II. Cookies

21.2K 1.5K 17
                                    

𝙼𝚊𝚜𝚜𝚊𝚌𝚑𝚞𝚜𝚎𝚝𝚝𝚜, 1 𝚖𝚘𝚗𝚝𝚑 𝚕𝚊𝚝𝚎𝚛

"Oh ivy, bisakah kau meletakkan ini di dekat meja?"

"Aye aye captain!" balasnya dengan penuh semangat menirukan gaya bicara layaknya tokoh kartun berbentuk sponge yang terkenal itu, sebelum gadis itu mengangkat beberapa bahan kue.

Ivy adalah gadis yang manis, ia begitu penuh energi, dan ceria. Bisa dibilang dia merupakan moodbooster bagi hari-hari Evelyn dan Andrew.

Sejak kejadian beberapa minggu yang lalu, Ivy selalu datang membantu di kafe, gadis itu ingin berterimakasih atas pertolongan waktu itu. Evelyn dan Andrew sudah menolaknya secara halus, karena apa yang dilakukan bukanlah sesuatu yang besar, sebagai sesama makhluk Tuhan sepantasnya saling tolong menolong. Tapi gadis itu tetap keras kepala dan beralasan tak ingin berutang budi.

Dan pada akhirnya, Ivy selalu datang setiap akhir pekan untuk membantu di kafe, dia juga sering datang di sore hari untuk sekedar mampir. Bisa dibilang, gadis kecil itu seperti adik kecil yang manis untuk mereka.

"Eve, kenapa kau memilih menanam bunga tulip? Bukankah bunga itu hanya mekar saat musim semi?" Tanya Ivy ketika tiba-tiba sosoknya muncul.

Ia memang menanam beberapa jenis tulip di depan kafe, salah satunya adalah tulip merah sang primadona utama. Evelyn tersenyum sejenak mendapati betapa polos pertanyaannya itu. Tangannya bergerak memotong beberapa daun yang dirasa tidak produktif.

Ivy terlihat masih menunggu. Sesekali, Evelyn merasakan tatapan penasaran itu.Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Ivy akhirnya memperhatikan kelopak-kelopak bunga yang masih rekat terbungkus daun. Tunas itu baru saja menyembul dari tanah, pucuknya masih hijau dengan segaris bakal bunga yang mengintip malu di ujung tunas.

"Kau tau ivy, bunga tulip adalah salah satu simbol kesempurnaan cinta dan keindahan dunia. Untuk melihat bunga ini mekar, kau harus menunggu sekali dalam setahun, dan hanya beberapa hari saja tumbuhan ini berbunga sebelum layu. Seperti pasangan, jika ingin berjalan indah dan bertahan selamanya, maka mereka harus berkorban untuk satu sama lain. Mereka tidak boleh mengedepankan kepentingan masing-masing tanpa memperhatikan pasangannya."

Mata berwarna abu-abu kebiruan itu melihat kuncup bunga.

"Bunga tulip merah melambangkan adanya keberadaan cinta abadi yang tanpa pamrih," lanjut Evelyn menjelaskan dengan perlahan.

"Jadi maksudmu seperti cinta sejati?" Ivy terlihat mengerutkan dahi, mencerna setiap kata yang dia dengar.

"Emmm, semacam itu" jawab Evelyn singkat.

"Apa kau percaya adanya mate, Eve? Maksudku kau dan aku adalah ... werewolf," tanyanya pelan nyaris berbisik diakhir kalimat. Dia menengok ke kanan dan ke kiri seolah tidak ingin rahasia besar ini terbongkar.

Tingkah lucunya yang terkadang polos sukses mendatangkan tawa kecil Evelyn.

"Tentu saja, bukankah setiap makhluk yang bernyawa ditakdirkan mempunyai pasangan, bukan hanya untuk menemanimu seumur hidup, tapi juga untuk menjaga eksistensi dari setiap jenisnya."

Evelyn tidak lagi bisa menahan diri untuk mencubit pipi cuby kemerah-merahan Ivy, membuat Ivy memelototkan matanya. Ivy memang benar-benar manis dan menggemaskan.

"Eve, roti panggang dan telurnya sudah matang," tiba-tiba teriakan Andrew terdengar dari dalam.

Membayangkan roti panggang dan telur mata sapi yang terhidang hangat tanpa sadar membuat perut Evelyn keroncongan. Memang pagi ini ia belum sempat makan apapun karena harus berangkat lebih pagi.

Secret Mate ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang