. Aku tersenyum miring memikirkannya, keluarga ini sudah rusak.

Ibu yang meninggalkan ku kerena ayah yang sudah bermain api dibelakangnya, sepeninggalannya ayah semakin gencar mengencani setiap jalang dan membawanya ke dalam rumah. Sedangkan kakakku, Jimin berubah ia lebih sering menghabiskan waktu diluar dan akan pulang dengan keadaan mabuk, apa lagi ketika pria itu marah ia akan melampiaskannya padaku. Keluarga ini benar-benar hancur.

Aku tidak tau lagi obat apa yang akan membuat keluarga ini membaik, harapan ku untuk mempunyai keluarga harmonis selalu saja terhapus, tak ada yang bisa kuperbaiki apa lagi berharap mempunyai keluarga harmonis.





















-ketika itu aku berpikir dua kali lipat mungkin aku harus mengubur dalam-dalam setiap harapan yang kunantikan. Yang nantinya aku akan terjatuh ketika terbang bersama harapan itu-

BitternessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang