"Jadi, akhir-akhir ini dad selalu pulang terlambat, ya?"
Seo Haechan mengangguk dengan bibir yang dimajukan, menampakkan ekspresi sedih pada Kim Jungwoo yang berdiri membungkuk di hadapannya, merapikan helai rambut bocah lelaki itu yang berantakan. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore hari, dan matahari akan segera turun meninggalkan langit. Tiba saatnya untuk pulang bagi si kecil Seo. Bahkan, ransel berwarna kelabu sudah menggantung manis di punggungnya.
Tapi, anak itu enggan. Ia tidak dijemput sang ayah kali ini. Alih-alih, paman Jung-lah yang akan datang. Paman yang menyerupai teddy bear di mata Haechan, ayah dari Jung Jeno, teman sekelasnya.
"Aku akan diam di rumah Jeno sampai dad pulang kerja," ujar Haechan, memilin tali celemek yang Jungwoo kenakan. "Tapi aku ingin di sini saja, sonsaengnim. Aku mau dad menjemputku di sini, apa boleh?"
Jungwoo tidak serta-merta menjawab. Ia menatap Haechan dengan senyum iba yang terpatri di bibirnya. Satu telapak tangan ia bawa untuk mengusap pucuk kepala Haechan sementara benaknya memikirkan jawaban yang tepat.
"Sekolahnya akan dikunci dalam waktu dekat, Haechannie. Kita tidak bisa diam di sini lama-lama. Memangnya kenapa kalau menunggu di rumah Jeno? Jeno nakal padamu? Kau tidak betah?"
Dan tidak jauh dari sana, bergaung suara cempreng khas anak-anak yang berisi protesan tidak terima. "Jeno tidak nakal, kok!"
Jungwoo tertawa, sejenak merasa geli saat mendapati Jeno dengan wajah merengut dan gummy worm menggantung di mulutnya. Ia kemudian menekuk kaki, menyejajarkan tingginya dengan Haechan yang mungil, sebelum menatap lembut mata bulat anak itu dan berkata, "Tuh, Jeno tidak nakal katanya. Jadi kenapa kau tidak mau menunggu di rumah Jeno saja? Dia juga teman baikmu 'kan?"
Haechan balas menatap dengan iris yang berbinar-namun tidak menyiratkan ceria seperti biasanya. Kali ini, lensa bening itu berpendar sendu. Dan masih dengan bibir mengerucut, Haechan pun menjawab, "Jeno memang tidak nakal. Aku senang kok main dengan Jeno, tapi ... Aku ingin dijemput dad lagi di sekolah, seperti biasanya."
Tertegun sejenak, Jungwoo kemudian merespons pelan. "Begitu, ya ..."
"Aku kangen dijemput dad sepulang sekolah, kangen berjalan pulang ke rumah bersama dad, sonsaengnim ...." Kali ini Haechan merajuk, suaranya sedikit goyang dan bergetar. Ada rindu yang terselip di sana, dan mendengarnya, Jungwoo merasa hatinya seakan tercubit. "Apa ... Dad sudah tidak sayang aku lagi?"
"Jangan bilang begitu, Haechannie!" seru Jungwoo. Tanpa sadar, nada bicaranya meninggi. Dan setelah itu ia segera dilanda penyesalan dan rasa bersalah-Haechan tampak berkaca-kaca sekarang.
Menghela napas. "Haechannie, dad itu ... Bagaimana, ya? Dad bukannya tidak sayang padamu."
Haechan memiringkan kepala, sedikit mengerutkan alis dan menatap Jungwoo dengan mata bulatnya yang sedikit basah. "Lalu kenapa?"
"Hmm ... Begini, Haechan tahu tidak, bahwa setiap jam yang digunakan dad untuk bekerja itu, dad dibayar dan harganya mahal?"
Kali ini Haechan sudah tidak tampak sedih lagi, ia justru terlihat penasaran. "Dibayar?" beonya.
Jungwoo mengangguk. "Iya, dad dibayar tinggi untuk tiap jam yang dilewatkan di kantor. Dan semua uang yang dihasilkan dari sana, adalah untukmu, Haechannie. Agar Haechannie bisa tetap makan enak, bisa membeli mainan yang Haechannie inginkan. Agar Haechannie tetap dapat tidur di kasur yang empuk."
Sementara Jungwoo menjelaskan, Haechan menyimak dengan perhatian penuh. Mulutnya membentuk huruf 'o' kecil, baru mengetahui fakta bahwa setiap jam milik sang ayah itu berharga dan butuh uang banyak untuk membelinya. Dan bahwa ayahnya, Seo Johnny, rela menjual hampir keseluruhan dari waktu yang dimilikinya agar Haechan dapat hidup dengan nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Sun, and His Loyal Sunflower
FanficSeo Johnny tidak pernah tahu, bahwa jemari kecil bayi ringkih dan tidak berdaya yang menggenggamnya kala itu, akan menjadi tumpuannya untuk menjalani hidup kemudian. Dia, sang matahari yang merengkuhnya dalam kehangatan dan harapan, ketika Johnny te...