Haechan itu suka sekali makan.
Terkadang, satu mangkuk penuh nasi beserta tiga macam lauk tidak cukup untuk memuaskan perutnya. Butuh paling tidak dua porsi tambahan agar Haechan beranjak dari meja makan dengan perut kenyang.
Kendati terkejut dengan nafsu makan sang anak, Johnny sama sekali tidak keberatan memberinya porsi lebih—toh, Haechan juga sedang dalam masa pertumbuhan. Banyak makan justru merupakan hal yang bagus, terutama ketika anak-anak sebayanya justru sedang mengalami fase susah makan, seperti yang dikeluhkan Jaehyun soal putranya, Jeno, pada Johnny beberapa waktu lalu.
Hal yang lebih bagusnya lagi, Haechan pun tidak pilih-pilih makanan. Sayur-mayur, buah-buahan, susu, bahkan sup kacang yang biasanya menjadi momok bagi anak kecil Haechan makan dengan lahap. Johnny tidak bisa lebih bersyukur dari ini. Ia bahkan tidak perlu memberi suplemen penambah nafsu makan untuk Haechan. Sajikan saja sepiring penuh nasi dengan aneka macam lauk di hadapannya, bocah itu pasti melahap semuanya hingga habis tak bersisa. Mengilap, seakan piring tersebut tidak pernah dipakai sebelumnya.
(Dan di samping Haechan yang menyantap makanan begitu semangat, selalu ada Johnny yang memerhatikan lamat-lamat sambil berdecak kagum, berusaha menahan diri untuk tidak mencubit pipi sang putra yang penuh makanan dan bergoyang-goyang saat ia mengunyah—persis seperti tupai.)
Dan—oh, selain suka makan pun, Haechan juga menunjukkan ketertarikan kuat dalam hal memasak.
"Nasinya hanya semangkuk saja, dad?"
Johnny tersenyum, memberi anggukan pada Haechan yang mendongak menatapnya. Pria Seo itu gemas sendiri melihat Haechan dengan kaus kuning dan celemek bergambar beruang manis yang melapisinya.
"Timunnya satu potong?"
Kali ini, Johnny menggeleng. Ia meraih tiga irisan timun panjang Dari wadah plastik di tengah meja, kemudian menaruhnya di dekat roll bambu Haechan.
"Tiga potong, Haechannie," ucap Johnny lembut. "Supaya kau mendapatkan asupan sayur yang cukup."
Haechan mengangguk kuat, mengiyakan perkataan Johnny. Ia kemudian meletakkan nasi dari mangkuk pada roll bambu dan meratakannya hingga tiap sisi roll bambu yang berlapis rumput laut tersebut tertutupi oleh nasi. Begitu telaten dan rapi, seakan Haechan bukanlah bocah berumur lima tahun yang baru belajar membuat kimbap.
Ya, selain makan, Haechan juga memiliki ketertarikan kuat dalam hal memasak. Pada minggu pagi yang cerah di kediaman Seo, anak lelaki itu tiba-tiba berceletuk usai sarapan, berkata dengan raut wajah penuh antusiasme bahwa ia ingin mencoba membuat kimbap.
Dan Johnny, selaku ayah yang mudah takluk pada keinginan si kecil lantas bergegas ke supermarket, membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kimbap.
(Ada hal lucu yang terjadi di supermarket, sebenarnya. Haechan mungil mencoba mengambil alih tugas sang ayah dalam mendorong troli, yang lebih besar dari tubuhnya sendiri, tanpa peduli walau ia sulit melihat pemandangan di depan karena jarak pandangnya terhalang.
Dan akhirnya, Haechan beserta trolinya menabrak suatu rak di supermarket kala Johnny lengah. Mengakibatkan tatapan para pengunjung terarah pada pasangan ayah dan anak itu. Johnny kalang kabut meminta maaf pada orang-orang atas keributan yang ia tuai, sementara Haechan hanya berdiri sambil menatap polos sang ayah dan para pengunjung di sekitarnya bergantian.
Setelah itu, Johnny kembali memegang kendali atas troli. Ia meletakkan tubuh mungil Haechan pada bagian tempat duduk anak dalam troli, dan melanjutkan acara belanja dengan Haechan yang merengut di tempat duduknya.)
"Tunanya kurang, tuh."
Haechan menoleh, kemudian mendongak dan bersitatap dengan Johnny di sampingnya, membawa wadah berisi irisan tuna dan meraih satu potong dari sana, bersatu dengan irisan bahan yang lain di atas roll bambu milik Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Sun, and His Loyal Sunflower
FanfictionSeo Johnny tidak pernah tahu, bahwa jemari kecil bayi ringkih dan tidak berdaya yang menggenggamnya kala itu, akan menjadi tumpuannya untuk menjalani hidup kemudian. Dia, sang matahari yang merengkuhnya dalam kehangatan dan harapan, ketika Johnny te...