CHAPTER 3

1 0 0
                                    

Mempertahankan perasaan ya?

"Hallo Nugi.. sibuk nggak? Ngopi, yuk?" ajakku begitu Nugi mengangkat telfonku.

Hening..

"Aku ada janji sama Dela, Er.. lain kali?"

"Ini penting Nugi.."

Hening beberapa detik. Aku ragu dia akan menerima ajakanku kali ini, biasanya dia langsung semangat ketika kuajak jalan, kali ini ada jeda setelah ajakanku.

"Ohh.. oke, kujemput ya, Dela ternyata ada urusan."

Telfon kumatikan setelah kukatakan oke. Pukul 8 malam masih sore kok untuk ngajakin Nugi ngopi bareng. Dia datang, dan kurasa ada sedikit rasa canggung, apa aku yang menciptakan kecanggungan ini? Ataukah dia yang merasa canggung denganku?. Kami memesan dua macchiato latte, dan aku harus membuka pernyataanku sekarang.

"Nugi.."

"Ya, kamu mau ngomongin apa?"

"Hmm.. kalau menurutku ini penting dan menurumu tidak, aku minta maaf sebelumnya menganggumu.."

"Iyaa Er.. bilang aja.."

"Aku dan Kak Reihan itu cuma jalan aja kok, Kakakku minta tolong nemani Kak Reihan tiap Kak Reihan minta tolong, kamu tahukan Kak Jeni orangnya sibuk. Jadi aku sama Kak Reihan nggak ada apa-apa.."

Ahh gila aku.. aku begitu gugup mengatakan ini. Tatapan Nugi tak terbaca olehku, apa itu tatapan kecewa, terkejut, aneh, atau apa.. aku tidak bisa mengartikannya.

"Ohh.. aku pikir kalian pacaran."

Aku menggeleng menjawabnya,

"Lalu, untuk apa kamu ceritakan itu?" tanyannya.

Keningku mengerut, dia tak peka atau bagaimana? Ini untuk merubah perasaanmu padaku Nugi..

"Kalau itu untuk mengubah perasaanku sekarang, kurasa kamu sudah terlambat.." lanjutnya.

"Nugii.."

"Semenjak kamu sering menunda ajakanku, dan kadang aku lihat kamu dan pacar Kakakmu itu jalan bareng, saat itu juga Dela menjadi sesuatu bagiku.. dia awalnya menganggu sekali, tapi nyatanya yang kuinginkan darimu dia bisa berikan, yaitu waktunya, candanya, dan perhatiannya.."

"Nugii.."

"Aku tidak berani memulai karena kamu terlalu sempurna untuk menjadi pasanganku, aku sudah berusaha untuk menyatakan perasaanku, nyatanya tidak pernah bisa. Dan sekarang, Dela sudah menjadi bagian hidupku, aku mencintai dia, lebih dari  perasaanku padamu.."

"Nugii..

Air mata menutupi pengelihatanku, dan menetes begitu saja. Nugi pergi setelah dia benar-benar selesai mengucapkan segala yang ingin kudengar.

Aku terdiam disini, kuhapus air mataku untuk memastikan aku tak akan menangis lagi. Namun sayangnya, aku masih mau menangis, dan seseorang terlintas dipikiranku, Kak Jeni.

Ini salahnya! Aku berdiri dengan kasar, lalu menuju ke parkiran, dan menaiki motorku. Sampai di rumah, aku sudah mengumpulkan kemarahanku ini, dan ternyata tertahan oleh sosok Kak Reihan di ruang tamu, dia berdiri mematung menghadap Kak Jeni yang membelakangiku. Ekspresi wajah itu tak terbaca olehku, kenapa mereka?

"Rei.. kumohon.." suara lirih Kak Jeni terdengar, Kakak menangis?

"Haruskah kamu menyakiti aku begini? Apa kurangku?" Kak Reihan memegangi bahu Kakakku.

Kak Jeni menggeleng, "Maafkan aku Rei.."

Kak Reihan melepas tangannya dari bahu Kak Jeni, dia melihatku sinis dari sana. Mata sembab ini berusaha membalas tatapannya. Kak Reihan melangkah mendekatiku.

"Kamu juga sama?" dia bertanya, kemudian berlalu begitu saja.

Entah kenapa dadaku terasa sesak sekali mendengar perkataan itu mengoyakkan hati, aku tidak seperti Kak Jeni!

"Dek.." panggil Kak Jeni, entah kenapa panggilan itu membuatku marah. Kuabaikan, dan aku memilih untuk melewati Kak Jeni begitu saja.

DESIRE (CERPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang