2

839 52 13
                                    

Edgar mengelap keringat yang bercucuran di dahi sembari meneguk air minum dari botol.
Suara teriakan dari barisan penonton tak kunjung mereda, namun masih banyak murid cewek yang bertahan disekolah demi menonton para cogan Raphael yang sedang bertanding basket.

"Gar, bagi minum."
Edgar menoleh, melemparkan botol mineral yang masih tersisa setengah ke arah Raka yang sudah duduk berselonjoran dilantai.

"Gue cabut."
Pamit Edgar sebelum beranjak meninggalkan lapangan.

Mengabaikan para cewek Raphael yang menyapanya genit sudah menjadi kebiasaan Edgar.
Sikap dinginnya memang selalu menjadi idola. Ditambah pula cetakan poin dalam pertandingan basket yang baru saja dimenangkannya membuat Edgar semakin digilai.
Tidak salah mengagumi Edgar, dia memang memiliki daya tarik dari sudut manapun.
Tampang yang rupawan, otak cerdas, juga dompet tebalnya yang begitu menggiurkan.
Siapa yang sanggup mengabaikan cowok sesempurna Edgar?


***

Rere keluar dari sebuah bar dengan muka memerah menahan emosi, bibirnya mengumpat kasar, merutuki Aura, sahabat laknatnya yang sudah kabur bersama pacarnya. Rere yang tadi menumpang mobil Aura dengan alasan malas mengemudi dibuat kesal setengah mati apalagi dompet dan ponselnya tertinggal didalam mobil sahabatnya.
Ingatkan Rere untuk membotaki kepala Aura besok, cewek centil itu memang selalu lupa segalanya kalau sudah bertemu dengan Radit, cowok kuliahan berdarah Jerman yang baru dua minggu ini dipacarinya.

Rere melihat sekeliling, tidak ada seorang pun yang dikenalnya. Rere tidak akan sebingung ini kalau saja tadi ia mengantongi ponselnya. Menghentakkan kakinya kesal, Rere berjalan kaki seorang diri, tidak segan mengumpat siapa saja lelaki yang berani menggodanya.

Menghembuskan nafas kasar, Rere memilih berhenti didepan sebuah minimarket. Dengan raut gusar menatap sekeliling, sesekali Rere mengusap-usap lengannya yang kedinginan karena ia hanya memakai blouse hitam yang menampakkan sebahagian bahunya.
Lalu Rere menyipitkan matanya saat melihat seorang cowok keluar dari dalam minimarket. Senyum kecil Rere terbit, tidak salah lagi, cowok itu merupakan salah satu murid Raphael.

Edgar Galaksi Bimasakti, nama yang diketahui Rere karena terlalu sering diteriakkan oleh cewek-cewek Raphael tiap kali cowok itu bertanding, juga yang belakangan ini sering disebut-sebut diupacara bendera karena baru saja memenangkan olimpiade matematika yang berhasil mengantarkan Raphael kembali meraih predikat sebagai sekolah terbaik diJakarta.

Sekalipun tidak saling begitu mengenal, Rere tetap menghampiri, melebarkan senyum manisnya. Menyapa. Karena Edgar pasti akan langsung mengiyakan jika dirinya meminjam ponsel cowok itu untuk menghubungi sopirnya.

Edgar menatap datar cewek yang dijuluki sebagai ratunya Raphael. Kemudian melengos dan meraih helmnya.

Rere melebarkan mata tak percaya melihat pengabaian itu, ini pertama kali baginya mendapat pengabaian dari seorang cowok.
Menebalkan mukanya, Rere kembali tersenyum.

"Pinjam hp."
Pintanya dengan tangan terulur.

Edgar menoleh, menaikkan sebelah alisnya.

Oh sial. Ini memalukan.

Berani sekali cowok itu memperlakukannya seperti ini. Rere yang sudah terbiasa selalu dipuja tentu saja tidak terima, namun mengingat tujuannya menghampiri cowok songong ini Rere terpaksa meredam emosinya.

"Sini hp lo."
Nada suara Rere sarat akan perintah.
Karena Edgar masih menatapnya dengan ekspresi datar, Rere kembali menambahkan.
"Gue mau minjem hp lo, mau nelpon sopir, hp gue ketinggalan dimobil teman gue."

"Lo minjem apa malak?"

Bangsat.

Rere berusaha meredam emosinya.
"Gue minjem, sini cepetan, gak usah pelit."

Edgar mendengus, mengeluarkan ponselnya dari saku yang langsung disambar Rere.

Setelah menelpon sopirnya dan memberi perintah untuk segera menjemputnya, Rere kembali menghampiri Edgar, mengembalikan ponsel cowok itu.

"Nih hp lo."
Dengan tampang angkuhnya Rere segera membalikkan badannya, berniat menjauh.

"Tolong dan terimakasih. Harusnya lo nggak lupa dua kata itu."

Suara datar dibelakangnya membuat Rere kembali membalikkan badan. Menyeringai.
"Gue nggak lupa, tapi emang nggak ngerti makna dua kata itu."

Sebelah alis Edgar kembali terangkat tinggi.
"Oh, ternyata lo lebih dungu dari dugaan gue."

Sialan. Penghinaan besar.

Rere yang sudah bersiap ingin menerjang harus tertahan ketika lemparan jaket dari Edgar mendarat diwajahnya.

"SIALAN!"
Rere mengumpat kasar. Ia meremas jaket abu itu kuat-kuat.

"Pake aja kalau nggak mau jadi objek liar mereka."
Edgar melirik sekumpulan cowok yang sedari tadi menatap Rere dengan tatapan menggoda.
Bagaimana bisa cewek dihadapannya ini memakai baju yang begitu terbuka.
Edgar sendiri tidak bisa memungkiri tubuh indah cewek ini memang terlihat begitu menggoda.
Sial.

Rere tersenyum remeh, mencibir dalam hati, setelah sebelumnya memperlihatkan tampang cueknya akhirnya cowok ini menunjukkan kepeduliannya juga. Memang siapa yang sanggup mengabaikan pesonanya?
Kemudian Rere mendekatkan wajah untuk berbisik didepan Edgar.

"Gue udah sering nemu cowok kayak lo, pura-pura nggak peduli padahal tertarik juga. SAMPAH!"

Edgar berdecak, menatap datar cewek dihadapannya.
Rere yang tidak mau kalah, balas menatap, mempertahankan sikap angkuhnya. Namun ditatap dengan tatapan datar tapi seakan mengintimidasi membuat Rere merasa canggung juga. Pertama kalinya Rere kalah hanya karena sebuah tatapan.

Edgar tersenyum remeh, membuat darah Rere semakin mendidih.

"Cowok sialan! Nggak usah sok keren di depan gue!"
Rere mencampakkan jaket ditangannya kesal.
"Lo sengaja ngasih gue jaket supaya besok bisa punya alasan buat ketemu sama gue lagi. Basi! Trik lo udah ketebak!"

Edgar terkekeh pelan, mencela.
"Ck! Bego dipeliharain."

KURANG AJAR!

Emosi Rere semakin mendidih saat motor besar Edgar sudah meleset meninggalkan.

"COWOK SIALAN!"
Rere mendamprat habis-habisan.

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hey, Edgar! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang