Seo Johnny tidak pernah tahu, bahwa jemari kecil bayi ringkih dan tidak berdaya yang menggenggamnya kala itu, akan menjadi tumpuannya untuk menjalani hidup kemudian.
Dia, sang matahari yang merengkuhnya dalam kehangatan dan harapan, ketika Johnny te...
Sore itu hujan. Jalanan dipenuhi oleh genangan air dan orang-orang yang berlari kalang kabut mencari tempat berteduh. Kanopi toko, serta bawah atap bangunan menjadi tempat untuk berlindung dari percikan air, meski tidak sedikit juga yang nekat menerobos derai hujan.
Dan mereka yang nekat itu, termasuk pasangan ayah dan anak Seo, meski yang basah kuyup di sini hanyalah Johnny. Haechan terlindungi di bawah jaket parasut Johnny yang dibentangkan sang ayah hingga memayungi tubuhnya, sementara Johnny membiarkan dirinya sendiri kebasahan---bagian tubuhnya yang terhindari air hujan hanyalah bahu bagian kiri, yang tertutupi oleh jaket parasutnya.
"Haechannie, Haechannie! Awas, di depanmu ada kubangan!"
Johnny berseru khawatir sembari berusaha menyusul langkah sembrono anaknya, yang saat ini berlari-lari kecil sambil tertawa. Sepatu hitamnya dihentak-hentak keras di atas tanah, menimbulkan percikan air ke segala arah, dan hal itu tak pelak membuat Johnny frustrasi.
Well, jelas saja. Karena sejak tadi, percikan air dan lumpur yang dihasilkan sepatu Haechan mengotori celana kerjanya!
Dan sialnya, Johnny tidak memiliki celana lain.
"Ya ampun, lihat yang sudah kau lakukan pada celana dad," Johnny menggerutu, masih berusaha menyamakan langkah putranya. "Kau tega membiarkan dad bekerja mengenakan celana piyama besok, Haechannie?"
Gerutuan Johnny mengudara tanpa adanya balasan dari sang anak. Beberapa detik berikutnya, langkah Haechan tiba-tiba memelan, semakin pelan hingga akhirnya berhenti sepenuhnya. Dilatari suara ribut air hujan yang berebut menapaki tanah, anak itu mendongak, melempar tatapan bersalah yang disertai bibir menekuk sedih.
Johnny mengerjap dua kali, kebingungan. "Kenapa?"
"Dad ... Maaf."
Sebelah alis Johnny terangkat. Anak itu minta maaf karena sudah membasahi celananya, atau karena hal lain?
"Maaf kenapa?"
Haechan mengangkat kaki kanan. Telunjuknya mengarah pada sol sepatu yang dikenakan lelaki itu, lantas menatap Johnny dengan mata berkaca-kaca.
"Sepatunya ... Lepas."
Pandangan Johnny mengikuti arah telunjuk Haechan. Dilihatnya, sepatu hitam sang putra sudah hampir terlepas dari sol sepatunya, menganga lebar dan menampakkan kaus kaki Haechan yang mulai basah terkena air hujan.
Terdiam sejenak, kemudian Johnny menggaungkan tawa kecil. Dengan begitu hati-hati, ia menurunkan jaket parasutnya hingga tersampir di kepala Haechan, sebelum menekuk kaki dan meletakkan tas kerjanya di atas tanah agar bisa menggapai sepatu putranya.
"Dad bilang juga apa, hati-hati, Haechannie," ucap Johnny dengan nada menegur, namun lembut. Satu tangan ia gunakan untuk menepuk pelan pipi gembil Haechan, sementara satu tangannya lagi ia gunakan untuk melepas sepatu sang anak dari kakinya.
"Maaf, dad ..." bisik Haechan lirih, meremat kemeja Johnny bagian lengan. "Dad harus membeli sepatu lagi untuk Haechan."
Johnny tersenyum. "Sepatumu yang ini sepertinya memang sudah usang. Besok kita ke departement store dan beli satu yang baru untukmu."
Haechan masih merengut. Kemudian, dua matanya melebar ketika Johnny mengangkat tubuh mungilnya dan mendudukkannya pada bahu. Sepatu hitam miliknya kini berada di tangan Johnny, digenggam bersama dengan tas kerjanya yang basah.
"Nah, karena sepatu anda rusak, sekarang kita gunakan lagi kereta jet pribadi anda, Tuan Matahari! Pegangan yang erat, jet ini akan mengebut agar kita cepat sampai rumah!"
Detik berikutnya, Seo Johnny sudah kembali melesat menerobos hujan. Haechan tertawa, menahan jaket parasut Johnny di kepalanya agar ia dan sang ayah tidak kebasahan.
Saat itu hujan. Matahari tidak nampak karena terselubungi oleh awan-awan gelap. Pula, saat itu adalah sore hari, malam akan segera tiba dan menyapu terik sang surya.
Namun kendati demikian, matahari milik Seo Johnny tetap bersinar terang. Memperdengarkan tawa riangnya dan meradiasikan kebahagiaan, yang menjadi alasan bagi Johnny untuk tetap bertahan.
Tidak masalah meski ia harus kembali berkutat dengan pekerjaan memuakkannya besok hari, harus bertemu dengan klien yang super menjengkelkan, dan menahan emosi atas cercaan atasannya di kantor. Karena setidaknya, ia masih memiliki Seo Haechan. Matahari mungilnya.
Dan meski tubuhnya sudah basah total, Johnny sama sekali tidak peduli.
Soal celananya yang kotor pun ... mungkin bisa dipikirkan besok.
.
.
.
~ End of At the Downpour ~
(Chapter ini bener-bener pernah aku alamin waktu kecil. Kalo diinget lagi jadi emosional parah HUEE T.T )
Our full sun, cepet sembuh ya!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.