Waiting You

1K 125 13
                                    

Rian POV

2002

Kebun teh terbentang luas di hadapanku. Liburan kali ini bapak membawa kami sekeluarga ke Bandung. Awalnya aku dan Mba Novi bingung, karena tidak ada kerabat di tempat ini akan menyulitkan untuk mencari tempat tinggal sementara.

Sampai akhirnya bapak membuka pintu rumah yang sengaja disewakan untuk kami. Bonus kebun teh adalah pemandangan yang tak akan pernah kami lupakan.

Namun tidak ada anak seumuranku ditempat ini, terlebih Mba Novi sedang kambuh penyakitnya. Jadi disinilah aku berjongkok dipinggir kebun, menyusun batu-batu kecil menjadi sebuah benteng.

Sampai aku merasakan, ada seseorang yang memainkan 'kunciran air mancur' ku. Hasil karya ibu, akibat poni rambutku yang memanjang. Aku merasa risih dan melihat siapa gerangan yang menggangguku.

"Hei anak perempuan tidak boleh main di sini!"

Heh

Anak perempuan

Aku ini laki-laki tulen yang sebentar lagi akan sunat.

"Kenapa diam saja? Ini tempat bermainku... Pergi sana!"

Bocah yang lupa mengelap ingusnya itu, bahkan mengusirku. Tentu saja aku tidak beranjak dari tempatku, toh ini kan tempat umum.

"Ini kan bukan milik nenekmu, siapa saja boleh di sini!"

Wow... Pertama kalinya aku berani untuk membentak anak sepantaranku. Aku kaget, bocah itu pun juga kaget.

"Kau... Laki-laki?"

"Iya"

"Hehehe... Maaf ya, habis rambutmu dikuncir seperti itu. Dulu Teteh suka minta dikuncir kek gitu..."

Anak itu kemudian menghampiriku dan menarik tanganku begitu saja. Membawaku pergi dari kebun teh dan menanjak ke arah bukit, atas kebun ini. Sebuah pohon kecil berada di atas bukit itu.

"Hei... Kamu tahu bahwa disini jarang ada anak laki-laki yang seumuran denganku, kalaupun ada pasti mereka anak rumahan. Tidak sepertiku yang hobi berkelana di bukit ini..."

Oke... Bocah itu malah asyik nyerocos terus. Padahal aku sama sekali tidak bertanya tapi dia terus saja berbicara sepanjang jalan. Hingga akhirnya dia melepaskan tanganku dan tersenyum padaku.

Memperlihatkan gigi ompongnya

"Saat sore, ada banyak kunang-kunang yang bersembunyi di bawah tanaman teh. Mereka baru akan keluar saat malam tiba. Bagaimana kalau aku pinjam toples milikmu dan aku akan mengambil kunang-kunang untukmu? Mau tidak?"

Aku memandangi toples kaca yang pada bagian lehernya ada pita merah, bekas toples selai milikku. Niatnya untuk menampung kecebong yang hendak kucari di sungai. Tapi ternyata tidak ada sungai di sini.

"Benarkah kau bisa menangkapnya untukku?"

"Tentu saja bisa... Nanti kalau sudah terkumpul aku akan kembali menemuimu dan setelahnya kita lepas bersama. Hwaaa kau harus liat, saat kunang-kunang kecil itu terbang dan bercahaya. Hehehe"

Seingatku aku hanya bertanya beberapa kata, tapi bocah ini bisa membalasnya berkata-kata. Aku menjulurkan toples itu kepadanya. Jemari kecil itu segera mengambil dan kemudian beranjak.

"Tunggu di situ ya... Nanti aku kembali,"

Menunggu

Ya aku terus menunggunya

Hingga gelap menyerang

Meninggalkan aku seorang diri di tengah antah berantah.
.
.
.
.
.
.
.

I Don't Love You (Side Story of There's No Other) | Fajar & Rian's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang