Before

84 4 0
                                    

Mini bus tujuan Bukittinggi itu melaju dengan kecepatan yang normal. Tidak banyak penumpang didalamnya, dan saya sendiri merupakan salah satu penumpangnya.

Aku duduk di bangku dekat jendela, sengaja aku ambil posisi itu agar bisa merasakan tiupan angin yang menyejukkan badanku yang sedikit berkeringat. Diiringi tiupan angin, aku memejamkan mata dan mulai berimajinasi sesuai dengan lagu yang kudengarkan melalui headset. Sedih, senang, galau, bahagia, aku bisa merasakan suasana lagu yang kudengarkan.

"Kemana bang?" Seorang kenek datang menghampiri kemudian mencolekku.

"Bukittinggi bang." Balasku lalu mengeluarkan selembar uang dua puluh ribu rupiah lalu memberikannya ke kenek tersebut.

"Makasih bang"

Aku kembali memejamkan mata dan memulai lagi imajinasiku hingga akhirnya tertidur dan imajinasi tersebut berubah menjadi mimpi. Di mimpi itu, aku berdiri menatap jingga langit senja dan di sampingku berdiri seorang perempuan yang wajahnya familiar. Dia senyum kepadaku, walaupun mimpi, tapi senyuman tersebut tetap membuat hatiku tenang. Lalu bayangan perempuan tersebut mengabur kemudian hilang. Aku pun terbangun, perlahan aku membuka mata lalu melepaskan headset yang masih terpasang di telinga. Aku menyadari bahwa aku sudah berada di terminal Bukittinggi.

Turun dari bus, aku berjalan mencari angkot. Namun tiba-tiba langkahku terhenti.

"Mimpi tadi...artinya apa?" Gumamku dalam hati. "Mungkin aku akan berkunjung ke tempat itu !" Batinku lalu memutar arah ke tempat yang terlintas dibenakku. Aku menyusuri jalanan hingga akhirnya sampai disebuah komplek perumahan elit dimana hanya orang yang berpenghasilan tinggi yang tinggal di komplek tersebut. Langkahku terhenti di depan sebuah rumah mewah berwarna putih dan atap berwarna coklat. Aku memandangi rumah tersebut dalam-dalam, perlahan beberapa kepingan memori lama terlintas dibenakku. Apalagi kursi santai yang ada dihalaman rumah tersebut, membuatku merasa bernostalgia.

"Tujuh tahun ya? Sudah lama juga rupanya" Ucapku sembari tersenyum.
Aku terpaku menatap rumah tersebut, sesaat aku hampir hanyut dalam lamunan hingga akhirnya pecah karena dering ponsel ku.

"Assalamualaikum buk. Iya buk aku udah sampai Bukittinggi. Nanti aku tunggu di dekat SMA 2 aja buk, soalnya aku lagi ada perlu buk." Ucapku kemudian mengakhiri panggilan. Sesaat aku menatap lagi rumah itu lalu membalikkan badan dan melangkah untuk pulang. Beberapa langkah berjalan dari tempat itu, terdengar suara langkah lari kecil dari belakang, aku menoleh kearah sumber suara dan melihat seorang anak laki-laki berumur lima tahunan yang berlari riang melewatiku sambil membawa sebuah mainan robot-robotan. Sebuah senyum puas tetcetak diwajahku melihat wajah riang anak tersebut.

"BUAGH !" Anak itu terjatuh dan mainannya terlepas dari.

Sontak sedikit kaget melihat pemandangan yang terjadi barusan, aku berlari kearah anak itu dan menemukan anak yang riang tadi sudah dalam keadaan tersungkur.

"HUAAAA MAMIII PAPIII KAKAAAK !" Suara tangisan tersebut membuatku iba. Sekarang di hadapanku hanya ada seorang anak cowok tak berdaya yang hanya bisa menangis.

"Jangan nangis dek, anak cowok ga boleh nangis." Ucapku mencoba menghibur.

Bukannya diam, tangisan anak itu semakin menjadi. Sejenak aku kewalahan, lalu aku memeriksa saku celanaku dan mengeluarkan sesuatu.

"Nih, kakak punya permen." Ucapku sambil menyodorkan sebuah permen lolipop ke anak itu. Perlahan tangisannya mereda lalu mengambil permen pemberianku.

"Bukain !" Ucapnya dengan wajah cemberut.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang menurutku lucu. "Ya udah sini kakak bukain." Ucapku sambil membuka bungkusan permen lolipop lalu memberikannya lagi.

Last Days In Bukittinggi (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang